IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP) memberikan tanggapan resmi terhadap empat poin keluhan yang diajukan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait kebijakan perpajakan yang diterapkan pada dokter yang berpraktik di rumah sakit. Tanggapan ini disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Dwi Astuti, Senin (24/3/2025) .
Dwi Astuti menjelaskan bahwa pengenaan tarif atas penghasilan bruto berlaku apabila dokter memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) dalam menghitung pajak penghasilannya. “NPPN untuk dokter adalah 50%. Angka 50% ini dianggap sebagai biaya-biaya yang dikeluarkan dokter untuk memperoleh penghasilannya,” ujar Dwi.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa bagi dokter yang berpenghasilan di bawah Rp4,8 miliar per tahun dan memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, bagi hasil dengan rumah sakit dapat dikurangkan sebagai biaya. Biaya ini termasuk biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dokter.
Mengenai tarif pajak, Dwi menegaskan bahwa tarif progresif yang diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) berlaku secara umum untuk seluruh wajib pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima dalam satu tahun. Tarif ini tidak bersifat khusus untuk profesi dokter, melainkan merupakan ketentuan yang berlaku bagi semua wajib pajak.
Tanggapan ini diberikan sebagai respons atas kekhawatiran IDAI yang menyoroti dampak kebijakan perpajakan terhadap praktik dokter di rumah sakit. IDAI sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan tersebut dapat memberatkan para dokter, terutama dalam hal penghitungan pajak dan biaya operasional.
DJP berharap penjelasan ini dapat memberikan kejelasan dan transparansi terkait kebijakan perpajakan yang berlaku, sekaligus menjembatani komunikasi antara pemerintah dan para praktisi kesehatan. (alf)