Insentif Impor Mobil Listrik CBU Berakhir 2025, Produsen Wajib Mulai Produksi Lokal

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kebijakan insentif impor mobil listrik completely built up (CBU) yang selama ini dinikmati enam produsen besar dipastikan berakhir pada 31 Desember 2025. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, peluang perpanjangan insentif tersebut nyaris tertutup.

Mahardi Tunggul Wicaksono, Direktur Industri Elektronika dan Telematika sekaligus Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada pembahasan lintas kementerian terkait keberlanjutan program tersebut.

“Sejauh ini belum ada rapat ataupun pertemuan resmi mengenai perpanjangan insentif. Jadi bisa diasumsikan kebijakan ini akan berakhir sesuai regulasi yang berlaku,” kata Mahardi dalam diskusi Polemik Insentif BEV Impor di Gedung Kemenperin, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Produsen Wajib Produksi Mulai 2026

Insentif impor mobil listrik CBU berlaku sejak Februari 2024. Melalui skema ini, produsen bisa memasukkan unit tanpa bea masuk dan PPnBM, dengan syarat memberikan jaminan bank garansi. Namun mulai 1 Januari 2026, perusahaan peserta diwajibkan memproduksi mobil listrik di dalam negeri dengan jumlah setara total unit yang sudah diimpor.

Periode produksi tersebut berlangsung hingga akhir 2027, sesuai peta jalan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Selanjutnya pada 2028, pemerintah akan melakukan audit. Jika jumlah produksi tidak sesuai dengan kuota impor, maka bank garansi dapat dicairkan untuk menutup kewajiban produsen.

Enam produsen yang ikut program ini antara lain BYD Auto Indonesia, Vinfast Automobile Indonesia, Geely Motor Indonesia, Era Industri Otomotif (Xpeng), National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus, VW), serta Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).

Meski memberi dorongan signifikan terhadap pasar kendaraan listrik, insentif impor ini juga menimbulkan dilema. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyebut insentif impor mobil listrik CBU menguntungkan peserta, namun memberi tekanan pada produsen mobil konvensional yang selama ini mengandalkan basis produksi lokal.

“Penjualan BEV memang meningkat tajam, tetapi pada saat yang sama menekan kendaraan konvensional yang TKDN-nya sudah tinggi, mencapai 85 persen. Padahal itu model dengan harga terjangkau sekitar Rp250 juta dan cukup diminati masyarakat,” jelas Kukuh.

Data Gaikindo mencatat, pangsa pasar mobil listrik murni (BEV) periode Januari–Juli 2025 sudah menembus 9,7 persen atau setara 42.250 unit. Angka ini hampir dua kali lipat dari sepanjang 2024 yang hanya 4,99 persen (43.194 unit).

Dengan berakhirnya insentif impor akhir tahun ini, peta persaingan industri otomotif di Indonesia bakal berubah. Produsen peserta wajib beralih ke produksi lokal, sementara produsen konvensional berharap pasar kembali lebih berimbang. (alf)

 

id_ID