IKPI, Jakarta: Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan akan melakukan koreksi besar-besaran terhadap sistem pajak air dan tambang di wilayahnya. Langkah itu, menurutnya, menjadi bagian dari upaya membangun keadilan fiskal yang selama ini timpang antara perusahaan besar dan masyarakat desa penghasil sumber daya.
“Kami melihat selama ini pajak air, baik air permukaan maupun air dalam, tidak membedakan antara air untuk produksi dan air sebagai komoditi. Ini tidak adil,” tegas Dedi dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2026 di Bandung, Jumat (31/10/2025).
Menurut Dedi, selama ini perusahaan air mineral raksasa dan pelaku usaha kecil yang hanya memakai air untuk proses produksi mendapat beban pajak yang sama, padahal nilai ekonominya berbeda jauh.
“Ke depan, pajak air untuk kepentingan produksi dan komoditi harus lebih besar. Ini soal keadilan fiskal dan keberlanjutan,” ujarnya.
Dedi juga menyoroti ketimpangan lain yang tak kalah serius: desa-desa penghasil pajak justru kerap tidak menikmati hasil dari sumber daya yang mereka miliki.
“Desa yang menghasilkan pajak hingga ratusan miliar rupiah per tahun sering kali tidak tahu bahwa desanya adalah sumber pendapatan negara dan daerah,” ungkapnya.
Untuk mengakhiri ketimpangan itu, Dedi memerintahkan Bappeda Jawa Barat segera mempublikasikan daftar desa penghasil pajak secara terbuka kepada masyarakat.
“Ini bagian dari transparansi. Desa yang menjadi sumber pajak harus mendapat prioritas pembangunan. Sekolah, kesehatan, sanitasi, air bersih semuanya harus selesai di sana,” kata Dedi dengan nada tegas.
Tak hanya desa penghasil pajak, Dedi juga menekankan pentingnya memperhatikan desa-desa penyangga ekosistem.
“Desa yang menjaga hutan, air, oksigen, dan mencegah banjir itu punya peran penting bagi industri dan kehidupan kita semua. Mereka juga berhak atas keadilan pembangunan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pembangunan harus berpijak pada siklus ekologi yang berkelanjutan.
“Air hujan turun dari gunung, mengalir ke laut. Dari situ kita hidup. Maka pembangunan harus berpihak pada penjaga siklus itu,” tuturnya.
Dalam arah kebijakan pembangunan 2026–2028, Dedi menjelaskan bahwa Pemprov Jawa Barat akan memfokuskan anggaran untuk infrastruktur dasar dan investasi publik. Tahun 2026 diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dasar provinsi dan kabupaten/kota, tahun 2027 untuk penguatan infrastruktur desa dan kelurahan, sementara 2028 berorientasi pada investasi sosial bagi masyarakat desa.
“Belanja pemerintah bukan sekadar pengeluaran, tapi investasi. Ada dua jenis: investasi yang dirasakan langsung oleh rakyat dan investasi jangka panjang,” jelasnya.
Dedi juga menegaskan akan menghapus praktik copy-paste anggaran yang sering terjadi dalam program pemerintah.
“Kalau kegiatannya hanya meniru tanpa inovasi, saya cenderung tidak memberi alokasi. Belanja publik harus berorientasi hasil, bukan rutinitas,” pungkasnya. (bl)
