Aspek Pajak atas Imbreng

Oleh: Suwardi Hasan, S.H., S.E., M.Ak., Ak., CA.

           Anggota IKPI (NRA 000435)

Mendirikan usaha atau menambah modal usaha, hal yang pasti dilakukan adalah melakukan penyetoran modal. Penyetoran modal dapat dilakukan berupa uang atau berupa barang misalnya tanah/bangunan, mesin, peralatan dan lain sebagai yang istilahnya dikenal imbreng

Imbreng adalah penyertaan modal dalam bentuk selain uang kedalam suatu badan usaha. Dalam UU Nomor  40/2007 tentang Perseroan terbatas  Pasal 34 menyatakan:

  • Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.
  • Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
  • Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.
  1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai PPN  sepanjang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha; dan penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya baik berupa aktivitas operasional maupun aktivitas nonoperasional.

Pengusaha sebagaimana dimaksud merupakan Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Imbreng merupakan penyerahan BKP karena suatu perjanjian, menilik dari ketentuan tersebut diatas, imbreng berupa Barang kena Pajak dan dilakukan didalam daerah pabean untuk suatu kegiatan usaha maka  termasuk kedalam suatu penyerahan yang dikenai PPN.

Namun sejak berlakukannya  PERPU Nomor 2/2022 pasal 112 menyatakan :

“Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2O2l tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan diubah sebagai berikut:

Ketentuan Pasal 1A diubah sehingga berbunyi sebagai

berikut:

Pasal 1A

(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan

Barang Kena Pajak adalah:

  1. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
  2. pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
  3. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
  4. pemakaian sendiri danlatau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
  5. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/ atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
  6. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/ atau penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang;
  7. dihapus; dan
  8. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

(2) Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

  1. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
  2. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
  3. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
  4. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham, dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan
  5. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b.

Sehingga sejak ditetapkan PERPU Nomor 2/ 2022 tanggal 30 Desember 2022 maka pengalihan BKP untuk tujuan setoran modal pengganti saham, yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak lainnya, tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga tidak ada Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.

Pertanyaan yang muncul bagaimana jika Orang Pribadi yang belum dikukuhkan  atau tidak seharusnya dikukuhkan sebagai PKP melakukan penyetoran modal dalam bentuk BKP (imbreng)?

Jika menilik ketentuan tersebut maka tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (2) huruf d tersebut, sehingga penulis berkesimpulan bahwa setoran modal ini berpotensi dapat dikenakan PPN.

Jika tidak memenuhi syarat, pemungutan PPN tersebut diatas merupakan tanggung jawab siapa?  Jika penyetoran saham dalam bentuk BKP tersebut dianggap pengalihan artinya pihak yang mengalihkan yang bertanggung jawab memungut PPN.

Dalam Praktik Fiskus dapat meminta pertanggung jawaban atas PPN tersebut kepada perusahaan yang menerima setoran modal. Menggunakan dasar hukum tanggung jawab renteng berdasarkan Pasal 4 PP 44/2022.

Pasal 4 PP Nomor 44/2022 menyatakan pembeli atau penerima jasa bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM jika pajak terutang tidak dapat ditagih kepada penjual barang kena pajak (BKP) atau pemberi jasa kena pajak (JKP).

Pembayaran pajak secara renteng pun berlaku apabila pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti bahwa telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual BKP atau pemberi JKP.

  1. Pajak Penghasilan

Setoran modal adalah dikecualikan dari objek pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh Pasal 4 ayat (3) huruf c.

Dalam hal imbreng teresebut diatas maka tidak ada objek PPh yang dapat dikenakan.

  1. Simpulan

Dengan memahami aspek perpajakan atas imbreng,  manakala  pengusaha hendak mendirikan usaha baru dengan penyetoran modal berupa imbreng atau menambah modal usaha dengan setoran modal berupa selain uang, sebelum dilaksanakan   dapat membuat  perencanaan langkah-langkah yang tepat, efektif dan efisien. Perencanaan Pajak (Tax Planning) dapat diterapkan dengan memahami secara detail aturan yang berlaku dan menghindari pengenaan pajak yang tidak seharusnya dengan tetap mematuhi aturan yang berlaku.

 

 

 

 

 

 

 

id_ID