IKPI: Putusan MK Tentang Pengadilan Pajak Meletakkan Pondasi yang Tepat Kepada Pengadilan Pajak

IKPI, Jakarta: Beberapa waktu lalu Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak melalui putusan MK bernomor 26/PUU-XXI/2023. Permohonan yang diajukan Nurhidayat dkk itu pada pokoknya meminta majelis Mahkamah Konstitusi untuk menguji konstitusionalitas Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak yang berbunyi “Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan”.

Melihat hasil putusan MK tersebut, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) rupanya tertarik membahasnya lebih jauh. Karena, sebagai asosiasi konsultan pajak tertua dan terbesar dengan memiliki lebih dari 6.000 anggota hal itu sangat penting untuk dicermati dan digali lebih mendalam.

Anggota Departemen Litbang, IKPI Arifin Halim mengatakan putusan MK itu harus dilihat secara objektif. Karena, pasca putusan atas Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, maka sejak 31 Desember 2026 nanti pembinaan atas Pengadilan Pajak menjadi satu atap oleh Mahkamah Agung.

Menurut Arifin, putusan itu sejalan dengan trias politica yang dianut Indonesia yaitu memisahkan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dengan  Pengadilan Pajak sepenuhnya di bawah yudikatif/Mahkamah Agung, masyarakat Wajib Pajak termasuk dalam hal ini investor tentu melihatnya sebagai hal yang positif, karena eksekutif sudah tidak terlibat dalam Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak yang berada satu atap di bawah MA juga sejalan dengan Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945.

“Hal ini akan memberikan keyakinan bagi para stake holders termasuk investor akan independensi hakim Pengadilan Pajak semakin meningkat dalam memutuskan perkara,” kata Arifin melalui pesan Whatsapp, Senin (10/7/2023).

Lebih lanjut Arifin mengungkapkan, investor saat akan memutuskan berinvestasi di suatu negara, sangat memperhatikan kepastian hukum di negara mana tujuan investasinya. Dengan demikian, apa yang menjadi keputusan MK adalah tepat.

Dicontohkannya, pasca perang dagang Amerika Serikat dengan China (tahun 2018-2019), 33 perusahaan melakukan opsi relokasi usaha keluar dari China dan saat itu Indonesia bukan negara tujuan investasi mereka. Kemudian Nissan Motor Co., Ltd di Jepang pada bulan Mei 2020 resmi mengumumkan penutupan pabrik mobilnya di Purwakarta, Indonesia dan selanjutnya berkonsentrasi di pabriknya yang ada di Thailand, kemudian di Thailand mereka merekrut karyawan baru sebanyak 2.000 orang. 

“Kita berharap di masa mendatang, Indonesia lebih menjadi negara tujuan investasi bagi investor. Untuk itu kepastian hukum yang berkeadilan sangat dibutuhkan, dan keputusan MK ini adalah salah satunya,” kata Arifin.

Selain itu kata dia, tersedianya kuasa hukum pada pengadilan pajak dalam jumlah yang cukup dan memiliki keahlian khusus sebagaimana yang dimiliki oleh konsultan pajak yang mampu menangani  sengketa pajak dengan profesional adalah bagian dari lahirnya kepastian hukum yang berkeadilan melalui Pengadilan Pajak.

Disinggung apakah putusan MK tersebut bisa menjadi ancaman bagi profesi konsultan pajak yang beracara di pengadilan, Arifin menjelaskan bahwa dirinya belum melihat ada ancaman kearah itu. 

Menurut dia, Pengadilan Pajak adalah Pengadilan Khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 9A UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana  telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 51 Tahun 2009. Sengketa pajak yang masuk ke Pengadilan Pajak adalah sengketa yang sangat khusus dan membutuhkan keahlian khusus dalam menanganinya.

“Jadi, diperlukan  kuasa hukum pada pengadilan pajak  yang menguasai peraturan perpajakan dengan baik, ilmu akuntansi, ilmu ekonomi, dan proses bisnis, yang saat ini telah dimiliki oleh konsultan pajak,” ujarnya.

Dia juga mengungkapkan, pengadilan khusus yang mirip dengan Pengadilan Pajak juga dapat dilihat dalam Peradilan Hubungan Industrial yang merupakan pengadilan khusus dari lingkungan peradilan umum. Dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur ”Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya”.

“Kuasa hukum pada Pengadilan Pajak yang tidak menguasai keahlian khusus seperti yang telah dimiliki oleh Konsultan Pajak akan sangat merugikan wajib pajak yang mencari keadilan atas sengketa pajak yang dihadapinya. Bila hal ini terjadi, tentu  dapat menurunkan minat investor untuk berinvestasi di Indonesia,” katanya.

Kemajuan dunia internet menjadikan dunia menjadi tanpa batas, sehingga bila ada informasi yang tidak kondusif tentang iklim investasi, hal itu  akan sangat dengan mudah menyebar di seluruh dunia. Bila hal ini terjadi pada Indonesia, tentu menjadi kontraproduktif bagi promosi investasi Indonesia.

“Oleh karena itu, Mahkamah Agung perlu untuk mempertahankan hukum acara tentang persyaratan seorang kuasa hukum pada pengadilan pajak sebagaimana yang sudah berjalan selama ini,” ujarnya.

Saat ditanya apakah dengan adanya putusan ini konsultan pajak bisa tetap beracara di Pengadilan Pajak, Arifin menjelaskan bahwa hal itu masih diperbolehkan kecuali hukum acaranya tentang persyaratan seorang kuasa hukum pada Pengadilan Pajak diubah oleh Mahkamah Agung. 

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan bahwa siapa yang dapat mewakili seseorang di Pengadilan Pajak nanti setelah 31 Desember 2026, yaitu setelah organisasi, administrasi dan keuangan Pengadilan Pajak sepenuhnya dibawah Mahkamah Agung, hal itu tergantung dari Hukum Acara yang akan diterapkan oleh Mahkamah Agung sendiri nanti. 

Sepanjang Mahkamah Agung masih mengadopsi Hukum Acara Pengadilan Pajak yang masih berlaku saat ini mengingat kekhususan Pengadilan Pajak dimana yang menjadi syarat utama Kuasa Hukum adalah penguasaan/keahlian dalam bidang perpajakan, maka tentu tidak akan ada perubahan mendasar menegnai Kuasa Hukum, kata Ruston.  (bl)

 

id_ID