IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri MulyaniIndrawati mencatat penerimaan pajak hingga April 2024 mencapai Rp624,19 triliun atau 31,38 persen dari APBN 2024.
“Penerimaan pajak sampai akhir April Rp624,19 triliun. Ini artinya 31,38 persen dari APBN dikumpulkan sampai akhir April,” ujar wanita uang akrab disapa Ani itu dalam Konferensi Pers APBN KiTA seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (28/5/2024).
Dalam paparannya, penerimaan pada Januari tercatat sebesar Rp149,25 triliun atau 7,50 persen dari pagu, kemudian naik menjadi Rp269,02 triliun pada Februari atau 13,53 persen dari pagu, kemudian naik menjadi Rp393,91 triliun pada Maret atau 19,81 persen pagi, dan pada April menjadi Rp624,19 triliun pada April.
Menurut Bendahara Negara itu, akselerasi penerimaan pajak pada April dipengaruhi oleh setoran Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan korporasi.
Secara rinci, penerimaan pajak melalui pajak penghasilan (PPh) non migas tercatat mencapai Rp377 triliun atau 35,45 persen dari target APBN.
“Ini masih cukup on track untuk kinerja empat bulan, tapi growth-nya negatif 5,43 persen,” lanjut dia.
Terkontraksinya PPh non migas dipengaruhi oleh melemahnya serapan PPh tahunan badan yang mencerminkan penurunan profitabilitas pada 2023. Sehingga, kewajiban pajak pun mengalami penurunan.
Hal ini terutama terjadi pada perusahaan-perusahaan di sektor komoditas, termasuk pertambangan.
Kemudian, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) tercatat sebesar Rp218,5 triliun atau 26,93 persen dari pagi. Secara progres, kinerja PPN dan PPnBM lebih lanmat dari yang seharusnya berada di kisaran 33 persen. Namun, penerimaan pajak ini mengalami pertumbuhan sebesar 5,93 persen.
Kemudian pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp3,87 triliun atau 10,27 persen dari pagu. Lalu penerimaan PBB dan pajak lainnya terkontraksi 22,59 persen akibat tidak terulangnya tagihan pajak pada 2023.
Sementara PPh migas tercatat Rp24,81 triliun atau 32,49 persen dari pagu, terkontraksi 23,24 persen akibat penurunan lifting minyak dan gas dari tahun ke tahun.
Lebih lanjut, Sri Mulyani melaporkan penerimaan kepabeanan dan cukap mencapai Rp95,7 triliun pada empat bulan pertama 2024. Angka ini naik tipis 1,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Rinciannya, penerimaan bea masuk tercatat Rp15,7 triliun, turun 0,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Penurunan tarif bea masuk dari 1,47 persen jadi 1,35 persen menjadi kontribusi penurunan penerimaan. Komoditas utama kita seperti kendaraan roda empat, suku cadang kendaraan, gas alam itu mengalami penurunan dari masuknya ke dalam negeri,” tutur dia.
Kemudian penerimaan bea keluar pada Januari-April tercatat Rp5,8 triliun, melonjak 40,6 persen dari periode yang sama tahun lalu.
“Terutama untuk bea keluar barang mineral yang tumbuh 6 kali lipat karena ada relaksasi ekspor mineral,” ujar Ani.
Tercatat, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp203,3 triliun, terkontraksi 6,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Penerimaan PNBP ini tercatat lebih rendah jika dibandingkan tahun lalu, yakni sebesar Rp217,9 triliun.
Menurut Ani, PNBP tahun lalu tinggi dikarenakan kontribusi dari SDA migas dan non migas. Sayangnya, kontribusi ini berangsur-angsur menurun. PNBP migas dan non migas SDA sama-sama tercatat mengalami penurunan.
“Untuk migas itu kontraksi 10,4 persen, yaitu dari Rp40,9 triliun tahun lalu. Untuk non migas SDA turun lebih tajam Rp39,2 triliun dari Rp57,6 triliun, turunnya 31,9 persen,” ungkapnya. (bl)