Beban Pajak Mobil di RI Tembus 40 Persen, Gaikindo: Harga Jadi Berat di Konsumen

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D. Sugiarto, menyoroti tingginya beban pajak mobil di Indonesia yang menurutnya jadi salah satu yang termahal di Asia Tenggara. Akumulasi pajak yang menempel di setiap unit kendaraan disebut bisa menyedot hingga 40 persen dari harga jual.

“Kalau mobil harganya Rp100 juta, yang benar-benar diterima agen pemegang merek (ATPM) berapa? Yang masuk ke kas pemerintah pusat dan daerah itu bisa sampai 40 persen,” ungkap Jongkie di kawasan Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025).

Jongkie merinci, ada sederet instrumen pajak yang mempertebal ongkos konsumen. Dari pusat, beban sudah menumpuk lewat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 15 persen, atau total 27 persen. Belum lagi Pajak Penghasilan (PPh) yang juga disetorkan ke negara.

Di level daerah, konsumen masih harus menanggung Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) 12,5 persen serta Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 2,5 persen. Jika ditotal, angka pajak bisa menyentuh sekitar 40 persen dari harga mobil.

“Kalau digabung, porsi pajaknya besar sekali. Jadi wajar kalau harga mobil di Indonesia relatif lebih tinggi dibanding negara tetangga,” jelasnya.

Menurut Jongkie, tingginya pajak ini turut membuat daya beli masyarakat tertekan. Ia mencontohkan saat pandemi COVID-19, ketika pemerintah memberikan relaksasi berupa PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP), harga mobil langsung terkoreksi turun dan penjualan melonjak.

“Waktu ada PPN DTP itu, harga mobil bisa lebih terjangkau. Dampaknya nyata, masyarakat langsung membeli,” katanya.

Meski begitu, Jongkie juga mengingatkan bahwa kebijakan pajak tidak bisa serta-merta dipangkas begitu saja. Pasalnya, pajak otomotif juga menyumbang pundi penting bagi APBN dan APBD.

“Di sisi lain, kita harus sadar pemerintah juga butuh pemasukan. Dana itu dipakai untuk membangun jalan, jembatan, dan infrastruktur lain yang pada akhirnya juga dirasakan oleh masyarakat. Jadi harus ada keseimbangan,” pungkasnya. (alf)

id_ID