IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) meminta pemerintah untuk membantu mendorong lahirnya Undang-Undang Konsultan Pajak. Hal ini mengingat perlu adanya payung hukum yang kuat, untuk melindungi wajib pajak dan konsultan pajak sebagai profesi yang berkontribusi membantu pemerintah dalam mencapai target penerimaan pajak.
Demikian dikatakan Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan, saat menerima kunjungan Senior Advisor Australian Taxation Office (ATO)- Prospera Grant Leader di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (31/1/2024).
Dikatakan Ruston, sebanyak 80% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperoleh dari sektor perpajakan. Artinya, seharusnya pemerintah ikut melindungi orang-orang yang memang berkontribusi terhadap penerimaan negara tersebut, termasuk dalam hal ini profesi Konsultan Pajak.
“Caranya ya ikut serta mendorong lahirnya UU Konsultan Pajak. Apalagi selama tiga tahun berturut (2021, 2022 dan 2023) perolehan pajak selalu melampaui dari target APBN. Kami berharap tahun ini UU tersebut bisa direalisasikan,” ujarnya.
Diungkapkannya, dalam pertemuan itu Ruston yang didampingi oleh sejumlah pengurus pusat IKPI juga menyampaikan, bahwa sudah waktunya UU Konsultan Pajak itu hadir untuk melindungi Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya serta memperkuat profesi Konsultan Pajak yang lebih mandiri dan profesional dalam membantu Wajib Pajak. Karena, profesi lainnya seperti advokat, akuntan, notaris, dokter dan bahkan profesi perawat pun telah mempunyai UU profesi yang melindungi profesi mereka.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa inti kunjungan perwakilan ATO ke IKPI adalah melihat dan mengkaji bagaimana meningkatkan peran konsultan pajak di Indonesia, sebagai intermediaries. Karena, sebelum kunjungan ke IKPI Grant sudah berdikusi juga dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan PPPK, Kemenkeu.
“Grant dari ATO mengunjungi IKPI sebagai organisasi profesi konsutan pajak terbesar untuk mengetahui lebih jauh, apa yang diinginkan dan dilakukan oleh IKPI sebagai organisasi profesi,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu kata Ruston, Grant juga banyak bertanya bagaimana IKPI menegakkan kode etik organisasi, dia juga meminta tanggapan kita bagaimana mengenai kuasa pajak, nah kemudian kita sampaikan pendapat IKPI seperti yang selama ini kita suarakan bahwa kuasa itu harus dalam “lapangan” yang sama artinya tidak boleh ada diskriminasi atau pembedaan perlakuan.
Jika hak semua Kuasa Wajib Pajak dalam membantu Wajib Pajak sama, maka kewajiban , persyaratan, pengawasan terhadap Kuasa Pihak Lain yang non konsultan pajak juga harus sama, seperti memiliki izin praktik, memberikan laporan tahunan konsultan pajak, mengikuti kegiatan program Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPL) dan sebagainya.
“Jadi kalau kewenangannya disamakan, seharusnya pemerintah juga menyamakan persyaratan dan kewajiban dari kuasa konsultan pajak dan non-konsultan pajak. Saya katakan sekali lagi, jangan ada diskriminasi dalam kebijakan dan pengaturan,” kata Ruston.
Ruston juga mempertanyakan, siapa yang melakukan pengawasan terhadap seseorang yang non-konsultan pajak?. Kuasa Wajib pajak ada aturannya, dan ada juga lembaga yang mengawasinya, baik itu pemerintah maupun organisasi profesi.
“Setiap konsultan pajak diwajibkan untuk mengikuti PPL untuk memastikan kompetensinya tetap terjaga.” Peraturan Perpajakan sangat dinamis dan sering berubah mengikuti perkembangan proses bisnis dan kebijakan perpajakan sehingga mengikuti PPL menjadi kewajiban bagi Konsultan Pajak.
Sementara itu, Ketua Departemen Humas IKPI Henri PD Silalahi mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik kunjungan Grant yang salah satunya ingin mengetahui tata kelola konsultan pajak ataupun kuasa wajib pajak.
Dengan pertemuan ini tentu diharapkan, Undang-undang Konsultan Pajak yang kita perjuangkan untuk wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dan pada saat yang bersamaan juga memberikan kepastian hukum bagi profesi Konsultan pajak, bisa tercapai. Salah satu yang harus diatur adalah mengenai kuasa wajib pajak yang harus diperjelas setingkat Undang-undang.
Menurut Henri, saat ini terdapat ketidakjelasan di dalam pengaturan maupun pelaksanaannya. “Permasalahan-permasalahan yang terjadi dilapangan sudah kita ungkapkan kepada Grant, kita harapkan Grant dapat memberikan masukan kepada pemerintah, dalam hal ini DJP dan PPPK,” katanya. (bl)