Beberapa tahun terakhir, dunia usaha makin sering menerima “surat cinta” dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Nama resminya memang SP2DK singkatan dari Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atauKeterangan. Tapi siapa pun yang pernah mendapatkannya tahu: ini bukan surat biasa.
Surat itu bisa berarti dua hal peringatan dini atau bisa jadikesempatan perbaikan. Peringatan, kalau data pajak kita memang “bermasalah”. Tapi kesempatan, jika kita siapmenunjukkan bahwa bisnis kita patuh, transparan, dan profesional. Sayangnya, banyak wajib pajak yang justru panik dan diam. Padahal, di era digital saat ini, DJP punya data yang makin lengkap dari berbagai sumber: perbankan, marketplace, vendor, dan bahkan media sosial. Maka, cara terbaik bukan lagi “menghindar”, melainkan menghadapidengan strategi yang matang.
Gegen Pressing: Filosofi Klopp yang Relevan untuk Dunia Pajak
Dalam sepak bola, pelatih Jürgen Klopp memperkenalkan filosofi “Gegen Pressing” — yaitu menyerang balik begitu kehilangan bola. Bagi Klopp, cara terbaik untuk bertahan adalah dengan merebut kembali kontrol permainan. Konsepini luar biasa relevan untuk dunia perpajakan modern. Saat DJP mengirim SP2DK, jangan tunggu sampai situasi memburuk menjadi pemeriksaan pajak. Justru di situlah saatnya melakukan “pressing balik”: tampil proaktif dengan data yang kuat, rekonsiliasi yang rapi, dan argumentasiyang cerdas. Walaupun akhirnya bagi mereka yang siap, pemeriksaan pun tidak jadi soal. Artinya, menghindaripemeriksaan bukan berarti bersembunyi, tapi menghadapidengan kesiapan penuh.
“Bertahan dengan Menyerang” ala Total Football
Filosofi serupa juga muncul dari Timnas Belanda di era Johan Cruyff dengan konsep Total Football — semua pemain bisa bertahan sekaligus menyerang. Dalam kontekspajak, ini berarti:
1. Semua divisi harus sadar pajak. Bukan hanya tim finance, tapi juga HR, procurement, hingga marketing harus tahu implikasi pajak dari aktivitas mereka.
2. Bangun sistem dokumentasi yang solid. Bukti potong, faktur pajak, dan laporan keuangan harus salingmendukung.
3. Jangan reaktif, tapi naratif. Saat DJP menanyakan sesuatu, jawab dengan cerita logis tentang bisnis Anda — bukan sekadar angka.
4. Lakukan self-review. Periksa sendiri potensi selisih atau risiko sebelum DJP melakukannya.
Dengan cara ini, bisnis Anda bukan sekadar “aman dari pemeriksaan”, tapi juga makin kokoh dalam reputasi fiskal dan kredibilitas di mata regulator.
Langkah Nyata: Dari Defensif ke Proaktif
Berikut beberapa langkah sederhana namun efektif untukmenghadapi “tekanan” DJP:
– Lakukan Tax Health Check secara rutin. Temukan potensi masalah sebelum ditemukan DJP.
– Pastikan sinkronisasi antara SPT, e-Faktur, dan e-Bupotatau disebut juga ekualisasi.
– Bangun Tax Narrative File, yaitu ringkasan posisi pajak dan alasan bisnis di balik setiap transaksi besar.
– Bangun komunikasi sehat dengan Account Representative (AR) di KPP. DJP kini jauh lebih terbuka untuk dialog professional walaupun mungkinbelum sempurna, karena kesempurnaan hanya milikTuhan.
Pendeknya, kalau bisnis Anda ibarat tim bola, makajangan menunggu diserang, ambil inisiatif untukmenekan balik dengan kepatuhan dan data yang kuat.
Kesimpulan: Kepatuhan Adalah Strategi Menyerang
Era “surat cinta” pajak mungkin tidak akan berakhir, atau justru makin masif. Tapi dengan strategi yang tepat, Anda bisa menjadikannya momentum untuk membuktikan integritas dan kesiapan bisnis. Sama seperti filosofi Klopp:“The best moment to win the ball is immediately after you lose it.” Dalam bahasaperpajakan: Waktu terbaik untuk menghindaripemeriksaan pajak adalah saat Anda berani menghadapinya dengan data, logika, dan laporan yang tersistemasi.
Lebih jauh, strategi Intensifikasi Pajak atau dalam bahasa awam sering disebut “berburu di kebun binatang” memang masih menjadi momok bagi banyak wajib pajaklama yang sudah taat membayar. Oleh karena itu, DJP perlu menyeimbangkan fokus dengan strategi Ekstensifikasi, yaitu memperluas basis pajak dan menjaring wajib pajak baru.
Jika DJP secara terbuka mempublikasikan data bahwa jumlah ekstensifikasi meningkat pesat, publik akan melihat bahwa otoritas pajak kini tidak hanya menekan yang sudah patuh, tapi juga mulai “menyayangi” mereka yang telah berkontribusi sejak lama. Kepatuhan akantumbuh bukan karena ketakutan, tetapi karena rasa keadilan dan di situlah, hubungan sehat antara DJP dan wajib pajak bisa benar-benar tercipta.
Referensi
– OECD (2021). Tax Administration 2021: Comparative Information on OECD and other Advanced and Emerging Economies. Paris: OECD Publishing. Link: https://www.oecd.org/content/dam/oecd/en/publications/reports/2021/09/tax-administration-2021_72b221d1/cef472b9-en.pdf
– OECD Tax Administration 2024.https://www.oecd.org/content/dam/oecd/en/publications/reports/2024/11/tax-administration-2024_5c4606e4/2d5fba9c-en.pdf.
– Direktorat Jenderal Pajak (2025). Surat Tanggapan atas SP2DK. https://pajak.go.id/panduan-layanan-pajak/konten/layanan-digital/2025/pengawasan/surat-wajib-pajak/surat-tanggapan-atas-surat-permintaan-penjelasan-data-dan-keterangan-(sp2dk)
– Global Corporate Tax Handbook IBFD.https://www.ibfd.org/sites/default/files/2025-08/20_007_global-corporate-tax-handbook-2025_final_web.pdf.
– Artikel ringkas: “How Total Football revolutionised the game”, dari FIFA. Link: https://www.fifa.com/en/articles/total-football-revolutionary-ajax-barcelona-netherlands-rinus-michels-johan-cruyff
– Artikel dari Jürgen Klopp: “Jürgen Klopp’s Liverpool and the importance of ‘gegenpressing’” – The Guardian, 16 Oct 2015. Link:https://www.theguardian.com/football/blog/2015/oct/16/jurgen-klopp-liverpool-gegenpressing-borussia-dortmund
Penulis adalah Anggota IKPI Cabang Jakarta Utara
Toto
Email: toto@akuprim.com
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 
				 
					          