Diskusi Panel IKPI Soroti Stagnasi Tax Ratio Nasional: Perlu Sinergi Pemerintah, Dunia Usaha, dan Konsultan Pajak

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI,Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar diskusi panel bertajuk “Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?” di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025). Diskusi ini menjadi forum terbuka lintas sektor yang menghadirkan berbagai sudut pandang dalam mengurai kompleksitas rendahnya rasio perpajakan Indonesia yang stagnan dalam beberapa tahun terakhir.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dalam sambutannya menyampaikan bahwa tax ratio tidak bisa dilihat sebagai indikator tunggal yang mencerminkan kinerja otoritas pajak. Menurutnya, tax ratio sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor struktural dan makroekonomi yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Tax ratio ini sangat dipengaruhi oleh banyak sebab. Penerimaan negara dari pajak dan bea cukai hanyalah satu sisi. Namun, pembaginya yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dipengaruhi oleh konsumsi, investasi, ekspor-impor, dan kinerja pemerintah secara umum. Jadi tidak adil jika stagnasi tax ratio hanya dibebankan pada DJP,” kata Vaudy.

Ia menambahkan bahwa penting bagi para pembuat kebijakan untuk memahami bahwa tax ratio adalah tanggung jawab kolektif seluruh ekosistem pemerintahan, bukan hanya instansi perpajakan.
“Yang harus kita lihat adalah peran semua pihak dari kementerian ekonomi, kementerian investasi, pelaku usaha, sampai masyarakat wajib pajak. Karena tax ratio bukan hasil kerja satu-dua instansi, melainkan refleksi dari sinergi nasional,” tambahnya.

IKPI mengangkat topik ini berdasarkan keprihatinan atas pandangan lembaga internasional seperti Bank Dunia yang menilai tax ratio Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara sejenis. Oleh karena itu, IKPI mengajak para narasumber dari kalangan akademisi, pemerintah, hingga praktisi pajak untuk memberikan sudut pandang yang berimbang.

“Kami ingin diskusi ini bisa menjadi sumbangsih nyata dari komunitas konsultan pajak kepada negara. Kami juga hadirkan tokoh seperti Pak Ken Dwijugiasteadi (Direktur Jenderal Pajak 2015-2017), yang saat ini menjadi Anggota Kehormatan IKPI, bersama Pak Hadi Poernomo (Dirjen Pajak 2001-2006). Meski telah pensiun, pemikiran dan pengalaman mereka masih sangat relevan untuk tantangan fiskal hari ini,” ujar Vaudy.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Departemen Focus Group Discussion (FGD) IKPI, Suwardi Hasan, memberikan pandangan tajam mengenai hambatan investasi sebagai salah satu penyebab rendahnya tax ratio.

“Kalau kita bicara investasi, kita harus jujur melihat realitas di lapangan. Belakangan ini kita dengar banyak keluhan dari asosiasi kawasan industri di Karawang, yang menyatakan bahwa potensi investasi triliunan rupiah batal masuk karena adanya gangguan kepastian hukum,” kata Suwardi.

Ia mengungkapkan bahwa praktik ormas yang meminta jatah proyek dari investor menjadi momok yang menakutkan bagi dunia usaha.
“Setiap ada pabrik baru yang mau dibangun, muncul permintaan dari ormas untuk dilibatkan dalam proyek, bukan dalam konteks kemitraan yang sehat, tetapi lebih seperti pemalakan. Ini menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif. Bagaimana kita mau dorong tax ratio kalau investasi saja terhambat?” lanjutnya.

Suwardi menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi ditopang juga oleh meningkatnya investasi selain konsumsi, sementara investasi justru melemah akibat ketidakpastian hukum dan gangguan kamtibmas.

“Kalau investasi meningkat, akan tercipta lapangan kerja baru. Mereka yang di-PHK bisa kembali bekerja, dan ini otomatis memperluas basis pajak. Dengan begitu, tax ratio juga bisa terdorong naik kembali, seperti harapan Presiden Prabowo yang menargetkan tax ratio di kisaran 12% dalam beberapa tahun ke depan,” ujarnya.

Selain membedah masalah struktural, Suwardi juga menyoroti peran penting konsultan pajak dalam sistem perpajakan Indonesia yang menganut mekanisme self-assessment. “Konsultan pajak itu perannya sebagai intermediary antara wajib pajak dan negara. Karena sistem kita tidak sederhana, peran kami membantu untuk meningkatkan kepatuhan WP. Kami di IKPI aktif melakukan sosialisasi dan edukasi, baik untuk UMKM, dunia usaha, maupun WP Orang Pribadi,” terang Suwardi.

Ia juga menekankan pentingnya mengubah paradigma masyarakat mengenai kewajiban membayar pajak. “Kami mendorong pergeseran cara pandang dari kewajiban menjadi hak. Membayar pajak adalah hak untuk berkontribusi kepada negara, hak untuk membela bangsa dalam pembangunan dari sisi fiskal. Ini bukan sekadar beban, tapi bentuk partisipasi warga negara,” ujarnya.

Lebih lanjut Vaudy mengungkapkan, IKPI juga aktif menjalin kerja sama dengan dunia akademik. Banyak mahasiswa dari berbagai universitas merujuk pada IKPI dalam penulisan karya ilmiah, sebagai bukti kontribusi asosiasi terhadap literasi pajak di tingkat pendidikan tinggi.

Diskusi panel ini diharapkan mampu memberikan pencerahan serta rekomendasi kebijakan yang lebih berimbang dalam upaya mendorong peningkatan tax ratio nasional secara berkelanjutan, tidak semata melalui penegakan, tetapi melalui reformasi menyeluruh yang mencakup iklim investasi, regulasi, serta edukasi wajib pajak. (bl)

id_ID