APINDO: Shortfall Pajak 2025 Terancam Tembus Rp100 Triliun

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mewanti-wanti ancaman serius terhadap penerimaan perpajakan tahun 2025. Analis Kebijakan Ekonomi APINDO, Ajib Hamdani, menyebut potensi shortfall pajak bisa menembus angka Rp100 triliun apabila pemerintah tidak melakukan langkah-langkah terobosan yang konkret.

“Kalau kondisinya ceteris paribus tidak ada terobosan berarti shortfall penerimaan pajak tahun ini bisa lebih dari Rp100 triliun. Ini mencerminkan kompleksitas tantangan fiskal yang luar biasa,” ujar Ajib dalam keterangan tertulis, Jumat (23/5/2025).

Hingga kuartal I-2025, realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp322,6 triliun atau sekitar 14,7 persen dari target APBN sebesar Rp2.183,9 triliun. Angka ini jauh di bawah kondisi ideal, yang semestinya menyentuh kisaran 20 persen di kuartal pertama. Sebagai perbandingan, pada tahun 2024 realisasi kuartal I sebesar 19,2 persen, tetapi tetap terjadi shortfall sekitar Rp50 triliun.

Lima Tantangan Utama Fiskal 2025

Ajib memetakan lima tantangan krusial yang harus dimitigasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengamankan penerimaan negara:

1. Pertumbuhan Ekonomi Melambat

Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang awalnya dipatok 5,2 persen menjadi hanya 4,7–4,9 persen, menjadi tantangan pertama. Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 pun hanya tercatat 4,87 persen. “Ini akan berdampak langsung pada kinerja perpajakan,” kata Ajib.

2. Dominasi Grey Economy

Lebih dari 50 persen PDB Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga, tetapi tidak seluruhnya tercatat dalam sistem perpajakan. Ajib menyebut, potensi transaksi senilai Rp2.000–Rp4.000 triliun masih beroperasi dalam area grey economy.

3. Utang Jatuh Tempo Rp800 Triliun

Pembayaran utang yang jatuh tempo menjadi tekanan tersendiri. Hingga April 2025, pemerintah sudah melakukan front loading utang sebesar Rp250 triliun, tetapi total utang jatuh tempo tahun ini mencapai Rp800 triliun. “Ini harus dimitigasi agar defisit tidak melebar melewati batas 3 persen dari PDB,” tegasnya.

4. Beban Program Populis

Program-program seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Merah Putih, dan pembangunan tiga juta rumah akan menambah beban APBN. Selain itu, kebijakan pengelolaan dividen BUMN melalui Danantara berpotensi mengurangi PNBP hingga Rp90 triliun.

5. Implementasi Coretax Belum Optimal

Sistem layanan perpajakan Coretax justru menimbulkan tantangan baru. “Ketidaksiapan sistem membuat cost compliance wajib pajak meningkat dan berpengaruh negatif terhadap penerimaan berjalan,” jelas Ajib.

Rekomendasi APINDO

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Ajib merekomendasikan tiga strategi utama: mempercepat daya ungkit ekonomi, redesain struktur belanja dengan prinsip spending better, serta peningkatan kualitas sistem dan layanan perpajakan.

Ia juga menyarankan dua opsi tambahan: pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dan pemberlakuan Tax Amnesty Jilid III. Menurutnya, kedua kebijakan itu bisa menambah penerimaan negara sebesar Rp60 triliun hingga Rp130 triliun.

“Langkah-langkah tersebut perlu dipertimbangkan serius agar pemerintah tidak hanya menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan iklim usaha yang lebih sehat,” tutup Ajib. (alf)

 

 

id_ID