IKPI Ajak Generasi Muda Wujudkan Semangat Sumpah Pemuda Lewat Kontribusi Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam momentum Hari Sumpah Pemuda tahun ini, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam memperkuat kontribusi pajak untuk pembangunan nasional. Pesan itu mengemuka dalam podcast spesial bertema “Semangat Sumpah Pemuda dan Kontribusi Lewat Pajak” yang menghadirkan Dewi Sukowati, Pengurus Pusat IKPI; Rian Sumarta, Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Utara; serta dua mahasiswa Universitas Indonesia, Muhammad Hermaen Pasha dan Ryan Aahyu Setiawan, dari Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, baru- baru ini.

Dewi Sukowati membuka perbincangan dengan nada optimistis. Ia menyebut semangat Sumpah Pemuda tak hanya dimaknai sebagai peringatan sejarah, tetapi juga sebagai panggilan bagi generasi muda untuk memberi kontribusi nyata bagi negeri.

“Pajak itu bentuk modern dari semangat Sumpah Pemuda. Kalau dulu para pemuda bersatu memperjuangkan kemerdekaan, sekarang kita bersatu menjaga keberlanjutan bangsa melalui kepatuhan pajak,” ujarnya.

Dewi menegaskan bahwa pajak merupakan instrumen vital dalam pembiayaan negara. Karena itu, memahami pajak sejak dini menjadi bentuk partisipasi cerdas generasi muda terhadap pembangunan nasional. Menurutnya, edukasi pajak seharusnya tidak lagi dianggap rumit, melainkan perlu dibawa ke ruang-ruang diskusi populer seperti podcast, agar lebih mudah dicerna oleh masyarakat luas.

Dalam sesi perkenalan, Pasha dan Ryan dari Universitas Indonesia mengaku banyak teman sebayanya masih merasa pajak itu menakutkan.

“Kalau aku, satu kata: serem,” ungkap Pasha.

Ia menjelaskan, banyak masyarakat yang melihat pajak hanya dari sisi kewajiban membayar, tanpa memahami manfaat yang dihasilkan bagi kesejahteraan publik.

Sementara itu, Ryan menggambarkan kesan pertamanya tentang pajak dengan kata “bingung”. Menurutnya, masyarakat sering kali tidak tahu pajak apa saja yang mereka bayarkan setiap hari.

“Kita makan di restoran, beli barang, semua kena pajak. Tapi banyak yang nggak tahu bedanya pajak pusat dan pajak daerah,” tuturnya.

Bagi Ryan, tantangan mahasiswa fiskal justru terletak pada bagaimana menjelaskan konsep rumit itu dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat umum.

Dewi menilai fenomena itu sebagai peluang bagi kalangan muda untuk menjadi agen edukasi pajak. Ia berharap mahasiswa jurusan fiskal mampu berperan aktif di masyarakat dengan cara menjelaskan sistem perpajakan secara sederhana dan komunikatif.

“Kalau anak muda sudah paham dan bisa menjelaskan pajak dengan bahasa rakyat, itu langkah besar untuk menumbuhkan budaya pajak yang sehat,” katanya.

Di sisi lain, Dewi juga menyinggung soal persepsi negatif yang kerap melekat pada pajak. Menurutnya, hal itu hanya bisa diubah dengan memperbanyak literasi, transparansi, dan komunikasi dua arah antara otoritas pajak, konsultan, dan masyarakat.

“Kalau masyarakat merasa didengarkan dan dijelaskan dengan baik, kepatuhan pajak akan tumbuh dari kesadaran, bukan paksaan,” ujarnya.

Diskusi podcast kemudian menyoroti peran konsultan pajak dalam membangun jembatan komunikasi antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dewi menekankan, profesi konsultan pajak memiliki fungsi edukatif, bukan sekadar administratif.

“Kami tidak hanya membantu menghitung pajak, tapi juga menjelaskan aturan baru, menenangkan wajib pajak yang bingung, bahkan mencegah kesalahpahaman yang bisa berujung sengketa,” jelasnya.

Dewi berpesan kepada generasi muda Indonesia.

“Sumpah Pemuda adalah semangat untuk bersatu, berkontribusi, dan mencintai negeri. Hari ini, cara termudah melanjutkan semangat itu adalah dengan menjadi warga negara yang sadar pajak. Dari pemuda, untuk Indonesia,” tutupnya. (bl)

id_ID