IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menepis isu adanya praktik ijon pajak untuk mengejar penerimaan negara tahun 2025. DJP menegaskan, seluruh proses pemungutan dan pengamanan penerimaan pajak dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, tanpa menyalahi prinsip profesionalisme dan akuntabilitas.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menyatakan bahwa otoritas pajak tidak pernah meminta wajib pajak menyetorkan kewajiban yang sejatinya baru terutang pada tahun berikutnya. Menurutnya, seluruh mekanisme pengumpulan pajak berjalan dalam koridor hukum yang berlaku.
“Seluruh proses dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip profesionalisme,” ujar Rosmauli, Selasa (16/12/2025).
Ia menjelaskan, hingga akhir tahun DJP akan terus mengintensifkan strategi penerimaan melalui berbagai langkah yang telah dirancang. Upaya tersebut antara lain penguatan pengawasan pembayaran masa (PPM), pengawasan kepatuhan material (PKM), perluasan basis pajak lewat ekstensifikasi dan intensifikasi, serta optimalisasi pemanfaatan sistem Coretax untuk meningkatkan kualitas administrasi perpajakan.
Isu ijon pajak sebelumnya mencuat setelah David Sumual, Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk, mengungkapkan adanya informasi yang beredar di kalangan pelaku usaha mengenai kemungkinan langkah-langkah luar biasa guna menutup potensi kekurangan penerimaan pajak tahun berjalan.
“Kalau pajak yang kita khawatir sebenarnya bisa saja dilakukan upaya-upaya terobosan seperti dulu, ada ijon. Saya dengar-dengar katanya ada pembicaraan ke arah sana,” ujar David dalam diskusi media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).
Kekhawatiran tersebut muncul di tengah capaian penerimaan pajak yang hingga 31 Oktober 2025 baru mencapai Rp1.459 triliun, atau sekitar 70,2 persen dari outlook Laporan Semester I-2025 sebesar Rp2.076,9 triliun. Dengan sisa waktu yang terbatas, target tersebut dinilai cukup menantang untuk dikejar.
David juga menyoroti tekanan dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diperkirakan ikut terbatas, seiring tren penurunan harga komoditas global. Kondisi ini membuat ruang fiskal pemerintah semakin sempit menjelang akhir tahun anggaran.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa realisasi penerimaan pajak 2025 berpotensi berada di bawah target awal, sejalan dengan perlambatan ekonomi nasional. Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Financial Forum 2025 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.
“Pajak kita, karena ekonominya melambat, ya di bawah target semula,” ujar Purbaya.
Meski demikian, pemerintah memastikan pengelolaan fiskal tetap terkendali. Purbaya menegaskan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 akan dijaga tetap di bawah 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Pengendalian terus kami lakukan agar defisit tidak melampaui 3 persen. Itu komitmen yang tidak akan kami langgar,” tegasnya. (alf)
