DJP Pastikan Regulasi Pajak Minimum Global di Indonesia Masih Berlaku

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akhirnya angkat bicara terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyebutkan kemungkinan penerapan pajak minimum global di Indonesia bisa batal. DJP menegaskan bahwa aturan tersebut masih berlaku sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti, menegaskan bahwa hingga saat ini regulasi mengenai pajak minimum global masih berjalan sebagaimana mestinya. “Dapat kami sampaikan bahwa hingga saat ini PMK 136/2024 masih berlaku sebagaimana telah ditetapkan,” ujar Dwi di Jakarta, Jumat (21/2/2025).

Pernyataan dari DJP tersebut menegaskan bahwa belum ada perubahan atau pembatalan terkait penerapan pajak minimum global di Indonesia. Meskipun ada pernyataan dari Airlangga mengenai kemungkinan batalnya penerapan pajak ini, DJP memastikan bahwa regulasi yang ada masih tetap berlaku.

Diberitakan sebelumnya, Airlangga mengindikasikan bahwa kebijakan pajak minimum global bisa batal diterapkan di Indonesia, terutama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi menarik negaranya dari kesepakatan pajak global. Menurut Airlangga, Indonesia terus memantau perkembangan kebijakan global dan berupaya memitigasi dampak dari penerapan pajak minimum global.

“Kita juga belajar bagaimana bekerja untuk memitigasi penerapan pajak minimum global 15 persen. Dan kita cukup positif karena Trump 2.0 tidak mau ini diterapkan, jadi saya kira kita ikuti Trump 2.0,” ujar Airlangga dalam acara Indonesia Economic Summit di Hotel Shangri-La, Jakarta pada Selasa (18/2/2025).

Meskipun aturan pajak minimum global telah disiapkan, pemerintah tetap berupaya menjaga daya saing investasi di Tanah Air. Airlangga menegaskan bahwa Indonesia masih mengoptimalkan berbagai insentif di antaranya tax holiday dan tax allowance guna menarik investor.

Seperti diketahui, setelah dilantik kembali sebagai Presiden AS periode 2025–2029, Trump mengeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa AS tidak akan mengikuti kesepakatan dari solusi 2 Pilar Pajak Global. Trump juga memerintahkan Departemen Keuangan AS untuk menyusun opsi atau langkah-langkah protektif terhadap negara-negara yang telah atau berpotensi memberlakukan aturan pajak yang dinilai merugikan perusahaan-perusahaan AS.

Kesepakatan pajak minimum global sebesar 15 persen merupakan hasil negosiasi yang dipimpin oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Perjanjian ini disepakati pada Oktober 2021 di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, dengan dukungan dari hampir 140 negara.

Namun, Kongres AS tidak pernah menyetujui langkah-langkah untuk menyesuaikan AS dengan perjanjian tersebut.

Sebagai perbandingan, pajak minimum global di AS saat ini berada di kisaran 10 persen, yang merupakan bagian dari paket pemotongan pajak besar yang disahkan pada 2017 oleh administrasi Trump.

Perbedaan ini memungkinkan negara-negara yang telah menerapkan pajak minimum 15 persen untuk mengenakan pajak tambahan (top-up tax) kepada perusahaan-perusahaan AS yang membayar tarif pajak lebih rendah. Trump menyebut tindakan semacam itu sebagai bentuk retaliasi.

Pasalnya, Uni Eropa, Inggris, dan sejumlah negara lainnya telah mengadopsi pajak minimum global sebesar 15 persen. Namun, tanpa partisipasi AS, terdapat risiko ketegangan baru. Mantan Menteri Keuangan AS Janet Yellen sebelumnya menyepakati perjanjian ini sebagai langkah untuk mengakhiri persaingan penurunan tarif pajak korporasi yang dianggap merugikan secara global.

Sementara itu, Scott Bessent, kandidat Menteri Keuangan yang dinominasikan Trump, menentang keras kelanjutan perjanjian ini. “Melanjutkan kesepakatan pajak minimum global akan menjadi kesalahan besar,” tegas Bessent.

Selain pajak minimum global, OECD juga berupaya merancang aturan baru terkait pembagian hak pajak atas perusahaan multinasional besar, terutama yang mendapatkan keuntungan signifikan di negara-negara tempat produk mereka dijual. Langkah ini ditujukan untuk menggantikan pajak layanan digital sepihak yang sebelumnya diberlakukan oleh negara-negara seperti Italia, Prancis, Inggris, Spanyol, dan Turki. (alf)

id_ID