Kolaborasi IKPI–EAI Kupas Proses IPO: Michael Tekankan Kesiapan Pajak sebagai Penentu Kelancaran Go Public

IKPI, Jakarta: Webinar kolaborasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Asosiasi Emiten Indonesia (EAI) yang diikuti ratusan peserta menghadirkan penjelasan komprehensif mengenai proses Initial Public Offering (IPO). Michael, anggota IKPI Cabang Tangerang Selatan yang menjadi salah satu pembicara, menyampaikan bahwa keputusan untuk menjadi perusahaan terbuka harus disertai persiapan menyeluruh, mulai dari nilai perusahaan, tata kelola, hingga kepatuhan perpajakan.

Dalam paparannya, Michael menjelaskan lima alasan utama mengapa perusahaan memilih untuk go public, yaitu akses pendanaan yang lebih mudah, peningkatan nilai perusahaan, penguatan citra korporasi, keberlanjutan usaha, serta insentif perpajakan bagi emiten. Ia menekankan bahwa kesuksesan IPO tidak hanya ditentukan oleh prospek bisnis, tetapi juga oleh ketertiban administrasi internal perusahaan. Penilaian bisnis dan aset oleh lembaga appraisal menjadi fondasi untuk menentukan valuasi awal sebelum saham dilepas kepada publik. 

“Appraisal akan menentukan nilai bisnis dan aset. Semakin baik nilainya, semakin kuat posisi perusahaan saat memasuki pasar,” ujar Michael.

Pada aspek perpajakan, Michael menilai bahwa banyak perusahaan belum memahami bahwa setiap ketidaksesuaian pada pembukuan dan SPT masa lalu bisa menjadi hambatan besar dalam proses go public. Ia mengingatkan bahwa fasilitas penurunan tarif PPh Badan sebesar 3% bukan diberikan secara otomatis, tetapi harus memenuhi syarat kepemilikan publik minimum 40% dan dimiliki setidaknya 300 pihak yang masing-masing tidak menguasai lebih dari 5% saham. 

Selain itu, perusahaan publik memiliki mekanisme khusus dalam perhitungan angsuran PPh Pasal 25 yang harus berbasis laporan triwulanan. Michael menyoroti pentingnya pembukuan yang akurat selama 10 tahun karena seluruh dokumen tersebut akan diuji melalui proses tax due diligence. Kesalahan dasar seperti chart of accounts yang tidak konsisten, jurnal yang tidak sinkron dengan laporan keuangan, atau ketidaktepatan pemisahan penghasilan final dan non-final kerap menjadi temuan utama yang dapat menghambat proses IPO. 

Ia menegaskan bahwa perpajakan bersifat rule based, sehingga setiap unsur dalam laporan keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan ketika dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang PPh maupun KUP.

Dalam penjelasannya, Michael juga memaparkan dampak implementasi sistem inti administrasi perpajakan Coretax yang membuat seluruh data perusahaan semakin transparan, termasuk keterhubungan dengan perbankan. “Sekarang tidak ada lagi ruang untuk inkonsistensi data. Laporan keuangan, transaksi, hingga pembukuan semuanya terhubung dalam satu ekosistem,” tegasnya. 

Selain itu, transaksi saham di bursa, baik oleh badan maupun orang pribadi, dikenai pajak 0,1% dari nilai bruto penjualan dan tambahan 0,5% khusus saat IPO perdana.

Michael mengingatkan bahwa IPO bukan hanya aksi korporasi, tetapi juga ujian kepatuhan total. Ia berharap edukasi yang diberikan IKPI dan EAI mampu membantu perusahaan bersiap lebih matang sebelum melangkah ke Bursa Efek Indonesia. 

“IPO itu proses panjang. Jika fondasi pajaknya kuat, perusahaan akan jauh lebih percaya diri di mata investor,” ujarnya. (bl)

id_ID