Bantuan Bencana dari Luar Negeri Bisa Bebas PPN, DJP Tegaskan Syarat dan Prosedurnya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan dari luar negeri yang diperuntukkan bagi penanggulangan bencana di Indonesia dapat memperoleh fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Fasilitas tersebut diberikan sepanjang memenuhi persyaratan administratif dan ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa salah satu syarat utama untuk mendapatkan fasilitas bebas PPN adalah adanya rekomendasi pembebasan bea masuk. Rekomendasi tersebut harus diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), atau gubernur setempat.

“Untuk memperoleh fasilitas ini diperlukan rekomendasi pembebasan bea masuk dari BNPB, BPBD, atau gubernur,” ujar Rosmauli, Rabu (17/12/2025)

Ia menambahkan, ketentuan pembebasan PPN atas bantuan dari luar negeri telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022. Dalam regulasi tersebut disebutkan bahwa fasilitas bebas PPN hanya dapat diberikan apabila penerima bantuan termasuk dalam kategori pihak tertentu.

Pihak tertentu yang dimaksud meliputi badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah, amal, sosial, atau kebudayaan; pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; serta lembaga internasional atau lembaga asing nonpemerintah yang menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Rosmauli juga menegaskan bahwa setiap barang yang masuk ke wilayah Indonesia, termasuk bantuan bencana, tetap wajib melalui prosedur pemeriksaan kepabeanan. Pemeriksaan tersebut merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pengawasan lalu lintas barang dari luar daerah pabean.

Menurutnya, mekanisme pengawasan ini bukan untuk menghambat penyaluran bantuan, melainkan untuk memastikan bantuan benar-benar digunakan sesuai tujuan kemanusiaan. Selain itu, pemeriksaan dilakukan guna menjamin barang yang masuk aman, layak digunakan, serta tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.

“Pengawasan juga diperlukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan bantuan kemanusiaan, termasuk kemungkinan pengalihan barang untuk kepentingan di luar penanggulangan bencana,” jelasnya.

Penegasan DJP ini muncul di tengah keluhan sebagian diaspora Indonesia di luar negeri, khususnya di Singapura, terkait pengiriman bantuan untuk korban banjir di Sumatera. Seorang diaspora bernama Fika mengungkapkan kekhawatirannya melalui unggahan di akun Instagram @ffawzia07.

Dalam unggahannya, Fika menuliskan bahwa bantuan dari diaspora berpotensi dikenakan pajak apabila bencana yang terjadi belum ditetapkan sebagai bencana nasional. Unggahan tersebut ramai diperbincangkan dan memicu pertanyaan publik mengenai kebijakan perpajakan atas bantuan kemanusiaan dari luar negeri.

DJP pun menegaskan bahwa selama persyaratan dan mekanisme yang ditetapkan dipenuhi, bantuan kemanusiaan dari luar negeri tetap dapat memperoleh fasilitas perpajakan, sehingga proses penyalurannya diharapkan berjalan lancar dan tepat sasaran. (alf)

id_ID