Kunjungan Wisman ke Destinasi Super Prioritas akan Dikenakan Pajak

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pemerintah berencana mengikuti langkah Bali untuk menerapkan pungutan dalam bentuk city tourist tax atau pajak turis dari wisman yang berkunjung ke destinasi super prioritas di Indonesia.

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Vinsensius Jemadu menyatakan, pajak turis bagi wisman sudah berlaku secara global dan diterapkan di banyak negara.

Indonesia tergolong terlambat dalam penerapan pajak tersebut dan baru Bali yang menjadi pelopor Pajak Kota kepada wisman yang akan diberlakukan pada Februari 2024. Daerah yang memiliki kawasan pariwisata super prioritas dinilai layak mendapatkan kompensasi dalam bentuk pajak dari pelayanan yang disediakan bagi wisman yang berkunjung.

Bali misalnya selama kedatangan 6 juta wisman, namun dampaknya tidak signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov Bali karena belum adanya instrumen untuk menarik pajak kota dari wisman. Vinsen menyebut Bali akan menjadi contoh penerapan pajak kota tersebut sebelum ditiru oleh daerah lainnya.

“Kami melihat dengan penerapan city tourist tax di Bali, akan menjadi template untuk kota tujuan wisata lainnya di Indonesia, khususnya di kawasan – kawasan super prioritas yang saat ini sedang berkembang seperti Labuan Bajo, Semarang, Solo, Danau Toba,” kata Vinsen seperti dikutip dari Bisnis.com, Senin (30/10/2023).

Menurut Vinsen, adanya kompensasi berupa pajak turis bagi daerah, akan memberi tanggung jawab kepada pemerintah dan masyarakat di daerah tersebut untuk siap menerima kedatangan wisman, dengan menyiapkan sumber daya manusia dan lingkungan daerah yang baik dan kondusif. Menurutnya dana yang diperoleh dari  pajak tersebut bisa digunakan kembali dalam pengembangan pariwisata.

Walau wacana ini sudah mengemuka, pemerintah terlebih dahulu akan melakukan asesmen kelayakan satu daerah untuk menerapkan pungutan tersebut. Ada tiga hal yang dilihat yang pertama kemudahan akses ke daerah tersebut, kemudian yang kedua amenitas atau fasilitas daerah terhadap wisatawan dan yang ketiga atraksi seperti destinasi, budaya yang menarik di destinasi tersebut. Jika tiga hal ini sudah terpenuhi, Pemprov dan DPRD didorong menyusun Perda yang menjadi landasan hukum pungutan tersebut.

Bali sendiri rencananya akan menggunakan pungutan dari wisman tersebut untuk pengembangan dan pelestarian budaya Bali yang menjadi kunci majunya pariwisata Bali. Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun menjelaskan hasil dari pungutan wisman tersebut difokuskan ke dua sektor yakni sektor budaya dan lingkungan.

“Kami akan gunakan pelestarian budaya dan penyelesaian masalah sampah, sehingga terbangun pariwisata berkelanjutan,” kata Bagus Pemayun.

Dengan penerapan pajak wisata senilai Rp150.000 per wisman, Bali berpotensi meraup Rp900 miliar per tahun, jika kunjungan wisman mencapai 6 juta orang seperti sebelum pandemi Covid-19.  Selama ini, daerah pariwisata seperti Bali mengandalkan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) sebagai sumber pendapatan utama.

Akan tetapi, PHR tersebut masuk ke kabupaten atau kota bukan ke provinsi. Di Bali, Kabupaten Badung menjadi penerima PHR tertinggi dan menjadi sumber PAD utama, pada 2019 misalnya, PAD Badung mencapai Rp4,9 triliun yang sebagian besar berasal dari pajak hotel dan restoran. (bl)

id_ID