Dirjen Pajak Sebut 104 Pengemplang Sudah Cicil Utang, Pemerintah Aktif Lakukan Penagihan

Ilustrasi pajak. (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai memetik hasil dari langkah penagihan aktif terhadap para pengemplang pajak. Hingga 19 November 2025, sebanyak 104 penunggak pajak telah melakukan pembayaran cicilan utang dengan total mencapai Rp 11,48 triliun, menambah kekuatan penerimaan negara di penghujung tahun.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa proses penagihan tidak berhenti hanya pada penyetoran awal. Pemerintah akan terus mengawal sisa kewajiban para penunggak hingga lunas, termasuk membeberkan usia tunggakan masing-masing wajib pajak kepada DPR.

“Kami akan sampaikan secara detail, termasuk usia utangnya,” ujar Bimo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin, 24 November 2025.

Menurut Bimo, 104 wajib pajak tersebut merupakan bagian dari 201 penunggak terbesar di Indonesia. Pemerintah menempuh berbagai langkah persuasif maupun represif melalui penagihan aktif, penyitaan aset, pemblokiran rekening, hingga pembekuan izin usaha jika diperlukan.

Upaya tersebut dilakukan tidak hanya oleh DJP, melainkan melalui sinergi antara jajaran eselon I Kemenkeu, lembaga jasa keuangan, dan aparat penegak hukum. Untuk kasus yang tersangkut perkara hukum, DJP berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, termasuk Jamdatun dan Badan Pemulihan Aset, guna memastikan proses hukum dan pemulihan kerugian negara berjalan bersamaan.

Pemerintah menargetkan Rp 50–60 triliun dari sekitar 200 pengemplang pajak. Untuk tahun 2025, realisasi yang diincar berada di kisaran Rp 20 triliun, sehingga penagihan akan terus digencarkan hingga akhir tahun.

Bimo juga menegaskan bahwa pelaksanaan penegakan hukum tidak hanya menyasar wajib pajak yang masih tercatat aktif, agar tidak memunculkan anggapan “berburu di kebun binatang.” DJP dipastikan memperluas basis pajak melalui penguatan data, digitalisasi platform perpajakan, dan pelacakan transaksi elektronik.

Ia menambahkan, pendekatan multi-doors akan diterapkan untuk kasus berat, menggabungkan pidana perpajakan, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana pencucian uang guna memberikan efek jera yang lebih kuat. (alf)

id_ID