Marketplace Kini Wajib Pungut PPh 22 atas Jasa Asuransi, Ini Rinciannya

IKPI, Jakarta: Ketentuan perpajakan di era digital kembali diperkuat. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, pemerintah memperluas cakupan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 oleh penyelenggara marketplace. Tak hanya penjualan barang, kini penghasilan dari jasa asuransi yang diperoleh perusahaan asuransi juga dikenakan pemungutan pajak oleh marketplace.

Dalam beleid yang berlaku sejak pertengahan Juli 2025 ini, perusahaan asuransi dikategorikan sebagai pedagang dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (2). Mereka disandingkan dengan perusahaan ekspedisi dan pelaku usaha lainnya yang menjual barang atau jasa melalui sistem perdagangan elektronik (PMSE).

“Termasuk pedagang dalam negeri, yaitu perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui PMSE,” demikian bunyi aturan yang dikutip Minggu (20/7/2025).

Definisi pedagang dalam negeri dalam PMK ini merujuk pada pelaku usaha yang tinggal atau berkedudukan di Indonesia dan melakukan aktivitas PMSE baik melalui platform sendiri, platform milik pihak lain, maupun sistem elektronik lainnya. Atas penghasilan yang mereka terima melalui marketplace, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto.

Sebagai contoh, jika seseorang membeli komputer seharga Rp8 juta melalui marketplace JB, dan turut menggunakan jasa asuransi dari PT YS seharga Rp50.000, maka marketplace JB wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp250 dari PT YS.

“Marketplace JB melakukan pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT YS atas penghasilan dari jasa asuransi,” tegas Lampiran PMK 37/2025.

Siapa Saja Marketplace yang Wajib Memungut?

PMK ini juga menjadi dasar hukum bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menunjuk penyelenggara PMSE sebagai pemungut PPh Pasal 22. Marketplace yang ditunjuk harus menggunakan rekening escrow (penampung sementara dana transaksi), serta memenuhi salah satu dari dua kriteria berikut:

• Memiliki nilai transaksi dengan pengguna jasa PMSE melebihi ambang batas tertentu dalam 12 bulan terakhir.

• Memiliki jumlah trafik atau pengakses yang juga melampaui ambang batas dalam 12 bulan.

Batasan nilai transaksi dan trafik tersebut nantinya akan ditetapkan melalui peraturan Dirjen Pajak. Setelah itu, DJP akan menerbitkan keputusan resmi untuk menunjuk marketplace yang wajib melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22.

Dalam tahap awal, DJP akan memprioritaskan penunjukan terhadap marketplace besar yang memiliki skala transaksi masif dan pengaruh luas dalam ekosistem perdagangan digital Indonesia. (alf)

 

 

id_ID