IKPI, Jakarta: Berbicara dihadapan banyak orang memang bukanlah pekerjaan mudah, apalagi jika materi yang akan disampaikan sangat formal atau berkaitan dengan pekerjaan yang sedang dijalankan. Pada situasi ini, pembicara bukan hanya harus menguasai materi yang akan disampaikan, tetapi juga harus memiliki mental yang baik agar bisa menguasai keadaan/panggung diskusi.
Dengan demikian, penguasaan berbicara di hadapan orang banyak (public speaking) adalah suatu ilmu yang memang harus dipelajari. Karena, seseorang yang memiliki public speaking yang baik akan bisa lebih cepat meyakinkan orang lain, dibandingkan mereka yang tidak menguasai public speaking.
Pentingnya seseorang menguasai public speaking, menjadikan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengangkat materi ini dalam diskusi “Seri Tata Kelola Kantor Konsultan Pajak” dengan tema “Public Speaking for Tax Consultant” yang dilaksanakan melalui Zoom Meeting pada Jumat (9/6/2023) pagi.
Dalam diskusi online yang menghadirkan motivator Didi Kusmayadi sebagai narasumber dan bertindak sebagai moderator anggota IKPI Tika. Sekadar informasi, acara ini diikuti lebih dari 500 peserta yang seluruhnya merupakan anggota IKPI dari berbagai daerah di Indonesia.
Dalam kegiatan itu, Didi menyampaikan bahwa kondisi gugup saat berbicara dihadapan orang banyak merupakan sesuatu yang wajar dan itu pasti dialami semua orang, termasuk dirinya. Karenanya, penguasaan materi dan percaya diri sangat penting dimiliki untuk mengatasi kondisi-kondisi seperti itu.
“Saya-pun sering mengalami permasalahan ini, apalagi apalagi kita berpikiran bahwa orang-orang yang ada di hadapan kita memiliki kapasitas keilmuan yang sebenarnya lebih tinggi. Nah kondisi ini yang membuat seseorang akan mengalami kegugupan dan ini sesuatu yang wajar,” ujar Didi kepada peserta.
Didi menerangkan, ada beberapa tujuan yang disasar ketika seseorang melakukan public speaking, seperti mengajak/membujuk orang lain, memberikan informasi, menghibur, mendidik, memotivasi, dan mengubah pemikiran seseorang.
Jadi secara luas, public speaking ini digunakan seseorang berdasarkan tujuannya. Karena, setiap tujuan pasti akan berbeda cara penyampaiannya dan pasti berbeda juga pesertanya.
“Mungkin kalau di IKPI penggunaan public speaking untuk mendidik, atau meyakinkan klien bahwa apa yang disampaikannya merupakan solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan perpajakannya,” kata Didi.
Memahami Audiens
Didi menegaskan, ada beberapa hal yang harus dipahami oleh pembicara mengenai keinginan audiens, seperti harus lebih cepat berpikir daripada mendengarkan, memiliki jangkauan perhatian yang tidak luas, ingin segera mendapatkan intisari/kesimpulan dari pembicaraan, mudah terdistraksi, mereka hadir dengan segudang harapan,dan mereka hanya ingin mendengar dan melihat pada saat itu.
Jadi kata dia, audiens tidak akan perduli seberapa hebat pembicara yang ada dihapannya, melainkan mereka hanya mau apa yang mereka inginkan bisa didapat dalam acara di mana saat itu anda sebagai pembicaranya. “Jadi jika mereka mendapatkan sesuatu dari materi yang disampaikan, maka bisa dipastikan mereka akan menyukai anda,” kata Didi.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, sebagai pembicara/narasumber dalam suatu acara, hendaknya sangat penting membangun hubungan keselarasan dengan audiens. Artinya, ketika keselarasan itu bisa terbangun maka interaksi antara narasumber dengan audiens akan terjalin dengan baik dan acara itu juga menjadi hidup.
“Tetapi apabila terjadi kondisi sebaliknya, maka audiens akan menutup diri dan dipastikan acara itu gagal karena tidak ada interaksi antara audiens dan narasumber,” ujarnya.
Didi mengungkapkan, ada beberapa hal ynag tidak boleh dilakukan seseorang saat melakukan public speaking seperti tidak percaya diri, memberikan nilai yang terlalu banyak dalam setiap ulasan, terjebak dalam pola pikir masa lalu, dan selalu membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Dengan demikian kata dia, hendaknya seseorang menghilangkan permasalahan-permasalahan itu dalam dirinya, sehingga mereka bisa mendapatkan kepercayaan diri dan bisa lancar menyampaikan materi yang disiapkan untuk seluruh audiens yang hadir dalam acara itu.
Dia juga menceritakan, bahwa berdasarkan pengalamannya dalam melakukan public speaking, seseorang selalu terjebak dalam ketakutan, mengapa?. Karena, biasanya mereka takut akan minimnya pengusaan masalah, ramai-nya audiens, demam panggung dan banyak lagi.
Menurutnya, hal itu merupakan hal wajar dan biasa dialami oleh seseorang yang akan melakukan public speaking. Namun ada beberapa tips untuk menghilangkan perasaan-perasaan tersebut, seperti menggerak-gerakan atau meremas tangan sambil mengatur nafas. Atau bisa juga menaruh ujung lidah di langit-langit mulut sambil juga mengatur nafas.
“Hal-hal seperti ini saya sering lakukan, khususnya saat saya mengalami rasa gugup di hadapan audiens,” katanya.
Disampaikannya, dalam melakukan audiensi terkadang narasumber tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan yang disampaikan para peserta. Entah itu karena pertanyaan yang di luar topik, atau memang narasumber tersebut tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan itu.
“Kita bukan Google yang bisa menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan audiens. Terkadang, ada juga pertanyaan yang memang tidak bisa dijawab. Nah, ketika ada situasi semacam ini, hendaknya sebagai narasumber kita menyampaikan jawaban secara sopan, seperti pertanyaan bapak/ibu itu sangat baik tetapi saya akan jawab di akhir acara atau bisa juga jujur bahwa kita tidak bisa menjawab pertanyaan itu,” kata dia.
Namun demikian kata Didi, perlu digaris bawahi bahwa dalam setiap kegiatan narasumber harus mempunyai kekuatan untuk bisa membawa/mengatur audiens dan bukan sebaliknya. Karena, ketika narasumber terdikte oleh audiens, maka bisa dipastikan materi yang telah disiapkan tidak akan bisa tersampaikan dengan baik, sehingga tidak ada ilmu yang didapat audiens dalam acara tersebut. (bl)