Dirjen Pajak Sebut Ada 12 Juta Orang Belum Lakukan Pemadanan NIK

Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan bersama Dirjen Pajak, Kementerian Keuangan Suryo Utomo dan Direktur P2 Humas DJP, Dwi Astuti, di sela kegiatan 'Spectaxcular DJP 2023' di Anjungan Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (6/8/2023). (Foto: Departemen Humas IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, jumlah wajib pajak yang belum memadankan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) masih sebanyak 12 juta orang hingga akhir 2023.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, total data terbaru wajib pajak yang telah memadankan NIK dan NPWP baru sebanyak 59,88 juta orang, atau setara dengan 82,64% dari jumlah wajib pajak yang ada di sistem DJP sebanyak 72,46 juta.

“Sehingga sekarang masih ada yang belum padan betul-betul 12,5 jutaan,” kata Suryo saat konferensi pers APBN 2023 di kantor pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (2/1/2023).

Suryo merincikan, dari total wajib pajak yang telah memadankan NIK dan NPWP itu, 55,92 juta sudah dipadankan melalui sistem DJP, sisanya yang dipadankan sendiri oleh para wajib pajak sebanyak 3,95 juta.

Suryo pun mengimbau kepada masyarakat yang belum memadankan NIK dan NPWP untuk segera melakukannya melalui portal DJP Online, ataupun dapat ke kantor pelayanan pajak secara langsung maupun bisa secara virtual.

“Kami imbau juga ke masyarakat wajib pajak untuk terus yang belum memadankan tolong akses ke portal kami,” tegas Suryo.

Sebagai informasi, rencananya implementasi penuh NIK sebagai NPWP akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2024, namun akhirnya diundur menjadi 1 Juli 2024 karena menyesuaikan implementasi penggunaan sistem Core Tax Administration System (CTAS) DJP.

Jika hingga implementasi pemadanan NIK-NPWP tidak dilakukan, wajib pajak akan menghadapi berbagai konsekuensi, seperti sulit menggunakan layanan perpajakan secara digital hingga potongan pajak penghasilan pasal 21 berpotensi lebih besar, karena wajib pajak yang tidak melakukan pemadaman dianggap belum memiliki NPWP.

Dikutip dari website Kemenkeu Learning Center, bagi penerima penghasilan atau wajib pajak yang tidak punya NPWP, tarif PPh yang dikenakan lebih tinggi 20% dari tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.

Selain masalah kesulitan akses layanan perpajakan dan tarif PPh yang lebih tinggi, wajib pajak yang belum padankan NIK dengan NPWP juga akan mengalami kendala administrasi, di antaranya layanan perbankan.

Oleh karena itu, banyak perbankan yang meminta nasabahnya untuk melakukan pemadanan NIK dan NPWP. Salah satu, bank besar yakni Bank Central Asia (BCA) mengimbau nasabahnya untuk melakukan pemadanan.

“BCA menghimbau kepada seluruh nasabah untuk segera melakukan proses pemadanan NIK menjadi NPWP secara mandiri melalui situs djponline.pajak.go.id. Setelah melakukan pemadanan NIK menjadi NPWP, segera lakukan pemutakhiran data pendukung NPWP sebagai NIK,” tulis BCA dalam pengumumannya.

Himbauan yang sama dilakukan oleh berbagai bank, termasuk Bank Sinarmas dan OCBC NISP di laman situsnya. (bl)

 

id_ID