IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah mengarahkan insentif fiskal tahun depan kepada sektor-sektor yang terbukti paling terpukul sepanjang 2025. Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan industri padat karya dan UMKM mengalami pelemahan signifikan selama tahun ini, sehingga membutuhkan dukungan fiskal yang lebih terarah.
Dalam keterangannya dikutip, Minggu (7/12/2025), Shinta menilai insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance memiliki peran penting sebagai peredam gejolak ekonomi. Menurutnya, dua fasilitas itu memberikan ruang bernapas bagi pelaku industri, terutama di fase awal investasi atau saat ekspansi masih menuntut kebutuhan modal yang besar. Karena itu, ia berharap insentif tahun depan diprioritaskan kepada sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja.
“Sepanjang 2025, sebagian besar sektor riil melemah, terutama industri padat karya. UMKM juga menghadapi tekanan serupa karena kemampuan ekspansinya terbatas. Padahal, keduanya adalah sumber penyerapan tenaga kerja terbesar,” ujar Shinta.
Shinta menilai insentif tidak cukup hanya diberikan kepada pelaku usaha, tetapi juga harus diarahkan untuk mengurangi tingginya struktur biaya yang menahan pemulihan ekonomi. Ia menyebut tiga komponen besar yang masih membebani dunia industri: suku bunga pinjaman, harga energi, dan biaya logistik. Jika biaya struktural ini tidak turun, kata dia, insentif yang disalurkan melalui APBN tidak akan mencapai dampak optimal.
Di sisi lain, Shinta mengingatkan bahwa insentif hanya akan efektif apabila diterapkan secara konsisten, mudah diakses, dan sejalan dengan perbaikan iklim usaha. Kepastian regulasi, proses perizinan yang efisien, dan penegakan hukum yang kuat menurutnya menjadi prasyarat dalam menarik investasi berkualitas. “Di tengah kompetisi global yang semakin ketat, selective incentives yang dirancang dengan tepat adalah instrumen penting untuk mendapatkan investasi yang berkelanjutan,” tambah CEO Sintesa Group itu.
Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026 menunjukkan tren kenaikan belanja perpajakan sepanjang lima tahun terakhir. Nilainya naik dari Rp293 triliun pada 2021 menjadi Rp530,3 triliun pada 2025, atau melonjak 32,5% secara tahunan. Pada 2026, anggaran belanja perpajakan kembali meningkat menjadi Rp563,6 triliun. Porsi terbesar masih berasal dari PPN dan PPnBM serta PPh, dengan estimasi mencapai Rp343,3 triliun pada 2025 dan naik menjadi Rp371,9 triliun pada 2026.
Belanja perpajakan untuk mendorong investasi tercatat Rp84,3 triliun pada 2025 dan naik menjadi Rp84,7 triliun pada 2026. Sementara dukungan perpajakan bagi dunia bisnis meningkat dari Rp56,9 triliun menjadi Rp58,1 triliun pada periode yang sama.
Sebelumnya, dalam Media Gathering pada November 2025, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan rencana pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh insentif perpajakan. Evaluasi tersebut akan melibatkan BPKP dan lembaga penegak hukum seperti KPK, guna memastikan kebijakan tidak disalahgunakan dan tetap mampu mendorong penerimaan negara. “Perlu dilihat apakah proses bisnisnya sudah tepat, atau ada hal yang harus diperbaiki sehingga manfaat insentif bisa lebih optimal,” kata Bimo di Kanwil DJP Bali pada Selasa (25/11/2025). (alf)
