IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II mengumumkan secara resmi penghentian proses penyidikan terhadap SSN, tersangka kasus tindak pidana perpajakan yang dilakukan melalui PT IDS. Langkah ini diambil setelah SSN melunasi seluruh kewajiban perpajakan, mencakup pokok pajak dan sanksi administratif.
Kepala Kanwil DJP Jateng II, Etty Rachmiyanthi, menjelaskan bahwa keputusan penghentian penyidikan merupakan hasil sinergi kuat antara otoritas pajak dan aparat penegak hukum, serta menjadi bukti bahwa penyelesaian kasus perpajakan dapat dilakukan secara berkeadilan dan sesuai mekanisme hukum.
“Proses ini mencerminkan kolaborasi yang solid dan profesional antarinstansi, sekaligus menegaskan bahwa negara hadir dengan solusi yang mengedepankan kepatuhan dan tanggung jawab,” ujar Etty dalam keterangan tertulis, Minggu (30/6/2025).
Dasar Hukum dan Pertimbangan Penghentian
Penghentian penyidikan merujuk pada ketentuan Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa penyidikan pidana perpajakan dapat dihentikan oleh Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan, apabila tersangka telah melunasi seluruh kerugian keuangan negara yang ditimbulkan.
Proses tersebut diawali dengan gelar perkara oleh penyidik Kanwil DJP Jateng II yang menyampaikan fakta bahwa SSN telah mengajukan permohonan penghentian penyidikan setelah melunasi seluruh kewajiban pajaknya. Permohonan itu dikaji dan diteruskan kepada Menteri Keuangan, lalu disampaikan ke Kejaksaan Agung.
Sebagai tindak lanjut, Jaksa Agung melalui Keputusan Nomor 154 Tahun 2025 menyetujui penghentian penyidikan atas nama SSN.
Dalam kasus ini, SSN terbukti melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i UU KUP, karena dengan sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut. Ketentuan ini telah diperbarui melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 yang menetapkan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Etty menegaskan, meskipun penyidikan dihentikan, langkah tersebut bukan berarti pelanggaran diabaikan. Justru, DJP berharap keputusan ini memberikan pesan tegas kepada pelaku usaha lain bahwa penghindaran pajak memiliki risiko hukum serius.
“Penghentian bukan pembebasan, melainkan bentuk penyelesaian yang telah memenuhi syarat hukum. Kami berharap ini memperkuat kesadaran para Wajib Pajak untuk taat dan jujur dalam menjalankan kewajiban perpajakan,” pungkasnya.(alf)