Kepada DPR Menkeu Purbaya Sampaikan Penyebab Demo Agustus: Ada Salah Urus Fiskal dan Moneter

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyinggung kesalahan kebijakan fiskal dan moneter sebagai penyebab utama demonstrasi besar yang terjadi pada akhir Agustus lalu. Ia menyebut tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat bukan semata akibat faktor global, melainkan buah dari langkah pemerintah yang keliru dalam mengelola likuiditas.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu (10/9/2025), Purbaya menjelaskan bahwa aliran uang di dalam negeri sempat kering karena anggaran negara lebih banyak ditahan ketimbang dibelanjakan. Dana APBN, menurutnya, justru menumpuk di Bank Indonesia melalui pos Saldo Anggaran Lebih (SAL) maupun Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA), sehingga peredaran uang ke masyarakat tersendat.

Ia mengingat kembali pengalaman masa pandemi Covid-19. Saat itu, pemerintah berhasil memulihkan ekonomi hanya karena berani menggelontorkan dana ratusan triliun langsung ke perbankan. “Begitu uang Rp300 triliun masuk ke sistem, pertumbuhan uang melonjak dan ekonomi cepat kembali ke jalur positif,” ungkapnya.

Namun, momentum pemulihan itu tidak berlanjut. Sejak pertengahan 2023, kebijakan moneter dan fiskal justru kembali mengetat. Pertumbuhan uang primer merosot hingga nyaris nol pada 2024, membuat aktivitas sektor riil tertekan, konsumsi melemah, dan publik kehilangan optimisme.

“Yang terjadi kemudian adalah narasi suram tentang masa depan ekonomi Indonesia, padahal persoalannya lebih banyak datang dari kebijakan domestik, bukan semata-mata tekanan global,” jelasnya.

Purbaya mengaku sempat optimistis awal 2025 ketika pertumbuhan likuiditas meningkat hingga 7% pada April. Namun, pada bulan-bulan berikutnya tren kembali menurun, memperlihatkan betapa kebijakan fiskal dan moneter masih belum selaras.

Ia menilai kombinasi suku bunga tinggi, penarikan pajak yang agresif, serta keterlambatan belanja pemerintah hanya memperparah kondisi.

“Kalau pajak ditarik tapi anggaran tidak segera dibelanjakan, otomatis uang tertahan di bank sentral. Sistem jadi kering, dunia usaha makin sulit bergerak,” tegas Purbaya. (alf)

 

id_ID