Konseptualisasi Hak Retensi Konsultan Pajak

(Foto: DOK. Pribadi)

Mencari hak yang memberikan perlindungan bagi profesi yang diemban, adalah  kewajiban moral bagi para pengemban suatu profesi. Sekalipun sampai dengan saat iniUndang-Undang Konsultan Pajak masih menjadi iusconstituendum karena belum kunjung disahkan, tak berarti tidak ada jalan lain untuk memberikan perlindungan lebihbagi profesi Konsultan Pajak dari ketentuan-ketentuan yang sudah ada (ius constitutum).

Ketentuan-ketentuan yang sudah ada saat ini  (iusconstitutum) tersebar mulai dari Undang-Undang, Peraturan Menteri Keuangan sampai dengan Kode Etik dan Standar Profesi. Sepanjang tidak dicabut, tidak bertentangan, dan belum diatur dalam Undang-Undang Konsultan Pajak yang kelak akan disahkan, ius constitutum tersebut akan terus berlaku. Hak retensi adalah salah satu bentuk perlindunganbagi Konsultan Pajak yang diatur dalam ketentuan yang sudah ada (ius constitutum).

Hak retensi merupakan hak yang dimiliki oleh penerima kuasa (Konsultan Pajak) untuk menahan sesuatu yang menjadi milik pemberi kuasa (Klien) karena pemberi kuasabelum membayar lunas kepada penerima kuasa, atas hak penerima kuasa yang timbul dari pemberian kuasa. Menahan sesuatu milik pemberi kuasa (Klien) yang dimaksudkan disini dapat berupa menahan dokumen-dokumen milik Klien yang ada pada Konsultan Pajak. Dalam arti yang lebih luas, hak retensi tidak hanya memberikan jaminan pembayaran atas jasa yang sudah dilakukan oleh Konsultan Pajak, melainkan juga memberikan perlindungan bagi Konsultan Pajak agar Klien tidak semena-mena pindah atau mengganti Konsultan Pajak.

Hak retensi ini diatur dalam Pasal 1812 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada praktiknya hak ini berlaku otomatis demi hukum sekalipun pemberian kuasa dari Klien kepada Konsultan Pajak tidak mencantumkan adanya hak tersebut. Namun demikian untuk menghindari dalih-dalih dari Klien, ada baiknya hak retensi tersebut dicantumkan dalam pemberian kuasa / Surat Ikatan Tugas dan dijelaskan juga kepada Kliennya. Dengan tercantumnya hak retensi sertapenjelasan yang memadai, maka dalih Klien akan mudah terbantahkan. Berikut di bawah ini contoh sederhana dari pencantuman klausul hak retensi:

“Pemberian kuasa dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan ini dengan tegas memberi hak retensi kepada penerima kuasa sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 1812 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.“

Dalam penerapannya, pencantuman klausul hak retensi ini tidaklah mengesampingkan dan/atau bertentangan dengan Kode Etik IKPI maupun Standar Profesi IKPI. Konsultan Pajak tetap wajib memperhatikan Bagian II angka 7.4 Standar Profesi IKPI tatkala Klien lambat melunasi, dan angka 7.5 Standar Profesi IKPI tatkala terjadi sengketa pembayaran. Dengan melaksanakan kedua mekanisme yang diatur dalam Standar Profesi IKPI (Bagian II angka 7.4 dan angka 7.5) tersebut, Konsultan Pajak telah berusaha denganitikad baik untuk mendapatkan haknya berupa honorarium/fee. Pencantuman hak retensi juga tidak dapat dikatakan melanggar Kode Etik IKPI, khususnya larangan bagi Konsultan Pajak yang tercantum dalam Bab III Pasal 4 yang menyebutkan:

“Konsultan Pajak dilarang menetapkan syarat-syarat yang membatasi Klien untuk pindah atau memilih Konsultan Pajak lain.”

Kendatipun dalam artian yang luas hak retensimemberikan perlindungan agar Klien tidak semena-mena pindah atau mengganti Konsultan Pajak, tidak berarti pencantuman klausul hak retensi merupakan syarat yang membatasi Klien untuk pindah atau memilih Konsultan Pajak lain. Klien tetap memiliki hak untuk pindah atau memilih Konsultan Pajak lain dengan terlebih dahulu menyelesaikanpembayaran honorarium/fee kepada Konsultan Pajak yang sebelumnya. Dengan dibayarnya honorarium/fee, maka Konsultan Pajak yang sebelumnya tidak berhak menahan / meretensi sesuatu yang merupakan milik Kliennya, bahkan Konsultan Pajak yang sebelumnya berkewajiban untuk menyerahkan seluruh dokumen-dokumen yang menjadi milik Klien kepada Klien atau kepada Konsultan Pajak Pengganti yang telah ditunjuk oleh Klien (lihat Bab IV Pasal 5 angka 2 Bagian Kewajiban Konsultan Pajak Kode Etik IKPI danBagian II angka 5.4 Serah Terima dengan Konsultan Pajak Pengganti Standar Profesi IKPI). Demikian tulisan singkat mengenai konseptualisasi hak retensi yang dimiliki Konsultan Pajak, kiranya tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan Konsultan Pajak seprofesi.

Penulis adalah Anggota IKPI Cabang Bandung

Hari Yanto

Email: hari_yanto_sh@yahoo.co.id

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

id_ID