Ketum IKPI Apresiasi Putusan Tim Ad Hoc AD ART dan Kode Etik

Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan. (Foto: Departemen Humas-PP IKPI/Bayu Legianto).

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, mengapresiasi kinerja Tim Ad Hoc atas keputusan yang diambil pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) dan Kode Etik yang telah merampungkan kendala atas beberapa usulan yang timbul saat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) IKPI di Surabaya beberapa waktu lalu.

Artinya, dengan telah diputuskannya tiga pasal di ART atas usulan yang muncul di Rakernas oleh Tim Ad Hoc, maka tidak akan ada lagi pembahasan untuk permasalahan itu saat Kongres IKPI di Bali tahun 2024.

Diceritakan Ruston, terbentuknya Tim Ad Hoc adalah melanjutkan pembahasan mengenai usulan yang timbul pada pasal-pasal di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART), serta pasal di Kode Etik IKPI yang masih tertunda pembahasannya dan tidak bisa di ambil keputusan di Mukernas Surabaya.

Maka kata dia, sesuai AD ART IKPI ada mekanisme yang harus diambil untuk melanjutkan pembahasan usulan itu hingga terciota keputusan bersama. Berdasarkan itu, sebagai Ketua Umum IKPI Ruston menandatangani pembentukan Tim Ad Hoc dengan deadline 1 bulan harus menyelesaikan permasalahan itu, setelah Surat Keputusan (SK) pembentukan tim ditandatangani.

Menurutnya, ada tiga hal yang dibahas oleh Tim Ad Hoc yakni, soal rencana penghapusan 12 pengurus daerah (Pengda) IKPI, penambahan klaster anggota, dan mengenai bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun.

“Intinya, Tim Ad Hoc yang merupakan perwakilan dari 42 cabang IKPI di seluruh Indonesia, mengirimkan ketua cabang atau utusannya untuk membahas dan memutuskan itu sebagai suatu kesepakatan bersama, sehingga pada saat Kongres di Bali tidak ada lagi pembahasan-pembahasan permasalahan ini,” kata Ruston, usai menerima hasil kerja tim tersebut di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (21/9/2023).

Ruston menjelaskan, adapun keputusan Tim Ad Hoc mengenai usulan itu adalah, keberadaan Pengda masih dianggap penting sehingga keberadaannya tetap diperlukan. Namun denikian, tugas pokok dan fungsinya akan lebih dipertajam lagi, karena Pengda merupakan kepanjangan tangan dari pengurus pusat.

Sedangkan untuk penambahan klaster anggota pratama dan madya yang diusulkan saat Mukernas Surabaya, Tim Ad Hoc memutuskan hal itu belum diperlukan sehingga pasal mengenai hal itu ditiadakan.

” Pada saat rapat komisi AD ART di Surabaya ada usulan yang menyatakan bahwa hal itu perlu dilakukan untuk mengadaptasi situasi. Sebab, kebijakan itu juga sudah dilakukan oleh asosiasi profesi keuangan lain seperti IAI dan IAPI,” ujarnya.

Akhirnya kata Ruston, melalui voting Tim Ad Hoc tidak menyepakati adanya usulan penambahan klaster anggota, yang artinya klaster anggota masih mengacu kepada AD ART yang sebelumnya yakni hanya mengakui anggota tetap, terbatas dan anggota kehormatan,

“Jadi saya rasa tidak ada masalah pada putusan Tim Ad Hoc, karena semua itu ada plus minusnya. Kalau suara terbanyak mengatakan itu belum perlu, maka itu adalah yang telah diputuskan organisasi dan harus dijalankan,” katanya.

Dengan demikian lanjut Ruston, selain anggota kehormatan, anggota IKPI adalah anggota yang telah lulus Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP).

“Jadi mereka yang menjadi anggota IKPI mempunyai kebanggan tersendiri. dengan demikian, siapapun yang mau menjadi anggota IKPI harus terlebih dahulu lulus USKP. Jika tidak punya sertifikat itu, maka mereka tidak bisa menjadi anggota IKPI,” katanya.

Lebih jauh Ruston mengungkapkan, bahwa untuk penyaringan anggota apa yang telah disepakati oleh Tim Ad Hoc itu jelas bagus. Putusan itu membuat IKPI terkesan lebih eksklusif karena hanya orang-orang yang lulus USKP yang bisa menjadi anggota.

“Sebagai asosiasi profesi, memang selayaknya demikian dan bukan hanya banyak anggota. Karena, yang akan menjaga marwah asosiasi nantinya adalah anggota yang telah memiliki izin praktek konsultan pajak. Jadi, mekanismenya sesuai dengan AD ART saat ini,” katanya.

Ditanya perbedaan Tim Ad Hoc saat ini dengan sebelumnya, Ruston menyatakan bahwa sebelumnya pembentukan tim itu dilakukan apabila terjadi kebuntuan putusan saat dilakukan kongres, tetapi untuk kali ini tim tersebut dibentuk saat terjadi kebuntuan putusan di Mukernas.

“Sekarang semua permasalahan, baik itu di dalam AD ART maupun Kode Etik organisasi itu diselesaikan sebelum kongres. Dengan demikian, kongres hanya tinggal pengesahan segala sesuatu yang telah disepakati dalam Mukernas,” katanya.

Karena kata Ruston, dalam kongres nanti ada 3 agenda besar yang harus dilakukan seperti pertanggungjawaban pengurus, usulan perubahan AD ART, program kerja dan kode etik serta pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Umum dan Ketua Pengawas.

Artinya, di kongres tidak akan ada lagi pembahasan setuju atau tidak dengan aturan yang sudah merupakan resultante pembahasan saat di Mukernas. Dengan demikian saat di kongres tinggal di sahkan saja.

Berdasarkan hal itu, Tim Ad Hoc harus menyelesaikan permasalahan dan kebuntuan yang terjadi di Mukernas, paling lambat satu bulan setelah diterbitkannya SK pembentukan tim itu oleh Ketua Umum.

Menurut Ruston, keputusan Tim Ad Hoc ini mencermin berjalannya sistem demokrasi di IKPI. Artinya, semua permasalahan yang terjadi diselesaikan melalui musyawarah mufakat maupun pengambilan suara terbanyak (voting).

Seperti usulan penghapusan Pengda yang mencuat saat rapat Komisi AD ART di Surabaya, dan hasilnya melalui voting oleh Tim Ad Hoc, keberadaan Pengda tetap dipertahankan namun akan ada penambahan Tupoksi yang diberikan.

“Mungkin awal usulan penghapusan pengda berangkat dari ketidakefektifan peran beberapa pengda kepada cabang. Namun ada juga cabang yang berkata sebaliknya, kalau keberadaan mereka sangat efektif dan membantu cabang,” katanya. (bl)

 

id_ID