China Akhiri Insentif Pajak Logam Mulia, Harga Emas Dunia Anjlok di Bawah US$4.000

IKPI, Jakarta: Harga emas dunia anjlok menembus batas psikologis US$4.000 per ons setelah Pemerintah China resmi mengakhiri kebijakan insentif pajak bagi sektor logam mulia. Langkah ini langsung mengguncang pasar global, mengingat China merupakan salah satu konsumen dan importir emas terbesar di dunia.

Dilansir dari Bloomberg, harga emas batangan merosot hingga 0,6% menjadi sekitar US$3.978 per ons pada awal perdagangan Asia, Senin (3/11/2025). Harga emas spot pun turun ke level US$3.978,63 per ons pada pukul 07.46 pagi waktu Singapura. Sementara itu, indeks Spot Dolar Bloomberg tercatat relatif stabil, dengan harga perak ikut melemah, sedangkan platinum dan paladium sedikit menguat.

Kejatuhan harga ini dipicu oleh keputusan mengejutkan Beijing pada Sabtu (1/11/2025). Pemerintah mengumumkan berakhirnya kebijakan yang selama ini memperbolehkan beberapa pengecer emas untuk mengompensasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi logam mulia yang dibeli dari Bursa Emas Shanghai (Shanghai Gold Exchange/SGE) dan Bursa Berjangka Shanghai. Aturan baru tersebut berlaku bagi penjualan langsung maupun setelah emas diproses, dan akan diberlakukan hingga akhir 2027.

Kebijakan ini secara efektif menghapus keuntungan pajak yang selama bertahun-tahun dinikmati oleh anggota SGE dan Bursa Berjangka Shanghai, termasuk bank besar, kilang, dan produsen emas yang berpartisipasi langsung dalam perdagangan. Akibatnya, pelaku industri memperkirakan biaya distribusi dan margin keuntungan akan tertekan.

Langkah Beijing ini merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah ingin memperketat disiplin fiskal dan mengurangi distorsi di pasar logam mulia domestik.

China sebelumnya memberikan potongan atau kompensasi PPN bagi produsen yang menjual produk hilir emas kepada konsumen. Dengan insentif tersebut, harga jual emas di pasar domestik menjadi lebih kompetitif. Kini, tanpa kebijakan itu, biaya akhir yang ditanggung pembeli diperkirakan meningkat, sehingga dapat menekan permintaan ritel.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di pasar global. Sebagai konsumen terbesar emas dunia, setiap perubahan kebijakan di China dapat mengguncang keseimbangan permintaan dan pasokan internasional. Jika pembelian emas di China melambat, tekanan jual bisa makin besar di pasar global.

Meski demikian, sebagian pelaku pasar menilai penurunan harga saat ini bisa bersifat sementara. Ketidakpastian ekonomi global, ketegangan geopolitik, serta potensi penurunan suku bunga bank sentral utama masih menjadi faktor yang dapat menopang daya tarik emas sebagai aset lindung nilai (safe haven).

Namun dalam jangka pendek, kebijakan fiskal baru China ini menjadi “angin sakal” bagi reli harga emas yang sempat mencetak rekor beberapa bulan lalu. Investor kini menanti langkah lanjutan Beijing dan arah kebijakan moneter global untuk menentukan posisi berikutnya di pasar logam mulia.

Jika tekanan jual terus berlanjut, analis memperkirakan harga emas bisa menguji level support berikutnya di kisaran US$3.950 per ons, titik yang akan menentukan apakah koreksi ini hanya jeda sementara atau awal dari tren penurunan yang lebih panjang. (alf)

id_ID