Humala Napitupulu Tekankan Prinsip Keadilan dalam Penagihan Pajak, Sebut Kewajiban Itu Ada Batasnya

IKPI, Jakarta: Praktisi perpajakan yang juga merupakan anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Humala Napitupulu, menegaskan bahwa konsep penagihan pajak tidak dapat dilepaskan dari prinsip keadilan, keseimbangan, dan batasan kemampuan wajib pajak. 

Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam Seminar Perpajakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda DKJ bertema “Kedudukan dan Batasan Tanggung Jawab Penanggung Pajak”, di Aston Kartika Grogol, Jakarta Barat, Rabu (19/11/2025).

Humala membuka paparannya dengan tiga prinsip dasar yang menurutnya menjadi fondasi moral dalam memahami kewajiban pajak. “Di zaman saya, orang tua mengajarkan satu hal: utang harus dibayar. Tetapi kewajiban itu ada batasnya. Kita tidak mungkin bisa membayar utang kalau kita tidak paham atau tidak mampu,” ujarnya.

Menurutnya, pemahaman kedudukan dan batas tanggung jawab penanggung pajak adalah kunci untuk membaca aturan secara tepat. Ia menjelaskan bahwa kedudukan menentukan posisi pihak pertama, kedua, dan ketiga dalam struktur penagihan.

“Seperti utang pajak pada badan, tanggung jawab itu bisa mengalir ke pengurus. Badan adalah pihak pertama, pengurus adalah pihak terakhir,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menguraikan pentingnya memahami konsep renteng dan proporsionalitas dalam penagihan. Pada sistem renteng, tagihan cukup dibebankan kepada satu pihak. Namun dalam proporsionalitas, pungutan harus dilakukan berdasarkan porsi masing-masing penanggung pajak.

Humala juga menyoroti sejarah lambatnya reformasi penagihan pajak sejak era warisan hukum Belanda hingga terbitnya Undang-Undang Penagihan Pajak tahun 2000. Menurutnya, pembentukan surat paksa dengan kekuatan eksekutorial merupakan tonggak penting, namun tetap harus diimbangi dengan perlindungan hukum yang memadai.

“Pemerintah membutuhkan kekuatan penuh dalam penagihan. Tetapi kekuatan penuh itu harus berjalan seiring dengan perlindungan hukum, supaya adil dan berimbang,” imbuh Humala.

Ia menyampaikan tujuh poin penting UU PPSP yang wajib dipahami konsultan dan wajib pajak, mulai dari hak mendahului negara, cakupan penanggung pajak, hingga proses penyanderaan dan perlindungan OJK.

Humala mengajak peserta untuk mengkritisi aturan demi mencari bentuk keadilan yang tepat. “Upaya hukum harus jelas dan tersedia. Kalau kekuasaan terlalu besar, maka keseimbangan hilang. Keadilan harus tetap dijaga,” ujarnya. (bl)

id_ID