Perkuat Pertahanan, Jepang Naikan Pajak di Sejumlah Sektor

IKPI, Jakarta: Sebuah panel pajak dari Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa di Jepang pada hari Kamis (15/12/2022) akhirnya sepakat untuk menaikkan pajak di beberapa sektor demi mendanai kebutuhan pertahanan negara selama lima tahun ke depan.

Kenaikan tarif akan berlaku pada pajak perusahaan, pajak pendapatan, dan pajak tembakau. Kenaikan pajak perusahaan akan terdiri dari pajak tambahan 4% hingga 4,5%, dengan pengecualian untuk perusahaan kecil dengan pendapatan tahunan hingga 24 juta yen.

Pajak pendapatan khusus awalnya dimaksudkan untuk membantu membangun kembali daerah yang terkena gempa dan tsunami 2011 di timur laut Jepang, sama sekali tidak terkait dengan pengeluaran militer Jepang.

Dikutip dari Kontan.co.id, kebijakan kenaikan pajak ini merupakan langkah lanjutan dari komitmen Perdana Menteri Fumio Kishida untuk memperkuat pertahanan Jepang. Nantinya anggaran pertahanan Jepang akan senilai 2% dari produk domestik bruto (PDB).

Rencana Kishida ini membuat parlemen cukup retak. Banyak anggota parlemen yang keberatan dengan kenaikan pajak jangka pendek yang dapat merugikan ekonomi Jepang yang rapuh.

Mengutip Reuters, aturan pajak baru ini rencananya akan mulai tertuang dalam revisi kode pajak tahunan untuk tahun fiskal berikutnya mulai April 2023.

Ketua panel pajak LDP, Yoichi Miyazawa, berharap aturan ini mendapatkan persetujuan resmi pemerintah pada hari Jumat (16/12).

Meski ada di posisi tiga teratas daftar negara dengan ekonomi terkuat di dunia, nyatanya Jepang sedang berjuang untuk mengamankan sumber pendanaan untuk pembelanjaan pertahanan yang direncanakan sebesar 43 triliun yen, atau sekitar Rp 4,919 triliun, untuk lima tahun ke depan.

Kantor berita Kyodo melaporkan, pemerintah Jepang juga baru mengeluarkan obligasi konstruksi untuk mengembangkan fasilitas Pasukan Bela Diri. Obligasi itu akan meringankan kebutuhan kenaikan pajak, tapi akan membuat Jepang untuk pertama kalinya berutang untuk keperluan militer.

Kishida, yang baru menjabat sejak Oktober 2021, sejak awal memang bertekad untuk menghidupkan kembali kemampuan pertahanan Jepang yang pasca Perang Dunia II dalam kondisi pasif.

Bukan tanpa alasan, Jepang kini dihadapkan pada risiko geopolitik dari China yang semakin aktif di perairan sekitar Jepang, rutinitas Korea Utara dalam melakukan uji coba rudal jarak jauh, hingga pergerakan Rusia yang semakin sulit diprediksi.(bl)

en_US