IKP, Jakarta: Departemen Pendapatan Thailand berencana untuk memberlakukan pajak penghasilan pribadi pada pendapatan asing, termasuk yang diperoleh dari perdagangan kripto, dari setiap individu yang tinggal di Thailand selama lebih dari 180 hari.
Dikutip dari Cointelegraph dan Warta Ekonomi, Rabu (20/9/2023), menurut laporan tanggal 19 September dari media lokal, aturan baru ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024, dengan formulir pajak pertama, termasuk yang untuk pendapatan dari luar negeri, akan disampaikan pada tahun 2025.
Dalam regulasi sebelumnya, hanya pendapatan asing yang dikirimkan ke Thailand pada tahun penghasilan yang dikenakan pajak. Aturan baru ini menutup celah ini dan akan memaksa individu untuk mendeklarasikan pendapatan apa pun yang diperoleh di luar negeri, bahkan jika tidak akan digunakan dalam perekonomian lokal.
“Prinsip pajak adalah bahwa Anda harus membayar pajak atas pendapatan yang Anda peroleh dari luar negeri, tidak peduli bagaimana Anda memperolehnya dan terlepas dari tahun pajak di mana uang tersebut diperoleh,” ujar seorang pejabat Kementerian Keuangan.
Diketahui bahwa kebijakan ini secara khusus ditujukan kepada penduduk yang berdagang di pasar saham luar negeri melalui pialang asing, pedagang kripto, dan warga Thailand dengan rekening luar negeri.
Sebelumnya, pada bulan Juli, Komisi Sekuritas dan Bursa Thailand mengharuskan penyedia layanan aset digital untuk memberikan peringatan yang memadai yang menyoroti risiko yang terkait dengan perdagangan kripto. Mereka juga melarang segala bentuk layanan peminjaman kripto.
Namun, tren pengawasan ketat terhadap industri kripto mungkin akan berubah dengan pemilihan perdana menteri baru. Pengusaha properti Srettha Thavisin, yang terpilih untuk memimpin parlemen Thailand, ikut serta dalam penggalangan dana sebesar $225 juta (Rp3,4 triliun) untuk sebuah perusahaan manajemen investasi yang ramah terhadap kripto, XSpring Capital, dan bahkan mengeluarkan tokennya sendiri melalui XSpring pada tahun 2022. (bl)