IKPI, Jakarta: Arfan, Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pajak Kemenkeu periode 2015–2019 yang merupakan salah satu calon Anggota Kehormatan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), menyampaikan pandangan strategis mengenai pentingnya peran konsultan pajak dalam sistem keuangan nasional.
Dalam pertemuan antara Anggota Kehormatan, Dewan Penasihat dan Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Hotel Dharmawangsa, baru baru ini, Arfan menegaskan bahwa konsultan pajak merupakan elemen vital dalam ekosistem perpajakan Indonesia dan sudah saatnya memiliki landasan hukum yang kokoh.
“Saya pribadi sangat menghargai undangan ini dan merasa terhormat bisa kembali bertemu dengan para panutan seperti Pak Hadi Poernomo, Pak Soebakir, Pak Nono, dan yang lainnya,” ujar Arfan membuka pernyataannya.
Ia menggarisbawahi, pengalaman langsung selama menjabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan bahwa jumlah konsultan pajak yang aktif jauh dari memadai untuk memenuhi kebutuhan wajib pajak di berbagai daerah, seperti saat Kongres IKPI di Makassar beberapa tahun lalu, jumlah anggota tidak sebanyak saat ini yang kabarnya mencapai lebih dari 7100.
“Padahal, konsultan pajak itu sangat penting. Di Jepang, saya lihat sendiri bagaimana masyarakat sangat terbantu dengan keberadaan konsultan. Petugas pajak pun merasa dimudahkan. Ini contoh luar biasa yang seharusnya bisa kita adaptasi,” ungkap Arfan, yang juga pernah melakukan studi banding ke Jepang bersama tim.
Lebih lanjut, Arfan menyoroti perlunya undang-undang khusus tentang konsultan pajak. Menurutnya, peran strategis konsultan pajak yang berada di tengah antara otoritas pajak dan wajib pajak harus didukung oleh legalitas formal agar berjalan lebih aman dan terarah.
“Kita dulu sempat dorong itu bersama Pak Soebakir dan Pak Nono. Bahkan sempat bertemu dengan Ketua DPR saat itu. Harusnya ada progres lebih nyata sekarang,” tegasnya.
Arfan juga mendorong IKPI untuk terus tampil sebagai suara kolektif dalam isu-isu perpajakan nasional. Ia menekankan pentingnya pendekatan budaya dalam mendorong kesadaran pajak di Indonesia yang multietnis.
“Budaya bayar pajak itu sulit, di mana-mana. Tapi kita harus coba lewat pendekatan sosial budaya, lokal, bahkan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dalam struktur kehormatan organisasi sehingga lebih berwarna dan memiliki pandangan luas,” katanya.
Ia mengungkapkan, langkah strategis yang harus dijalankan IKPI dalam menjalankan visi misinya. Sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar di Indonesia, IKPI tidak hanya berkolaborasi dengan DJP, tetapi sangat penting juga meng-edukasi dan membawa aspirasi Wajib Pajak.
“Kebetulan, kami sudah tahap akhir dalam proses pembentukan Taxpayer Community, yakni salah satu organisasi yang penting dalam ekosistem perpajakan. Jadi, ada DJP, IKPI (wadah konsultan) dan ada Taxpayer Community (wadah WP). Lengkap sudah. Semoga dengan adanya tiga pilar ini, perpajakan Indonesia bisa jadi baik sesuai harapan,” ujarnya.
Lebih lanjut Arfan menyampaikan kesiapannya untuk terlibat aktif dalam pengembangan organisasi. Ia mengajak pengurus IKPI untuk menyusun rencana aksi konkret, melakukan brainstorming, dan mengeksekusi ide-ide yang bisa membawa IKPI lebih dikenal, lebih solid, dan lebih berpengaruh dalam percaturan perpajakan nasional.
“Saya siap membantu. Ayo kita gerak bersama,” pungkasnya. (bl)