Coretax Bisa Baca Kesalahan Fiskal Secara Real-Time, Perusahaan Diminta Perketat Administrasi Tahun 2025

IKPI, Bogor: Penerapan Coretax Administration System diperkirakan menjadi titik balik pengawasan fiskal di Indonesia. Sistem baru ini tidak hanya mempermudah pelaporan pajak, tetapi juga mendeteksi otomatis kesalahan pencatatan dan penghitungan sebelum SPT dikirimkan. Demikian disampaikan Dr. Agoestina Mappadang dalam pemaparan di Seminar PPL & Outing IKPI Cabang Depok, Sabtu (22/11/2025) mengenai risiko pelaporan pajak di era Coretax.  

“Pada Coretax, sistem membaca pola angka dan membandingkan antarjenis pajak secara real-time. Ketika ada ketidakwajaran, SPT tidak akan bisa terkirim,” ungkap Agoestina.  

Sektor bisnis diperkirakan akan menghadapi konsekuensi ekonomi dari kesalahan administrasi karena Coretax mengaitkan pelaporan SPT dengan risk scoring fiskal. Wajib Pajak yang sering melakukan koreksi atau memiliki ketidaksesuaian data akan tercatat memiliki reputasi fiskal tinggi risiko, yang dapat berdampak pada proses administratif di masa depan mulai dari restitusi, pemeriksaan, hingga permohonan surat keterangan.  

Agoestina mengungkapkan bahwa sejumlah akun biaya menjadi titik paling krusial dalam era Coretax. Piutang tidak tertagih, biaya promosi, entertainment, dan sumbangan/CSR merupakan pos yang paling sering bermasalah karena antara pengakuan akuntansi dan ketentuan fiskal sering kali berbeda. Kini, perbedaan tersebut tidak bisa lagi ditutupi oleh angka agregat, karena setiap nilai akan diverifikasi sistem terhadap data pihak ketiga dan daftar nominatif.  

“Banyak yang selama ini berhasil lolos karena pemeriksaan manual baru dilakukan bertahun-tahun setelah pelaporan. Di Coretax, temuan muncul saat itu juga,” jelasnya.

Hal tersebut menjadikan penataan administrasi sejak awal tahun sebagai kebutuhan mendesak, bukan sekadar rutinitas akhir tahun. Agoestina mendorong perusahaan untuk mulai menerapkan rekonsiliasi fiskal berkala, bukan hanya menjelang batas waktu SPT.

Ia juga menekankan pentingnya kesiapan sumber daya manusia. Pelaporan pajak di tahun 2025 tidak hanya membutuhkan orang yang bisa mengisi formulir SPT, tetapi orang yang memahami korelasi data keuangan dan fiskal dalam perspektif sistem.

Menurut pengamatan beberapa peserta diskusi, perusahaan-perusahaan kini sedang bergerak melakukan konsolidasi dokumentasi, inventarisasi data bukti potong, serta digitalisasi arsip untuk memastikan pelaporan tidak terganjal saat memasuki masa SPT.

Dengan sistem yang kini mampu membaca pola ketidakwajaran pelaporan secara otomatis, tantangan dunia usaha bukan lagi sekadar memenuhi kewajiban pajak, tetapi membangun ketertiban data sebagai bagian dari strategi kelangsungan bisnis.

“Di era Coretax, perusahaan bukan dinilai dari seberapa besar pajak yang dibayar, tetapi dari seberapa akurat pelaporan yang dilakukan berdasarkan data.” (bl)

id_ID