IKPI, DIY: Ketua Departemen Humas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Jemmi Sutiono menegaskan bahwa masa depan sistem perpajakan Indonesia akan sepenuhnya bergerak menuju era digital. Melalui penerapan Core Tax Administration System (CTAS), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah membangun dan menstabilkan sistem perpajakan nasional yang terpadu, adaptif, dan berorientasi pada pelayanan cerdas (smart taxation).
Pemaparan tersebut disampaikan Jemmi dalam kuliah umum Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) bertajuk “Digitalisasi Perpajakan: Coretax Membangun Sistem Pajak Digital yang Terpadu dan Adaptif”, Rabu (29/10/2025).
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber, yakni Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dan Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono, serta dimoderatori oleh Ketua IKPI Cabang Sleman, Hersona Bangun.
Dalam paparannya, Jemmi menjelaskan bahwa di masa depan, seluruh interaksi antara wajib pajak dan otoritas pajak akan berbasis digital. Mulai dari pendaftaran hingga pemeriksaan pajak dapat dilakukan secara daring tanpa tatap muka langsung, sehingga wajib pajak tidak direpotkan.
“Digitalisasi memungkinkan transparansi, mengurangi potensi penyimpangan, dan mendorong kepercayaan antara fiskus dan wajib pajak. Ini arah masa depan yang harus kita siapkan bersama,” ujar Jemmi.
Ia menilai bahwa masa depan Indonesia adalah digital, dan sektor perpajakan tidak boleh tertinggal dari transformasi tersebut. Menurutnya, digitalisasi bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan mendasar untuk memperluas basis pajak, meningkatkan efisiensi proses dan kerja, serta memperkuat penerimaan negara.
“Kita tidak bisa bicara pajak masa depan tanpa bicara digitalisasi. Sistem fiskal harus sejalan dengan arah transformasi nasional menuju pemerintahan digital,” tambahnya.
Jemmi menjelaskan bahwa reformasi perpajakan Indonesia telah berjalan selama dua dekade dan kini memasuki fase paling strategis, yaitu transformasi digital DJP. Transformasi ini meliputi empat aspek utama proses bisnis, organisasi, SDM, dan teknologi informasi dengan Coretax sebagai pengikat seluruh pilar tersebut.
“Coretax bukan hanya perangkat lunak, tapi simbol perubahan cara berpikir. Ia menjadi alat untuk memastikan reformasi berjalan konsisten,” jelasnya.
Jemmi memaparkan tujuh manfaat utama Coretax bagi sistem perpajakan nasional, yaitu:
1. Integrasi seluruh data wajib pajak dalam satu sistem;
2. Otomasi proses administrasi;
3. Peningkatan efisiensi pelayanan pajak;
4. Akurasi data penerimaan negara;
5. Transparansi dan akuntabilitas pelaporan;
6. Deteksi dini potensi pelanggaran;
7. Penguatan pengawasan berbasis analitik data.
“Dengan satu aplikasi terintegrasi, DJP dapat memantau secara real-time perilaku kepatuhan wajib pajak. Ini pondasi menuju smart taxation,” terang Jemmi.
Ia juga menjelaskan bahwa smart taxation merupakan sistem perpajakan yang cerdas, responsif, dan berbasis data. Dengan dukungan teknologi big data, artificial intelligence (AI), dan machine learning, kebijakan fiskal dapat diambil secara prediktif dan lebih tepat sasaran.
Dalam konteks makro, Jemmi menyoroti pentingnya penerimaan pajak sebagai tulang punggung APBN. Meski penerimaan pajak Indonesia terus meningkat, rasio pajak (tax ratio) masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN.
“Tantangan utama kita bukan menaikkan tarif, tetapi memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan sukarela. Di sinilah teknologi seperti Coretax menjadi sangat penting,” tegasnya.
Konsultan Pajak di Era Digital
Menutup paparannya, Jemmi menyoroti peran strategis profesi konsultan pajak dalam mendukung transformasi digital perpajakan nasional.
Menurutnya, konsultan pajak tidak lagi sekadar penyusun laporan atau pengisi SPT, melainkan penasihat strategis yang membantu wajib pajak memahami sistem, risiko, dan kepatuhan berbasis data.
“Konsultan pajak masa depan harus memahami data, sistem, dan etika profesi. Karena setiap langkah kini terekam secara digital,” ujarnya.
Jemmi juga mengingatkan pentingnya menjaga integritas dan profesionalisme konsultan pajak, termasuk menjaga kerahasiaan klien, menaati kode etik, serta memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat.
“Digitalisasi tidak akan menggantikan manusia, tetapi akan menggantikan mereka yang tidak mau beradaptasi. Mahasiswa hari ini harus menjadi bagian dari transformasi itu,” pungkasnya. (bl)
