Mendagri Ingatkan Daerah untuk Cari PAD Kreatif Tanpa Bebani Rakyat

IKPI, Jakarta: Rencana kenaikan pajak daerah kembali memicu penolakan publik. Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, ribuan warga turun ke jalan menolak rencana Bupati Sudewo yang hendak menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Demonstrasi besar yang digelar Rabu (13/8/2025) itu bahkan menyerukan agar sang bupati lengser dari jabatannya.

Menanggapi gejolak tersebut, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah daerah (pemda) harus berhati-hati dalam menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurutnya, peningkatan PAD sah-sah saja, namun tidak boleh dilakukan dengan cara yang justru menekan masyarakat.

“PAD harus kreatif, tapi jangan sampai memberatkan masyarakat. Kalau bisa libatkan partisipasi publik sebelum menetapkan kebijakan,” ujar Tito dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2026, Jumat (15/8/2025).

Belajar dari Daerah Kreatif

Tito mencontohkan sejumlah daerah yang berhasil meningkatkan PAD tanpa menaikkan pajak secara drastis. Bali misalnya, fokus memberikan kemudahan perizinan di sektor pariwisata.

Yogyakarta memperkuat dukungan terhadap UMKM dengan penyederhanaan izin usaha. Ada pula daerah yang memperbaiki sistem parkir, mengoptimalkan pajak kendaraan bermotor, hingga mendorong BUMD agar lebih produktif.

“Pelaku usaha jangan dipersulit. Kalau restoran baru mau buka sudah dikenai pungutan, tentu memberatkan. Lebih baik penarikan pajak dilakukan setelah usaha jalan dan memberi keuntungan,” tambahnya.

Aturan Kenaikan PBB-P2

Kenaikan PBB-P2 diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah serta diturunkan ke PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dilakukan melalui Perda bersama DPRD, dengan penyesuaian minimal setiap tiga tahun sekali.

Namun, Tito menegaskan setiap kebijakan tetap harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Ia mengungkapkan setidaknya ada 20 daerah yang menaikkan NJOP dan PBB-P2 dalam tiga tahun terakhir, sebagian bahkan hingga 100 persen. Kasus ekstrem seperti Pati dan Jepara akhirnya dibatalkan karena memicu gelombang penolakan.

“Kami sudah keluarkan edaran ke kepala daerah. Kalau kebijakan berpotensi membebani rakyat, lebih baik ditunda atau dibatalkan,” kata Tito.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani menekankan pentingnya regulasi yang ramah usaha untuk memperkuat basis PAD lewat investasi. Ia melaporkan investasi semester I 2025 telah mencapai Rp942,9 triliun, dengan target Rp2.000 triliun pada akhir tahun.

Rosan menjelaskan, pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 28 Tahun 2025 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang mengedepankan kepastian, simplifikasi proses, dan penerapan fiktif positif. Sejak Juni 2025, BKPM sudah menerbitkan 61 izin dengan mekanisme ini.

“Kepastian izin sangat penting. Dengan regulasi baru, iklim investasi lebih kondusif, lapangan kerja bisa bertambah, dan pada akhirnya juga menopang PAD,” ujarnya.

Mendagri berpesan, pemerintah daerah perlu mencari sumber PAD yang inovatif tanpa membebani rakyat kecil. Perencanaan pajak daerah wajib melibatkan masyarakat, agar kebijakan yang lahir tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga adil dan dapat diterima publik. (alf)

 

id_ID