IKPI, Jakarta: Membangun firma konsultan pajak bukan perkara mudah. Dibutuhkan mental baja, keberanian menantang ketidakpastian, dan ketekunan untuk bertahan di tengah tekanan. Pesan itu disampaikan Hidajat Hoesni, pendiri Falcon Strategic Consulting sekaligus Anggota Departemen Kerja Sama Organisasi, Asosiasi dan Bisnis – Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), saat berbicara di depan puluhan anggota tetap baru IKPI pada acara Inaugurasi Anggota Tetap Baru di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).
“Kalau kita takut gagal, jangan coba-coba buka konsultan pajak. Harus punya mental kuat, pantang menyerah, berani menanggung risiko dan disiplin waktu,” tegas Hidajat dalam sesi presentasi bertajuk “Tax Firm 360°: Create, Manage, Scale.”
Ia mengisahkan perjalanannya membangun Falcon Tax Consultant sejak 2011. Berawal dari kantor mungil seluas 48 meter persegi dengan modal terbatas, kini Falcon telah tumbuh menjadi firma kokoh berkapasitas besar.
“Dulu saya buka kantor sendirian, tanpa staf. Cashflow ketat, uang keluar lebih cepat dari uang masuk, dan sulit mencari karyawan berbakat (talent scarcity). Tapi pelan-pelan kami berkembang,” ujarnya.
Hidajat menuturkan, keputusan mendirikan firma sendiri bukan karena ambisi menyaingi siapa pun, tetapi karena passion dan keinginan untuk mandiri. Ia bahkan menolak tawaran jabatan tinggi di firma besar demi membangun impian dari nol.
“Saya keluar dengan baik-baik. Founder Partner saya bilang, ‘Kalau setahun nggak berhasil, jangan ragu-ragu untuk balik ke sini.’ Tapi bagi saya, itu tantangan,” kenangnya.
Selama membangun Falcon, Hidajat mengandalkan kolaborasi lintas profesi mulai dari pengacara, akuntan publik, hingga venture capital untuk memperluas pasar. Salah satu proyek besar yang ia tangani adalah Tax Amnesty Project bersama pemerintah dan asosiasi pengusaha.
“Kami ikut membantu merancang konsep tax amnesty ideal. Setelah undang-undangnya disahkan, permintaan layanan dan sosialisasi melonjak,” katanya.
Namun, Hidajat menegaskan bahwa profesi konsultan pajak kini menghadapi medan yang semakin menantang.
“Jumlah konsultan pajak di Indonesia lebih dari 7.000 orang, sementara wajib pajak lebih dari 80 juta. Tapi pesaing kita bukan hanya sesama konsultan, ada kantor hukum, akuntan publik, biro administrasi pajak, bahkan aplikasi dan AI,” jelasnya.
Ia mengingatkan pentingnya strategi dan diferensiasi agar firma bisa bertahan. Mengutip konsep Michael Porter’s Strategy, Hidajat menilai bahwa keunikan, efisiensi biaya, dan fokus pada pekerjaan menjadi kunci utama keberhasilan.
“Kalau kita punya diferensiasi, harga bukan masalah. Tapi kalau cuma ikut arus, kita akan tersisih,” tegasnya.
Ia juga menyoroti tantangan baru dari kemunculan teknologi AI yang mulai mengambil alih sebagian pekerjaan pajak. “Ancaman AI itu nyata, tapi bukan untuk ditakuti. AI banyak digunakan klien untuk mendapatkan first opinion tapi untuk final opinion, tetap dibutuhkan pendapat konsultan pajak ahli Justru harus kita manfaatkan untuk naik kelas,” ujarnya.
Ia juga memberikan dorongan moral kepada para anggota baru IKPI agar tidak terburu-buru membuka kantor sendiri. “Kalau belum siap, belajar dulu di firma lain supaya ada gambaran membentuk firma yang ideal. Setelah punya pengalaman, modal yang cukup dan mental kuat, baru buka sendiri. Karena di dunia konsultan pajak, sukses itu bukan soal mendapatkan untung cepat, tapi soal strategi, konsistensi dan punya visi jangka panjang,” pungkasnya. (bl)
