IKPI, Jakarta: Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia menilai, pemberlakuan aturan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 tidak bisa disamakan dengan aturan pembayaran zakat. Hal ini merespons informasi mengenai gaji Rp 5 juta per bulan dipajaki lima persen yang ramai dibicarakan.
Ekonom Core Indonesia Akhmad Akbar Susanto menilai, hukum positif di Indonesia dengan hukum Islam memiliki acuan yang berbeda. Persentase pajak lima persen lebih besar daripada persentase zakat pengasilan 2,5 persen. Namun, Indonesia menganut hukum positif. “Jadi acuannya berbeda,” ujar Akhmad seperti dikutip dari Republika, Rabu (4/1/2023).
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun merespons isu ini. Ia menyatakan, tidak ada perubahan aturan pajak bagi wajib pajak dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan. “Gaji Rp 5 juta dipajaki lima persen itu salah banget. Untuk gaji Rp 5 juta tidak ada perubahan aturan pajak,” ujar Sri Mulyani.
Pemerintah akan memberlakukan aturan baru pajak penghasilan karyawan atau PPh Pasal 21. Hal ini tertuang di dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Adapun ketentuan teknis mengenai pajak penghasilan diatur secara perinci melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan Bidang PPh.
Melalui aturan tersebut, pemerintah menaikkan batas penghasilan kena pajak (PKP) menjadi Rp 5 juta per bulan atau kumulatif Rp 60 juta per tahun, dari sebelumnya Rp 4,5 juta per bulan atau kumulatif Rp 54 juta per bulan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menegaskan, gaji Rp 5 juta per bulan (60 juta rupiah setahun) tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru. “Orang yang masuk kelompok penghasilan ini dari dulu sudah kena pajak dengan tarif lima persen,” ucapnya.
Neil juga mengingatkan agar wajib pajak tidak lupa mengurangkan terlebih dahulu penghasilan setahun dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang tidak berubah dari aturan sebelumnya sebesar Rp 54 juta. “Jangan lupa untuk memasukkan PTKP dalam penghitungan pajak terutang. Artinya, penghasilan yang sudah disetahunkan dikurangkan dulu dengan PTKP sebesar Rp 54 juta baru dikalikan tarif lima persen dan seterusnya,” kata Neil.
Dalam beleid PP Nomor 55 Tahun 2022 dijelaskan yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. “Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun,” tulis Pasal II tentang Objek Pajak Penghasilan dalam PP 55/2022.
Maka demikian, berikut simulasi perhitungan pemotongan pajak lima persen terhadap masyarakat dengan gaji Rp 5 juta per bulan, antara lain:
Pajak Penghasilan per tahun = Penghasilan Kena Pajak (PKP) – PTKP x lima persen. Adapun besaran PTKP sebesar Rp 54 juta per tahun, sehingga perhitungannya menjadi:
Rp 60 juta – Rp 54 juta = Rp 6 juta
Rp 6 juta x 5% = Rp 300.000
Maka itu, pekerja dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan, akan dikenakan pajak sebesar Rp 300.000 setiap tahunnya.
Berikut ketentuan tarif PPh Pasal 21 terbaru, yakni:
– Penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 60 juta dikenakan tarif PPh sebesar lima persen.
– Penghasilan kena pajak lebih dari Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan pajak 15 persen.
– Penghasilan lebih dari Rp 250 juta sampai Rp 500 juta tarif PPh yang dikenakan 25 persen.
– Penghasilan kena pajak di atas Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar sebesar 30 persen
– Penghasilan di atas Rp 5 miliar dikenakan PPh sebesar 35 persen. (bl)