Ini Negara yang Mulai Tinggalkan Dolar AS Dalam Transaksi Perdagangan

Dolar AS (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Sejumlah negara mulai meninggalkan dolar AS sebagai mata uang dalam transaksi perdagangannya. Fenomena ini disebut sebagai dedolarisasi.

Akibat kecenderungan ini, posisi dolar AS sebagai mata uang yang paling banyak digunakan untuk transaksi lintas negara (cross-border) pun kini tergeser oleh mata uang China, Yuan. Kini, Yuan menguasai 48,4 persen penggunaan mata uang yang digunakan dalam transaksi global.

Sementara itu, dolar AS harus puas dengan porsi penguasaan sebesar 46,7 persen.

Lantas negara mana saja yang mulai meninggalkan dolar AS dalam transaksi perdagangannya?

1. Argentina-China
Negara terbaru yang meninggalkan dolar AS adalah Argentina. Negara tersebut berkomitmen mulai membayar impor dari China menggunakan yuan alih-alih dolar AS.

Pada April ini, Argentina berencana membayar US$1 miliar nilai impor China dengan yuan. Selanjutnya, sekitar US$790 juta impor bulanan juga akan dibayar dengan yuan.

Menteri Ekonomi Argentina Sergio Massa mengatakan keputusan tersebut bertujuan untuk meringankan arus keluar dolar.

2. China-Brasil
China dan Brasil sepakat untuk tidak lagi menggunakan dolar AS dalam transaksi perdagangan antar kedua negara tersebut. Keduanya sepakat beralih menggunakan mata uang mereka sendiri, yuan dan real.

“Harapannya adalah ini akan mengurangi biaya, mempromosikan perdagangan bilateral yang lebih besar dan memfasilitasi investasi,” kata Badan Promosi Perdagangan dan Investasi Brasil (ApexBrasil) dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AFP, Kamis (30/3).

Kesepakatan antara China dan Brasil menembus US$171,49 miliar. Artinya, ada permintaan dolar sebesar US$171 miliar yang hilang dalam perdagangan global.

3. Indonesia-China
Tak hanya dengan Brasil, China juga melakukan transaksi perdagangan dengan mata uang lokal local currency settlement (LCS) dengan Indonesia mulai 2021 lalu.

BI menuturkan pihaknya dan PBC telah menunjuk sejumlah bank di negara masing-masing untuk berperan sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD). Bank-bank yang ditunjuk adalah perusahaan yang memiliki kemampuan memfasilitasi transaksi rupiah dan yuan.

Bank-bank yang telah ditetapkan sebagai ACCD di Indonesia, antara lain PT BCA Tbk, Bank of China (Hong Kong) Ltd, PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Bank ICBC Indonesia, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Lalu, PT Bank Maybank Indonesia Tbk, PT BNI (Persero) Tbk, PT Bank OCBC NISP Tbk, PT Bank Permata Tbk, PT BRI (Persero) Tbk, PT Bank UOB Indonesia.

4. Indonesia-Australia

Bank Indonesia dan Reverse Bank of Australia memutuskan untuk untuk meninggalkan dolar melalui kebijakan Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA). Dengan kebijakan yang berlaku sejak 18 Februari 2022 itu, Indonesia dan Australia sepakat menggunakan rupiah dan dolar Australia dalam perdagangan yang dilakukan antar kedua negara.

Penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan akan berlaku selama tiga tahun setelah disepakati dan dapat diperpanjang atas kesepakatan kedua bank sentral.

Dengan perjanjian ini, maka perdagangan antar kedua negara akan menggunakan mata uang lokal dengan nilai maksimal mencapai Rp100 triliun atau 10 miliar dolar Australia.

Kebijakan ini merupakan yang ketiga kalinya dilakukan antar kedua bank sentral. Pertama kali dilakukan pada Desember 2015.

5. Indonesia-Singapura
Bank Indonesia (BI) dan Monetary Authority of Singapore (MAS) menyepakati perpanjangan perjanjian kerja sama keuangan bilateral dengan meninggalkan dolar AS pada 4 November lalu. Perjanjian itu berlaku hingga November tahun ini.

Direktur Departemen Komunikasi BI Nita A Muelgini mengatakan kerja sama ini telah berlangsung sejak November 2018 sebagai tindak lanjut dari kesepakatan antara Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong.

Ada dua perjanjian yang disepakati. Pertama, Local Currency Bilateral Swap Agreement (LCBSA) yang memungkinkan dilakukannya pertukaran mata uang lokal antara kedua bank sentral hingga senilai 9,5 miliar dolar Singapura atau Rp100 triliun.

Kedua, Bilateral Repo Line (BRL), yang memungkinkan dilakukannya transaksi repo antara kedua bank sentral untuk mendapatkan likuiditas dalam dolar AS hingga senilai US$3 miliar, dengan menjaminkan obligasi pemerintah yang diterbitkan oleh negara-negara G3 (Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman) yang dimiliki oleh kedua bank sentral. (bl)

 

id_ID