IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengambil langkah tegas untuk menutup celah persekongkolan fraud antara pegawai pajak yang telah mengundurkan diri dengan konsultan maupun wajib pajak. Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, mengumumkan adanya aturan baru yang secara khusus membatasi ruang gerak eks pegawai pajak agar tidak lagi bisa mengakses maupun memberikan layanan perpajakan setelah resign.
Bimo mengungkapkan bahwa keputusan ini diambil setelah DJP menemukan pola persekongkolan fraud yang melibatkan pegawai pajak yang hendak atau telah resign. Mereka diduga bekerja sama dengan konsultan ataupun wajib pajak tertentu untuk mengakali ketentuan perpajakan, memanfaatkan data negara yang pernah mereka akses selama bekerja.
“Kami sudah siapkan sistem dan kerangka regulasi untuk itu. Kami akan kunci NIK dan NPWP yang bersangkutan di Coretax, sehingga tidak bisa lagi mereka melakukan pelayanan perpajakan ketika mereka resign,” ujar Bimo dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (18/11/2025).
Aturan baru yang tengah disiapkan DJP mencakup dua langkah strategis:
1. Penguncian NIK dan NPWP eks pegawai di dalam sistem Coretax, sehingga mereka tidak dapat mengakses fitur atau layanan perpajakan apa pun.
2. Pemberlakuan masa tunggu (grace period) selama 5 tahun bagi pegawai yang resign sebelum dapat bekerja sebagai konsultan pajak, kuasa pajak, atau bagian perpajakan di perusahaan mana pun.
Menurut Bimo, selama ini belum ada kerangka aturan yang mengatur masa tunggu, padahal risiko konflik kepentingan dan hubungan istimewa dengan pihak ketiga sangat besar.
“Ini penting karena belum ada kerangka aturan itu sebelumnya. Mereka yang bekerja di DJP harus menjaga independensinya. Tidak boleh ada konflik of interest, apalagi hubungan-hubungan istimewa dengan intermediaries,” tegasnya.
Bimo menjelaskan bahwa masa tunggu lima tahun tersebut dirancang sesuai dengan umur validity data perpajakan yang kemungkinan masih tersimpan oleh pegawai dalam perangkat pribadi. DJP saat ini masih menghadapi tantangan untuk memusatkan seluruh data negara yang tersebar di perangkat kerja pegawai.
“Ada data-data yang masih bisa disimpan di stand alone laptop, tablet, maupun HP para pegawai. Maka itu data negara yang ada di mereka tidak akan bisa digunakan apabila mereka resign dalam jangka waktu lima tahun. Karena setelah lima tahun itu, data tersebut sudah kedaluwarsa,” jelasnya.
Upaya Menutup Celah Fraud
Bimo menegaskan bahwa aturan ini merupakan langkah preventif penting untuk memperkuat integritas lembaga serta menjaga kepercayaan publik terhadap DJP. Ia berharap kebijakan tersebut dapat mengakhiri praktik gelap yang melibatkan pegawai maupun mantan pegawai DJP.
“Ditengarai memang ada persekongkolan antara petugas pajak dengan konsultan yang tidak baik dan wajib pajak tertentu. Karena itu kami bertindak,” tegasnya.
Rancangan aturan ini tinggal menunggu finalisasi sebelum diterapkan secara nasional. DJP memastikan bahwa kebijakan tersebut akan menjadi fondasi baru dalam memperkuat tata kelola, transparansi, dan profesionalisme di lingkungan perpajakan Indonesia. (alf)
