IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah merampungkan kebijakan fiskal baru berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan memberikan keringanan pajak bagi BUMN yang melakukan aksi korporasi. Aturan ini ditargetkan terbit pada Desember 2025, sebagaimana disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai mengikuti Rapat Dewan Pengawas Danantara di Jakarta Selatan, Jumat (5/12/2025).
Airlangga menekankan bahwa restrukturisasi dan konsolidasi berbagai BUMN, termasuk Pertamina, membutuhkan kepastian perpajakan agar proses merger, akuisisi, dan penataan ulang lainnya tidak menghambat kinerja perusahaan.
“Butuh penyesuaian PMK tentang perpajakan. Itu yang kita selesaikan, bukan hanya untuk Pertamina, tetapi keseluruhan proses BUMN,” ujarnya.
Ia berharap beleid tersebut rampung tepat waktu. “Kalau PMK-nya sih mudah-mudahan Desember ini selesai.”
Rencana tersebut selaras dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan penyederhanaan jumlah BUMN dari hampir 1.000 entitas menjadi sekitar 200 perusahaan aktif. Proses perampingan besar ini dipastikan memicu banyak aksi korporasi sehingga memerlukan dukungan fiskal yang terukur.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyebut insentif tersebut akan berlaku untuk jangka 3 hingga 4 tahun ke depan. Ia memastikan fasilitas ini bukanlah pengurangan kewajiban pajak atas transaksi restrukturisasi, tetapi mekanisme agar reorganisasi BUMN tidak menggerus potensi dividen.
“Nanti ada kerangka regulasi yang membuat BUMN lebih efisien dan merger-mergernya lebih ekonomis,” jelas Bimo.
Namun, ia menggarisbawahi bahwa pembahasan antara Kemenkeu dan pemangku kepentingan terkait masih belum final. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya juga menegaskan bahwa setiap insentif hanya akan diberikan sepanjang sesuai koridor peraturan perundang-undangan.
Dengan penyusunan PMK yang memasuki tahap akhir, pemerintah berharap konsolidasi besar-besaran BUMN dapat berjalan lebih efisien tanpa memberikan tekanan berlebih pada penerimaan negara. (alf)
