Implikasi Perlakuan Perpajakan dalam Kerja Sama Operasi Terhadap Dunia Usaha

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79 Tahun 2024 (PMK79/2024) tentang Perlakuan Perpajakan dalam Kerja Sama Operasi diterbitkan untuk menggantikan ketentuan sebelumnya dan memberikan kerangka perpajakan yang lebih komprehensif dan terstruktur yang mulai berlaku pada tanggal 18 Oktober 2024. Kerja Sama Operasi (KSO) atau Joint Operation (JO) merupakan bentuk kemitraan usaha yang umum dalam proyek-proyek besar, khususnya di sektor konstruksi dan infrastruktur.

PMK79/2024 tersebut mengatur bahwa KSO wajib memiliki NPWP tersendiri, melakukan pembukuan terpisah, serta memenuhi kewajiban perpajakan sebagai entitas mandiri. Kontribusi anggota KSO dapat berupa uang, barang, jasa, atau aset tetap, dan dikenai perlakuan perpajakan sesuai jenisnya. KSO juga dapat ditunjuk sebagai pemotong pajak Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 dan Pasal 23, sedangkan penghasilan anggota dari KSO menjadi tanggung jawab perpajakan masing-masing.

Poin-poin Penting

1. Pengakuan KSO sebagai Subjek Pajak

KSO diakui sebagai subjek pajak meskipun tidak berbadan hukum. KSO wajib memiliki NPWP sendiri yang terpisah dari anggota-anggotanya.

2. Kewajiban Pendaftaran dan NPWP

KSO wajib didaftarkan untuk memperoleh NPWP jika melakukan kegiatan usaha/jasa atau menerima penghasilan yang dikenakan pajak di Indonesia.

3. Kontribusi Anggota ke KSO

Kontribusi anggota KSO dapat berupa uang, barang, jasa, dan/atau tanah dan bangunan. Kontribusi berupa BKP/JKP oleh PKP dikenai PPN. Kontribusi tanah dan bangunan dapat dikenai PPN dan PPh Final sesuai kondisi.

4. Kewajiban Pembukuan dan Pelaporan

KSO wajib menyelenggarakan pembukuan dan pelaporan pajak secara terpisah dari para anggotanya. KSO juga wajib menyampaikan SPT Masa dan SPT Tahunan PPh Badan.

5. Pemotongan dan Penyetoran Pajak

KSO dapat ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 4 ayat (2). Penghasilan anggota dari KSO tidak dipotong oleh KSO, tetapi disetorkan dan dilaporkan oleh masing-masing anggota.

6. KSO dengan Subjek Pajak Luar Negeri

Jika terdapat anggota KSO yang merupakan subjek pajak luar negeri, maka penghasilan yang diterima dari KSO dikenai PPh Pasal 26, kecuali ditentukan lain oleh perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty).

7. Penghentian KSO

Setelah kerja sama berakhir, KSO wajib menyampaikan SPT pembubaran atau pengakhiran kegiatan dan menyelesaikan seluruh kewajiban perpajakan yang masih harus dipenuhi.

Sebelum PMK79/2024, pengaturan perpajakan KSO tersebar di beberapa regulasi, pada masa itu, sehingga perlakuan pajak terhadap KSO sering kali membingungkan karena tidak ada kejelasan status subjek pajak dan kewajiban pencatatan.

Misalnya, tidak semua KSO diwajibkan memiliki NPWP, sehingga menimbulkan celah administratif. Selain itu, kontribusi berupa aset seperti tanah/bangunan tidak selalu jelas apakah dikenai PPN atau tidak.

Beberapa ketentuan dalam PMK792024 yang patut diperhatikan antara lain:

– Penegasan NPWP KSO: Memberikan dasar administratif yang kuat.

– Kontribusi berupa aset (tanah dan bangunan): Kini dikenai PPN jika diserahkan oleh PKP, menambah beban fiskal namun memperjelas perlakuan pajak.

– Pembukuan terpisah: Meningkatkan transparansi namun memerlukan kesiapan sistem dan SDM.

– Penyetoran pajak anggota: Mendorong kemandirian dan tanggung jawab masing-masing anggota.

PMK79/2024 menyederhanakan dan memperjelas perlakuan pajak KSO dengan mengatur kontribusi secara eksplisit, menjadikan KSO sebagai subjek pajak, dan mengatur pembukuan dan pelaporan secara terpisah. Hal ini menciptakan keadilan fiskal serta mempermudah pengawasan dan kepatuhan perpajakan.

PMK79/2024 merupakan langkah positif dalam reformasi perpajakan, khususnya dalam pengaturan entitas non-badan hukum seperti KSO. Dengan kejelasan regulasi, pengusaha dapat lebih percaya diri dalam menyusun kontrak dan melaksanakan kerja sama. Namun, kompleksitas administrasi dan tambahan beban pajak, terutama atas kontribusi non-uang seperti aset (tanah dan bangunan) perlu menjadi pertimbangan dalam perencanaan proyek.

Pemerintah diharapkan aktif memberikan sosialisasi dan bimbingan teknis agar implementasi PMK ini tidak menimbulkan multitafsir di lapangan.

Kesimpulannya: PMK79/2024 membawa perubahan penting dan positif dalam pengaturan perpajakan atas KSO. Peraturan ini tidak hanya memperjelas posisi hukum dan fiskal KSO, tetapi juga memberikan kerangka kerja yang lebih sistematis. Meski demikian, penerapannya memerlukan kesiapan teknis dan pemahaman menyeluruh dari pelaku usaha dan aparat pajak.

Penulis adalah Anggota Dewan Kehormatan IKPI

I Kadek Sumadi 

Email: Kadek_sumadi@yahoo.com

Hariyasin

Email: hariyasin29@yahoo.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

id_ID