IKPI, Jakarta: Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan menghadapi tantangan lanjutan pada kuartal-kuartal mendatang. Lembaga riset global Bloomberg Intelligence menilai tekanan eksternal dari kebijakan tarif Amerika Serikat, ditambah meningkatnya kehati-hatian investor terhadap arah kebijakan fiskal, mulai menggerus momentum pertumbuhan.
Dalam riset BE Primer yang dirilis Senin (22/12/2025), ekonom Bloomberg Intelligence Tamara Mast Henderson mengungkapkan bahwa meskipun ekonomi Indonesia masih bergerak di kisaran tren historisnya, tanda-tanda perlambatan semakin terlihat. Sentimen pasar dinilai melemah seiring imbas tarif global yang kian terasa dan kekhawatiran atas pengelolaan fiskal.
“Kami memperkirakan perlambatan lanjutan pada kuartal-kuartal mendatang, dipengaruhi oleh melemahnya sentimen akibat tekanan tarif Amerika Serikat serta meningkatnya kehati-hatian investor terhadap kebijakan fiskal,” tulis Henderson dalam laporannya.
Data menunjukkan, pada kuartal III/2025 produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,04% secara tahunan. Angka ini memang melampaui ekspektasi pasar, namun melambat dibandingkan kuartal II/2025 yang mencatatkan pertumbuhan 5,12%. Perlambatan tersebut terutama berasal dari konsumsi rumah tangga yang mulai kehilangan tenaga.
Bloomberg Intelligence menyoroti bahwa belanja masyarakat selama ini menjadi penopang utama ekonomi nasional mulai tertekan oleh ketidakpastian global dan memburuknya sentimen. Kondisi ini membuat kontribusi konsumsi domestik terhadap pertumbuhan tidak sekuat periode sebelumnya.
Tekanan juga datang dari sisi investasi. Pembentukan modal tetap bruto hanya tumbuh 5,04% secara tahunan pada kuartal III/2025, merosot tajam dari 6,99% pada kuartal sebelumnya dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan sejak 2008 yang berada di kisaran 5,2%. Menurut Henderson, perlambatan ini mencerminkan sikap investor yang semakin waspada di tengah tekanan tarif global dan ketidakpastian kebijakan fiskal.
Di tengah pelemahan konsumsi dan investasi, kinerja ekspor neto justru menunjukkan perbaikan dan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan. Belanja pemerintah juga tercatat meningkat pada kuartal III/2025, seiring respons fiskal terhadap gelombang unjuk rasa yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia pada Agustus lalu.
Meski demikian, Bloomberg Intelligence menilai kombinasi melemahnya konsumsi rumah tangga dan investasi membuat ruang akselerasi ekonomi menjadi semakin terbatas. Kondisi ini dinilai dapat menjadi tantangan serius bagi ambisi pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto di akhir masa jabatannya.
“Momentum mulai melemah,” tegas Henderson, menandai fase ekonomi Indonesia yang kian membutuhkan kebijakan yang mampu memulihkan kepercayaan dan menjaga daya dorong pertumbuhan. (alf)
