IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak ada ruang kompromi bagi permintaan sejumlah pedagang thrifting yang berharap aktivitas jual beli pakaian bekas impor dilegalkan dengan imbalan kesediaan membayar pajak.
Purbaya menolak mengaitkan isu thrifting dengan kontribusi fiskal. Bagi dirinya, persoalan ini murni soal kepatuhan hukum, bukan urusan penerimaan negara.
“Pokoknya barang masuk ilegal, saya berhentiin. Saya nggak mungkin buka pasar untuk barang-barang ilegal,” ujarnya di Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Ketika kembali ditegaskan soal kesiapan pedagang thrifting membayar pajak, Purbaya tak bergeser sedikit pun. “Pokoknya masuk ilegal, saya tangkap,” kata Menkeu, menutup ruang bagi legalisasi tanpa revisi aturan.
Ia bahkan mengilustrasikan posisinya dengan contoh klasik dari sejarah Amerika Serikat. “Kalau Anda lihat cerita Pak Al Capone… impor alkohol dari Kanada itu tidak beracun. Tapi tetap ilegal karena melanggar undang-undang. Ini sama kejadiannya,” ujarnya.
Menkeu kemudian mengaitkan fenomena thrifting dengan kondisi ekonomi nasional. Ia mengingatkan bahwa 90 persen perekonomian Indonesia bertumpu pada pasar domestik. Arus barang bekas impor yang menguasai pasar, katanya, hanya menguntungkan segelintir pedagang, namun berpotensi memukul industri dan pelaku usaha dalam negeri.
“Kalau yang domestiknya dikuasai barang asing, apa untungnya buat pengusaha domestik? Selain pedagang-pedagang yang jumlahnya relatif kecil dibandingkan rakyat kita semua,” ucapnya.
Menurut Purbaya, pasar dalam negeri harus dimaksimalkan untuk pemain lokal. Ia meyakini pedagang thrifting tetap bisa bertahan dengan beralih menjual produk buatan dalam negeri.
“Kalau mereka cukup cerdas mengelola dagangannya, bisa shift ke barang-barang domestik. Banyak kok yang bagus. Demand yang menentukan kualitas barang,” katanya.
Pedagang dan DPR Minta Pertimbangan Sosial
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR, Adian Napitupulu, meminta pemerintah tidak tergesa-gesa menindak pelaku usaha barang bekas karena aktivitas tersebut menjadi sumber penghidupan banyak warga. Menurut Adian, negara perlu memberi ruang selama belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai.
Dalam forum audiensi itu, seorang pedagang Pasar Senen, Rifai Silalahi, menyampaikan harapan besar agar thrifting dilegalkan. Ia menilai para pedagang ingin memenuhi kewajiban sebagai warga negara, termasuk membayar pajak, dan melihat legalisasi sebagai jalan tengah dibanding penutupan paksa.
Rifai menyebut industri thrifting melibatkan sekitar 7,5 juta orang di seluruh Indonesia. Data yang dikutip Adian menunjukkan bahwa barang thrifting impor hanya sekitar 0,5 persen dari total 784 ribu ton tekstil ilegal yang masuk ke Indonesia setiap tahun. (alf)
