Pemerintah Tanggung Pajak Pembelian Properti Hingga Rp 5 Miliar

IKPI, Jakarta: Pemerintah memperluas jangkauan pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk pembelian properti hingga Rp 5 miliar. Ini dimaksudkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang terus meningkat.

Hal itu dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Meski penerima insentif PPN DTP diperluas untuk pembelian rumah hingga Rp 5 miliar, insentif yang diberikan tetap sebatas Rp 2 miliar.

Artinya jika membeli rumah dengan harga Rp 2 miliar maka PPN 100% ditanggung oleh pemerintah, tetapi jika membeli rumah dengan harga hingga Rp 5 miliar, pemerintah tetap memberikan insentif PPN dengan batas Rp 2 miliar saja.

“PPN DTP diberlakukan bagi rumah dengan harga sampai Rp 2 miliar di mana PPN 11% ditanggung pemerintah. Kita memperluas untuk rumah sampai Rp 5 miliar, namun PPN yang di-DTP-kan hanya sampai Rp 2 miliar,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Detik Finance, Senin  (6/11/2023).

Fasilitas PPN DTP akan diberikan untuk pembelian 1 rumah per 1 NIK atau NPWP yang berlangsung mulai November 2023 hingga Desember 2024. Lebih rincinya kebijakan ini akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang ditargetkan terbit bulan ini.

“Saat ini PMK ini sedang dalam tahap harmonisasi dan finalisasi untuk segera ditetapkan. Diharapkan terbit mulai November ini untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan kita melihat dari sisi demand dan supply bisa aman mendapatkan respons positif terhadap kebijakan tersebut,” jelas dia.

Implementasi PPN DTP akan dilaksanakan dalam dua tahapan. Tahap pertama, pemberian insentif pajak akan diberikan sebesar 100% pada November 2023-Juni 2024. Tahap kedua, diberikan sebesar 50% untuk periode Juli-Desember 2024.

Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) berupa bantuan biaya pengurusan administrasi rumah, mulai dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan lainnya mencapai Rp 4 juta. (bl)

DJP Jatim II Sidik In Absentia Pengemplang Pajak Rp 2,74 Miliar

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur II melakukan penyidikan in-absentia pertama di Indonesia. Penyidikan ini terkait kasus perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan yang merugikan negara Rp 2,74 miliar.

“Penyidikan ini dilakukan atas perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar: RP 2,747 miliar atas perbuatan pidana melalui PT BBM dan PT RPM,” tulis Instagram @ditjenpajakri, seperti dikutip dari Detikcom, Senin (6/11/2023).

“Untuk pertama kalinya, DJP menorehkan prestasi kinerja dalam bentuk penyidikan in-absentia sejak pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP),” tambahnya.

Penyidikan in-absentia perpajakan adalah proses penyidikan tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh penyidik pajak tanpa adanya kehadiran tersangka. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 61Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

DJP menjelaskan, Penyidik pajak wajib melakukan upaya maksimal untuk menghadirkan tersangka dalam proses penyidikan dan penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti (Tahap II).

Apabila tersangka tidak memenuhi panggilan yang dilakukan secara sah oleh penyidik sebanyak dua kali dan tidak memberikan alasan yang patut dan wajar, maka penyidik pajak wajib mengumumkan pemanggilan tersebut pada media berskala nasional dan/atau internasional, mengusulkan tersangka masuk dalam daftar pencarian orang, dan meminta bantuan kepada pihak berwenang untuk dicatat dalam red notice.

“Setelah hasil penyidikan dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum (P.21) dan telah dilakukan segala upaya maksimal tersebut dì atas, penyidik pajak melakukan kegiatan Tahap II tanpa adanya kehadiran tersangka (in absentia),” tutupnya. (bl)

Intip Keseruan Anggota IKPI di AOTCA Conference 2023 Jepang

Sebanyak 105 anggota Ikatan Konsultan Pajak (IKPI) dari berbagai wilayah di Indonesia terlihat tampak antusias mengikuti Asia Oceania Tax Consultants Association (AOTCA) Conference sejak 31 Oktober – 3 November 2023 di Jepang.

Tentu saja, ada berbagai kesan yang muncul dari peserta yang mengikuti kegiatan seminar pajak internasional ini.

AOTCA Jepang rupanya bukan hanya digunakan untuk mengupgrade ilmu mereka tentang perpajakan. Berkunjung ke destinasi wisata favorit, serta menyerbu pusat-pusat perbelanjaan, juga menjadi satu kegiatan pribadi yang sudah direncanakan sejak berada di Indonesia.

Berikut momen-momen seru para anggota IKPI di AOTCA Conference 2023. (bl)

(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
(Foto: Dok. Group Whatsapp Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Menhub Lobi Sri Mulyani dan Airlangga Minta Hapus Pajak Impor Suku Cadang Pesawat

IKPI, Jakarta: Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi melobi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk menghapus pajak impor suku cadang pesawat.

Menhub mengatakan, pajak impor suku cadang pesawat ini berdampak besar pada biaya operasional maskapai. “Kita oke lah pajak atas avtur tidak, tapi yang ini (penghapusan pajak suku cadang pesawat) yang kita minta. Saya akan sowan ke Bu Menkeu untuk menyampaikan bahwa pajak dari suku cadang itu dampaknya besar banget,” ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (2/11/2023).

Menhub menyebut, pembebasan pajak impor suku cadang pesawat ini dibutuhkan untuk maskapai yang tengah memerlukan suku cadang untuk memperbaiki pesawat-pessawat yang selama pandemi Covid-19 tidak digunakan.

Sebab, selain terbebebani oleh pajak impor, maskapai juga tengah kesulitan mendapatkan suku cadang pesawat lantaran ketersediaan suku cadang pesawat tersendat akibat rantai pasoknya terganggu oleh kondisi sosial dan politik global.

Sementara, perbaikan pesawat ini diperlukan agar maskapai bisa menambah jumlah armada beroperasi lantaran selama ini jumlah penumpang sudah meningkat namun pesawat yang dioperasikan terbatas.

Selain itu, pembebasan pajak suku cadang ini juga dapat mendukung maintenance, repair, and overhaul (MRO) atau bengkel pesawat dalam negeri.

Menhub mengungkapkan, dengan maskapai terbebas pajak impor suku cadang ini mendorong mereka untuk melakukan perawatan pesawat di dalam negeri.

Sebab, selama ini banyak pesawat yang diperbaiki di bengkel luar negeri agar maskapai lebih mudah dan lebih murah mendapatkan suku cadang pesawat.

“Kan kasihan GMF segala macam. Dan sayang juga kesempatan itu bisa kita lakukan dan itu menjadi competitiveness kita untuk MRO berkurang. Kita bayangkan yang namanya MRO bukan untuk Indonesia saja. Tapi kalau masuk ke sini suku cadangnya kena pajak,” tuturnya. (bl)

Guys, Ternyata Empat Negara Ini Tak Pungut PPN Kepada Warganya Loh!

IKPI, Jakarta: Hampir seluruh negara di dunia menerapkan Pajak Penghasilan (PPN) kepada warganya. Namun, terdapat beberapa negara yang tidak menerapkan pajak penghasilan. Dilansir dari Investopedia, Kamis (2/11/2023), Amerika Serikat dan Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara yang mewajibkan pajak penghasilan ke warga negaranya.

Meskipun tinggal di negara tanpa pajak penghasilan, warga negara Amerika Serikat tidak dapat menghindari pajak penghasilan. Di mana pun warga negara Amerika Serikat tinggal, mereka masih harus membayar pajak penghasilan sesuai hukum yang berlaku di Amerika Serikat.

Lantas, negara apa saja yang bebas pajak penghasilan?

Berikut negara-negara tanpa pajak penghasilan

Uni Emirat Arab

Terdapat beberapa negara penghasil minyak di Timur Tengah yang tidak menerapkan pajak perusahaan atau pajak penghasilan, dan Uni Emirat Arab merupakan salah satunya yang memiliki pemerintahan dan perekonomian yang stabil.

Uni Emirat Arab memiliki perekonomian yang berkembang dan lingkungan yang lebih multikultural dibandingkan mayoritas negara di Timur Tengah. Hal ini berarti terdapat banyak pilihan makanan dan hiburan. Lalu, terdapat fasilitas pendidikan yang sangat baik dan populasi yang dapat berbahasa Inggris.

Bahama

Untuk menikmati bebas pajak penghasilan di Bahama, seseorang tak perlu memperoleh kewarganegaraan Bahama, ia hanya perlu tinggal di Bahama saja. Hal tersebut membuat Bahama menjadi salah satu negara yang mudah untuk mengakses kehidupan bebas pajak penghasilan.

Agar dapat terbebas dari pajak penghasilan, seseorang harus tinggal di Bahama minimal 90 hari, dan mereka harus mempertahankan tempat tinggal mereka selama minimal 10 tahun. Lalu, tempat tinggal tersebut juga harus memenuhi jumlah pembelian minimum yang ditentukan oleh menteri, dan orang yang membeli tempat tinggal dengan harga lebih dari BSD $750 ribu atau setara Rp 11,9 miliar (kurs Rp 15.942) akan mendapatkan “pertimbangan cepat”.

Bermuda

Bermuda merupakan negara lain yang bebas pajak penghasilan di Kepulauan Karibia selain Bahama. Namun, biaya hidup di Bermuda jauh lebih tinggi karena letak Bermuda yang terpencil.

Bermuda adalah negara yang lebih berkembang dibandingkan dengan negara lainnya di Kepulauan Karibia. Bermuda juga termasuk negara yang memiliki pemandangan dan destinasi yang indah.

Monako

Monako dikenal sebagai tempat berlibur para orang-orang kaya di dunia. Terletak di French Riviera, Monako memiliki marina luas yang ditempati oleh sejumlah kapal pesiar dari seluruh dunia.

Monako juga merupakan salah satu tuan rumah dari acara favorit para orang kaya, yaitu Formula One Monaco Grand Prix. Saat acara tersebut berlangsung, harga sewa apartemen di Monako dapat mencapai US$ 10 ribu atau setara Rp 158,6 juta (kurs Rp 15.862) per malam.

Monako merupakan negara kota yang luasnya tidak jauh berbeda dengan Vatikan. Monako mempunyai angka kriminal terendah di seluruh dunia. Namun, Monako adalah salah satu tempat dengan biaya hidup tertinggi.

Untuk mendapatkan bebas pajak penghasilan di Monako, seseorang harus mempunyai setoran setidaknya € 500 ribu atau setara Rp 8,4 miliar (kurs Rp 16.808) di bank Monako. (bl)

Tiga Hakim Pengadilan Pajak Diadukan ke Komisi Yudisial

IKPI, Jakarta: Perusahaan PT MJL melalui kuasa hukumnya Cuaca Teger mengadukan tiga hakim Pengadilan Pajak Jakarta inisial A, S, dan U ke Komisi Yudisial (KY). Cuaca Teger menyebut majelis hakim yang mengadili kliennya berperilaku tidak profesional.

“Mereka diduga melakukan pelanggaran kode etik, tidak berperilaku baik, dan tidak mandiri atau tidak profesional,” kata Cuaca Teger seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (2/11/2023).
Pelapor mengatakan ketiga hakim menyatakan penggugat memiliki iktikad tidak baik dalam mengajukan gugatan.

“Penilaian hakim terlapor itu sangat tidak baik dan malah mencemarkan nama baik Penggugat melalui putusannya. Pengadu kan mengajukan haknya untuk menggugat, kenapa menjalankan haknya dianggap terlapor tidak beriktikad baik,” ucapnya.

Cuaca Teger menyatakan hakim patut diyakini sudah mengetahui apa arti perundang-undangan menurut UU Nomor 12/2011. Namun, dalam praktiknya, malah sebaliknya.

“Ternyata hakim menyamakan Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-146/PJ./2018 sebagai peraturan yang mana dengan maksud tersebut hakim sengaja ingin mengalahkan Penggugat. Dengan demikian, sikap ketiga hakim ini membuktikan memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung dengan sengketa,” ujar Cuaca Teger.

Dalam pengaduannya itu, pelapor menyampaikan ketiga hakim teradu sama sekali tidak mengetahui ruang lingkup perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada UU No 12/2011.

“Padahal hakim harus memutus berdasarkan perundang-undangan, membuktikan ketiga hakim tidak profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,” ujar Cuaca Teger.

Atas hal itu, Cuaca Teger meminta agar ketiga hakim terlapor diberhentikan sebagai hakim Pengadilan Pajak.

“Dan berdasar Pasal 17 ayat 5, 6, dan 7 UU Kehakiman, sengketa diperiksa ulang dengan majelis hakim yang berbeda,” terang Cuaca Teger.

Sementara itu, juru bicara KY Miko Ginting menyatakan kini hakim Pengadilan Pajak sudah menjadi ruang lingkup pengawasan KY. Namun, terkait pelaporan PT MJL, Miko perlu melakukan cross-check terlebih dahulu.

“Karena kualifikasi hakim pajak merupakan hakim. Terlebih dengan adanya putusan MK terakhir, yang menyatakan semua urusan pengadilan pajak berada di bawah MA,” ujar Miko. (bl)

Permudah Wajib Pajak, Kemenkeu Siap Implementasikan CTAS

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus konsisten melakukan reformasi perpajakan. Pada tahun 2024 nanti, Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Pajak akan mengimplementasikan sebuah sistem perpajakan yang setara dengan negara maju, yakni Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau yang lebih dikenal dengan Core Tax Administration System (CTAS).

Pajak sendiri memang merupakan salah satu komponen APBN yang memiliki kontribusi terbesar dalam penerimaan negara. Dengan penerimaan pajak yang optimal, APBN dapat bekerja secara maksimal untuk pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat.

Jika berbicara soal penerimaan perpajakan, secara total pada tahun 2024 ditargetkan sebesar Rp2.309,9 triliun dalam APBN 2024, yang mengalami peningkatan dari target APBN 2023 yaitu sebesar Rp2.021,2 triliun.

Kebijakan pajak Tahun 2024 diarahkan untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan. Salah satu strategi untuk mencapai target penerimaan dimaksud adalah dengan terus melanjutkan reformasi pajak yang sejatinya sudah dimulai sejak tahun 1983. Pada saat itu sistem official assessment berubah menjadi self assessment. Kemudian, perbaikan terus dilakukan, baik dari sisi administrasi maupun regulasi.

Reformasi Perpajakan Jilid III

Dimulai sejak tahun 2016, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah mengimplementasikan Reformasi Perpajakan Jilid III.

Reformasi perpajakan itu bertujuan untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak dengan mengusung lima pilar, yaitu penguatan organisasi, peningkatan kualitas SDM, perbaikan proses bisnis, pembaruan sistem informasi dan basis data, serta penyempurnaan regulasi.

Hasil dari transformasi ini dapat dilihat dalam bentuk Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Melalui undang-undang tersebut, DJP menyempurnakan beberapa regulasi perpajakan seperti integrasi NIK NPWP, perluasan bracket tarif Pajak Penghasilan orang pribadi, dan pemberian penghasilan tidak kena pajak untuk UMKM.

Tidak hanya itu, DJP juga menata ulang perlakuan pajak atas natura, menyesuaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), mengatur PPN dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, mengenalkan pajak karbon, hingga meluncurkan Program Pengungkapan Sukarela.

Sedangkan di sisi pengawasan, DJP telah melakukan reorganisasi dengan membentuk Kantor Pelayanan Pajak Madya baru dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama berbasis pengawasan strategis dan kewilayahan.

Penerapan Teknologi Informasi untuk Mudahkan Wajib Pajak

Sebagai organisasi yang dinamis, senantiasa bertumbuh mengikuti laju zaman, dan memperbaiki diri secara berkelanjutan, DJP melakukan perubahan dan perbaikan agar institusi ini dapat lebih andal dan sigap dalam melaksanakan tugas mengumpulkan penerimaan. Perubahan inilah yang menjadi inti dari Reformasi Perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti menyampaikan, Reformasi Perpajakan ini dilakukan secara simultan, tidak hanya berorientasi ke dalam (internal DJP), tetapi juga keluar (eksternal). Artinya, reformasi tidak hanya tentang bagaimana DJP memenuhi target penerimaan, tetapi juga tentang meningkatkan layanan kepada wajib pajak.

“Hal itulah yang kami coba susun dengan menetapkan 10 Business Direction dalam Core Tax Administration System (CTAS). Business Direction tersebut di antaranya, digitized and automated process, data and knowledge driven, risk-based compliance approach, dan omnichannel and borderless service,” ujar Dwi.

Dengan adanya Reformasi Perpajakan, Dwi meyakini bahwa DJP telah menjadi salah satu institusi pemerintah yang paling maju dan modern dalam menerapkan teknologi informasi untuk menjawab kebutuhan zaman.

Penerapan teknologi informasi ini juga terlihat melalui metode yang digunakan DJP untuk berinteraksi dengan wajib pajak, yaitu dengan mengedepankan 3C (Click, Call, Counter). Ini adalah salah satu bukti nyata bahwa DJP sangat bersahabat dengan perkembangan teknologi informasi.

DJP terus berupaya memudahkan wajib pajak untuk mendapatkan akses layanan dan informasi perpajakan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengimplementasikan dalam beberapa layanan perpajakan yang telah diluncurkan. Layanan terbaru tersebut diantaranya aplikasi Renjani (Relawan Pajak untuk Negeri), chat-bot dan WA-bot khusus UMKM, serta pengembangan akses informasi melalui pengembangan Web Edukasi Perpajakan.

Situs web edukasi perpajakan sebenarnya bukanlah hal baru. Namun, karena materi dalam situs web yang sebelumnya masih terlalu tersegmentasi dan hanya berfokus pada pendidikan formal, DJP perlu melakukan pengkinian untuk menarik minat dan memudahkan wajib pajak menjelajahi situs web edukasi pajak.

Pada situs web tersebut ada enam modul utama program edukasi, yakni inklusi kesadaran pajak, aplikasi Renjani, ruang belajar pajak, anjangsana edukasi, kunjung perpustakaan DJP, dan modul business development service (BDS). Serta satu modul lainnya masih dikembangkan, yaitu modul anak usia dini.

Salah satu modul utama yang telah diluncurkan adalah aplikasi Renjani. Aplikasi ini menjadi wadah daring untuk menampung relawan pajak yang akan membantu DJP dalam mengedukasi wajib pajak atau calon wajib pajak. Di dalam aplikasi ini nantinya calon relawan pajak dapat mendaftarkan diri dan akan diberikan pelatihan khusus kerelawanan pajak.

Selain itu, aplikasi lain yang telah diluncurkan adalah chat-bot DJP. Chat-bot ini adalah virtual assistant berbasis kecerdasan buatan yang dapat diakses melalui www.pajak.go.id. Virtual assistant yang diberi nama Fiska dan Fisko dapat digunakan secara mudah dan cepat dalam waktu 24 jam dan 7 hari dalam seminggu.

Fiska dan Fisko bisa digunakan untuk beberapa informasi utama, seperti NPWP, lupa EFIN, pelaporan SPT, pemadanan NIK-NPWP, dan lain-lain. Untuk pertanyaan-pertanyaan yang lebih kompleks, wajib pajak juga tetap dapat terhubung dengan petugas live chat dengan mengetik 1500200 di kolom chat pada jam kerja yaitu Senin-Jumat pukul 08.00 sampai dengan 16.00 WIB.

Khusus untuk wajib pajak UMKM, DJP juga telah menyiapkan WA-bot khusus yang dapat memberikan layanan informasi perpajakan daring melalui media Whatsapp dengan nomor seluler 08115615008. WA-bot ini akan menjawab pertanyaan secara otomatis, tanpa melalui agen.

Melalui WA-bot ini, wajib pajak UMKM dapat mengakses informasi NPWP, perubahan data, pajak penghasilan, UMKM dalam perpajakan, dan lain sebagainya. Fitur baru seperti WA-bot dan chat-bot di pajak.go.id ini telah mengidentifikasi lebih dari 600 layanan administrasi DJP.

Reformasi Perpajakan dengan CTAS

Ke depan, peran pajak akan menjadi semakin strategis dalam mendukung kebijakan pemerintah di tengah kondisi nasional dan global yang semakin menantang. Dengan telah digariskannya arah kebijakan nasional untuk menjaga perekonomian Indonesia sebagai upper middle income country dan bahkan mulai mempersiapkan diri untuk melangkah menuju high income country, negara memerlukan sumber pendanaan lebih banyak yang harus dipenuhi melalui pengumpulan pajak secara berkesinambungan.

Meskipun Indonesia belum sampai menjadi high income country, namun banyak perubahan besar dan signifikan yang telah dilakukan oleh DJP Kementerian Keuangan untuk meningkatkan layanan kepada wajib pajak khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya.

Kementerian Keuangan juga telah menggulirkan beberapa kebijakan yang memberikan kemudahan kepada wajib pajak, antara lain pemberian restitusi bagi wajib pajak tertentu yang semakin dipercepat hanya melalui penelitian, penerbitan Surat Keterangan Bebas secara otomatis dengan prinsip trust and verify, serta pengaturan baru terkait natura yang lebih berkeadilan bagi pemberi kerja maupun bagi penerima penghasilan.

Pada pertengahan tahun 2024, Sistem Inti Administrasi Perpajakan/Core Tax Administration System (CTAS) akan diimplementasikan. Sistem inti ini mengubah sistem informasi DJP menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat.

CTAS tidak hanya berdampak pada sisi teknologi, tetapi juga pada semua pilar Reformasi Perpajakan. Meskipun pegawai DJP memegang peran penting dalam keberhasilan Reformasi Perpajakan, namun tak henti-hentinya DJP mengajak dan merangkul masyarakat agar mengambil bagian dalam mengawal reformasi yang sedang berlangsung untuk satu tujuan yang mulia bagi bangsa dan negara.

Implementasi CTAS tentunya membutuhkan dukungan besar dari berbagai pihak, termasuk dukungan pemerintah daerah sebagai mitra DJP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pasalnya, tanpa didukung data dan informasi yang berkualitas serta interoperabilitas dengan sistem lain di luar DJP, CTAS tidak akan berfungsi maksimal.

Peran lembaga internasional pun tak kalah penting dalam proses reformasi perpajakan ini. DJP mendapatkan berbagai ilmu praktik perpajakan terbaik melalui kerja sama dengan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), ATO (Australian Taxation Office), GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit), IBFD (Internationaal Belasting Documentatie Bureau), JICA (Japan International Cooperation Agency), AFD (Agence Française de Développement), NTA (National Tax Association), NTS (National Tax Service), dan Prospera.

CTAS pun menjadi hasil dari pembelajaran praktik terbaik yang telah dilakukan. Dengan CTAS, sistem informasi DJP akan menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat. Sehingga ke depannya, Indonesia akan memiliki sistem administrasi perpajakan yang setara dengan negara maju.

Selain itu, asosiasi pengusaha, seperti KADIN, HIPMI dan APINDO, dapat berperan dalam penyusunan kebijakan perpajakan. Dalam menyusun kebijakan, DJP Kementerian Keuangan memerlukan masukan agar kebijakan perpajakan yang akan diterbitkan tidak membebani masyarakat

Demikian pula dengan asosiasi konsultan pajak, seperti IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia), P3KPI (Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia), AKP2I (Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia), Perkoppi (Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia), dan Pertapsi (Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Indonesia) yang terus membantu DJP Kementerian Keuangan dalam menjelaskan kondisi langsung yang dialami masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan sistem perpajakan yang efektif dan efisien, DJP juga selalu berupaya melakukan peningkatan dalam berbagai aspek administrasi, aturan, dan praktik pemungutan pajak. Salah satu upaya perbaikan yang sedang dilakukan oleh DJP adalah implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP sebagaimana diatur dalam UU HPP.

Melalui implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP, terdapat berbagai manfaat dan nilai positif yang bisa didapatkan oleh para wajib pajak, seperti efisiensi administrasi, kemudahan identifikasi wajib pajak, peningkatan keakuratan data pajak, meningkatkan akses ke layanan publik, serta memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak. (bl)

AOTCA Jepang jadi Ajang Upgrade Ilmu Hingga Jalan-Jalan Ratusan Anggota IKPI

IKPI, Jakarta: Sebanyak 105 anggota Ikatan Konsultan Pajak (IKPI) dari berbagai wilayah di Indonesia terlihat tampak antusias mengikuti Asia Oceania Tax Consultants Association (AOTCA) Conference sejak 31 Oktober – 3 November 2023 di Jepang.

Tentu saja, ada berbagai kesan yang muncul dari peserta yang mengikuti kegiatan seminar pajak internasional ini.

Seperti Nuryadin Rahman, Ketua IKPI Cabang Depok ini mengaku sudah kali kedua mengikuti AOTCA, pertama di Bali dan kali ini harus terbang jauh sampai ke negeri Sakura.

(Foto: Dok. Pribadi)

Berbagai alasan diungkapkan Nuryadin mengapa dirinya mau mengikuti AOTCA Conference. Menurutnya, perkembangan peraturan perpajakan yang dinamis, khususnya perpajakan internasional, memaksa dirinya sebagai konsultan pajak untuk mengetahui lebih banyak tentang peraturan-peraturan itu.

Tentu saja kata dia, ilmu yang diterimanya didapatkan langsung dari para ahli yang memang mempunyai pengalaman di bidangnya.

Lebih lanjut Nuryadin juga mengatakan, AOTCA diharapkan bisa membuka jalan untuk dirinya menjadi konsultan pajak bertaraf internasional. Karena, dalam kegiatan tersebut dirinya bukan hanya bertemu dengan ratusan temannya sesama konsultan pajak di Indonesia, melainkan ada ratusan orang lainnya dari 17 negara dari Asia-Oseania yang bisa membuka jalan untuk mewujudkan mimpi itu.

(Foto: Dok. Pribadi)

“AOTCA bisa menjadi pintu masuk bagi saya, dan teman-teman IKPI untuk menjadi konsultan pajak bertaraf internasional. Bukan tidak mungkin ada dari peserta AOTCA yang mempercayakan klien dari perusahaan internasional kepada kita, dan itu menjadi satu berkah yang luar biasa,” kata Nuryadin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (2/10/2023).

Selain itu kata Nuryadin, suasana AOTCA juga membangun keakraban mereka sesama anggota IKPI. “Hanya beberapa hari di Jepang, hubungan kami sesama anggota IKPI semakin akrab. Karena kalau di Indonesia, kita berasal dari cabang berbeda,” ujarnya.

(Foto: Dok. Pribadi)

Dia berujar, selama mereka berkumpul di Jepang, tidak ada lagi istilah Jaim (jaga image). Karena merasa sudah akrab, mereka berdiskusi, bercanda dan sebagainya sudah selayaknya teman akrab.

Perjalanan jauh ke Jepang tentu saja tak di sia-siakan Nuryadin. Bersama rombongan dari IKPI, mereka mengeksplor lokasi-lokasi wisata yang indah di negara tersebut serta mengunjungi mal-mal megah untuk berburu oleh-oleh.

(Foto: Dok. Pribadi)

“Pastinya, pulang dari Jepang seluruh koper peserta AOTCA dari Indonesia jumlahnya akan bertambah alias beranak. Ini karena, mereka memborong oleh-oleh untuk dibagikan kepada keluarga, kerabat dan teman di Indonesia,” katanya.

Dikatakan Nuryadin, selain belajar dan menambah ilmu pajak internasional, mereka juga “dipaksa” liburan untuk mengenal negara lain. “Karena kalau liburan sendiri atau bersama keluarga kadang banyak kendalanya seperti pekerjaan dan kegiatan lainnya. Tetapi kalau tujuan belajar pasti terlaksana dan kegiatan AOTCA ini kita belajar sambil liburan,” ujarnya.

(Foto: Dok. Pribadi)

Menurutnya, konsultan pajak yang tidak memanfaatkan momentum kegiatan AOTCA untuk mengupgrade pengetahuan sekaligus refreshing akan merugi. “Jadi jangan cari uang terus, nanti liburannya malah ke rumah sakit,” ujarnya berkelakar. (bl)

 

 

 

Pemerintah Berharap Bisa Terapkan Pilar Dua Perpajakan Internasional Pada 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia berharap bisa mulai menerapkan Pilar Dua Perpajakan Internasional pada 2025 mendatang. Hal ini guna mengatasi tantangan pajak yang timbul dari digitalisasi ekonomi yang semakin pesat.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti mengatakan, saat ini pemerintah sedang menyiapkan aturan pelaksana untuk menerapkan Pilar II Pajak Global tersebut.

“Kita sudah menyatakan siap dan tahun 2025 kita akan implementasikan dan sekarang aturan pelaksanaannya untuk ke sana sedang dibuat,” ujar Dwi seperti dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (25/10/2023).

Dwi menyebut, pihaknya juga ingin segera bisa mengimplementasikan Pilar Dua Pajak Global tersebut dengan tujuan agar Indonesia mendapat penerimaan dari perusahaan multinasional yang saat ini belum dipungut pajaknya oleh pemerintah Indonesia.

“Kita berdoa saja, kami juga ingin buru-buru, supaya kita dapat bagian juga sebagai market jurisdiksi,” katanya.

Dirinya menjelaskan, kebijakan yang akan berlaku di 138 negara ini muncul akibat keresahan negara pasar atau market jurisdiksi dengan ketentuan tidak ada pajak yang harus dibayar jika perusahaan tidak membangun kantornya di negara pasar.

Oleh karena itu, muncullah konsensus global yang menginginkan bahwa perusahaan multinasional harus membayar pajak dan memberikan hak pemajakannya kepada market jurisdiksi, termasuk Indonesia.

“Tidak ada perusahaannya di Indonesia, kita gak bisa pajakin karena dia jualan langsung dari entah berantahnya. Ini yang kemudian, tidak cuma Indonesia, India juga resah. Perusahaan-perusahaan besar multinasional tidak buat pajak di negara pasar,” terang Dwi.

Sebagai informasi, Pilar Dua: Global Anti-Base Erosion Rules (GloBE) adalah rencana penerapan pajak minimum bagi perusahaan global yang beroperasi di setiap negara untuk menciptakan rasa keadilan.

Kriterianya adalah perusahaan yang punya omzet bisnis setahun minimal € 750 juta. Perusahaan tersebut bakal terkena pajak internasional yang sama di setiap negara yakni minimal 15%. (bl)

Satu dari Tiga Pegawai Pajak Tersangka Korupsi Sudah Dipecat Sebagai PNS

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), buka suara soal tiga oknum pegawainya yang tersandung dugaan tindak pidana korupsi pajak. Dari tiga oknum itu salah satu di antaranya, telah dipecat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) DJP.

Kepala Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung, Romadhaniah mengatakan ditetapkannya tiga oknum pegawai pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Bangka Belitung sebagai tersangka. Merupakan hasil tindak lanjut kerja sama antara Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Bangka Belitung dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.

“Hal tersebut sebagai bentuk komitmen DJP terhadap langkah-langkah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh oknum pegawai pajak,” kata Romadhaniah dalam keterangannya seperti dikutip dari Viva.co.id, Selasa, (31/10/2023).

Romadhaniah mengatakan, pihaknya sangat menyesali adanya penetapan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pajak.

“Hal ini seharusnya tidak terjadi karena setiap pegawai telah dibekali dengan kode etik, kode perilaku, dan budaya organisasi,” ujarnya.

Dia menegaskan, DJP tidak mentolerir dan tidak ragu untuk memproses pelanggaran tersebut. Atas kasus ini juga, secara internal telah dilakukan pemeriksaan sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. (bl)

id_ID