Kanwil DJP Jatim III Perkenalkan Fitur Taxpayer Ledger untuk Cegah Sengketa Pajak

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur (Kanwil DJP Jatim) III memperkenalkan fitur Taxpayer Ledger (Buku Besar Wajib Pajak) dalam aplikasi Coretax kepada Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Malang. Fitur ini dihadirkan untuk meningkatkan transparansi dan mencegah potensi sengketa pajak.

Kepala Seksi Bimbingan Penyuluhan dan Pengelolaan Dokumen Kanwil DJP Jatim III, Erna Irawati, dalam keterangan resminya yang diterima, Rabu (6/3/2025) menjelaskan bahwa Taxpayer Ledger merupakan fitur yang mencatat seluruh transaksi perpajakan Wajib Pajak, baik dari sisi kewajiban maupun hak yang telah dilakukan.

“Buku Besar Wajib Pajak memberikan informasi lengkap tentang posisi perpajakan seseorang atau badan, sehingga Wajib Pajak bisa lebih mudah melakukan rekonsiliasi data serta memastikan kepatuhan mereka,” ujar Erna.

Fitur ini memiliki dua menu utama. Pertama, menu Debit yang mencatat kepatuhan kewajiban Wajib Pajak, seperti Surat Pemberitahuan Kurang Bayar (SPTKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Tagihan Pajak (STP), hingga putusan hukum yang menyebabkan adanya kekurangan pembayaran pajak. Kedua, menu Kredit yang mencerminkan hak Wajib Pajak, seperti pembayaran pajak yang telah dilakukan, deposito pajak, restitusi yang diterima dalam SPT Lebih Bayar (SPTLB) atau SKP Lebih Bayar (SKPLB), serta kompensasi atau pengurangan pajak tertentu.

Dengan adanya Buku Besar Wajib Pajak di Coretax, Wajib Pajak, khususnya di sektor properti, dapat lebih mudah memonitor status pajaknya secara real-time. Hal ini diharapkan mampu mencegah potensi sengketa akibat perbedaan pencatatan serta memastikan perhitungan pajak yang lebih akurat.

Lebih lanjut, Erna berharap fitur ini dapat mendorong kepatuhan sukarela yang lebih tinggi karena dapat mengurangi risiko denda atau sanksi akibat kesalahan administrasi perpajakan. Implementasi fitur ini diyakini dapat membantu meningkatkan rasio pajak yang saat ini masih berkisar antara 10,09 persen hingga 10,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Ke depan, Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya mengedukasi Wajib Pajak mengenai pemanfaatan teknologi dalam sistem perpajakan. Digitalisasi dan transparansi yang semakin meningkat diharapkan dapat memberikan manfaat besar bagi Wajib Pajak serta membantu pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara. (alf)

 

id_ID