Pemutihan Pajak Daerah Picu Penurunan Pendapatan 8,06% pada Semester I-2025

IKPI, Jakarta: Program pemutihan pajak yang marak dijalankan sejumlah pemerintah daerah selama paruh pertama 2025 dinilai memberi tekanan serius pada pendapatan pajak daerah secara nasional. Data Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak daerah hanya mencapai Rp107,7 triliun, turun 8,06% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp117,16 triliun.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kemenkeu, Lydia Kurniawati Chrityana, menjelaskan bahwa meskipun istilah “pemutihan” tidak secara eksplisit disebut dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), praktik pemberian keringanan, penghapusan bunga, dan denda pajak tetap diakomodasi dalam ketentuan perundang-undangan.

“Pemutihan walaupun tidak disebut secara eksplisit di undang-undang, namun pemberian insentif seperti keringanan, penghapusan bunga, dan denda itu adalah bentuk legal dari diskresi daerah. Namun, kebijakan ini juga memberi dampak nyata terhadap turunnya penerimaan pajak,” ujarnya dalam diskusi publik daring yang digelar UPN Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Setelah revisi UU HKPD mulai diberlakukan pada awal 2024, pemerintah daerah kini memiliki kewenangan lebih besar, termasuk memungut opsen dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta menerapkan pajak baru seperti Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Tak hanya itu, tarif maksimal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga naik dari 0,3% menjadi 0,5%.

Kondisi ini menjadikan kebijakan pemutihan sebagai hak otonom daerah. Namun, Lydia mengingatkan pentingnya evaluasi terhadap efektivitas kebijakan tersebut, terutama dalam menjaga kesinambungan fiskal daerah.

“Beberapa daerah memberikan pemutihan tanpa basis evaluasi yang kuat. Padahal, tanpa kajian yang matang, potensi hilangnya penerimaan daerah bisa lebih besar dibanding manfaat jangka pendeknya,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menambahkan bahwa tekanan terhadap penerimaan pajak tidak semata-mata berasal dari pemutihan. Faktor eksternal seperti perlambatan ekonomi global, fluktuasi harga komoditas, hingga perubahan perilaku konsumsi masyarakat turut berperan dalam tren penurunan ini.

Meski demikian, Lydia menilai bahwa otonomi fiskal yang diberikan melalui UU HKPD tetap memberikan peluang besar bagi daerah untuk menggali potensi pajak secara optimal dengan catatan pengelolaannya dilakukan secara akuntabel dan berbasis data yang kuat. (alf)

 

id_ID