OECD Sebut Indonesia Bisa Dapat Tambahan PDB Rp 208 Triliun

IKPI, Jakarta: Organization for Economic Co-operation and Development atau OECD mengungkapkan bisa mendapatkan tambahan PDB sekitar 1%. Caranya dengan memperbaiki administrasi pajak. Hal ini terungkap dalam Survei Ekonomi OECD Indonesia 2024 yang dirilis pada Selasa (26/11/2024).

OECD mengatakan perbaikan administrasi pajak atau tax administration dapat mengerek pendapatan hingga 1% dari produk domestik bruto (PDB). Jika mengacu pada data BPS, yakni nilai PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) 2023 sebesar Rp20.892,4 triliun. Maka tambahan pendapatan negara 1% tersebut sama setara dengan Rp208,924 triliun.

“Peningkatan penerimaan pajak lebih lanjut adalah hal yang penting. Seperti yang dikemukakan dalam survei-survei sebelumnya (dan oleh IMF). Strategi penerimaan jangka menengah akan memfasilitasi peningkatan rasio pajak terhadap PDB,” ungkap OECD dalam laporannya dikutip Kamis (27/11/2024).

Terkait dengan PPN, OECD mengkritisi kebijakan Indonesia mengenai batas omzet perusahaan yang terkena pajak. Perusahaan dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar (US$ 300.000) selama ini tetap dibebaskan dari PPN.

“Ambang batas ini lebih tinggi dibandingkan di sebagian besar negara OECD dan jauh lebih tinggi dibandingkan di Thailand dan Filipina, yang mencapai sekitar US$ 50.000,” kata OECD.

Oleh karena itu, OECD menyarankan Indonesia untuk menurunkan ambang batas kewajiban PPN, serta mengurangi jumlah sektor yang tidak dikenakan PPN, akan meningkatkan penerimaan PPN baik dari sektor yang baru wajib maupun yang sudah wajib.

OECD juga mengungkapkan total pajak cukai di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Oleh karena itu, OECD menilai banyak peluang untuk menarik pemasukan cukai, termasuk cukai bahan bakar.

“Mengingat eksternalisasi polusi udara dan tujuan pengurangan emisi, ada beberapa peluang untuk langkah-langkah yang saling menguntungkan dalam menaikkan pajak cukai bahan bakar dan mengurangi subsidi bahan bakar, meskipun kepekaan politik harus diatasi,” tulis OECD.

Kemudian, Cukai atas rokok juga harus ditingkatkan lebih lanjut, untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan kesehatan, karena merokok masih menjadi tantangan kesehatan yang besar di Indonesia dan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar

Sementara itu, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ditanggung oleh rumah tangga kaya, pajak ini rumit dan menyebabkan pelaporan yang kurang. OECD menilai memungut pajak atas kepemilikan mobil, daripada pembelian mobil, dapat membuat sistem tidak terlalu rentan terhadap pelaporan yang kurang.

DJP Ingatkan Masyarakat Kasus Penipuan Bermodus Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap potensi penipuan yang meminta wajib pajak mengakses tautan atau mengunduh aplikasi mencurigakan yang mengatasnamakan implementasi coretax system.

Peringatan ini diungkapkan oleh DJP mengingat pihaknya tengah mengirimkan email blast dan WhatsApp blast dengan nomor terverifikasi +62 822-3000-9880 kepada para Wajib Pajak mengenai imbauan untuk mengakses perkembangan informasi terkait Coretax pada https://pajak.go.id/id/reformdjp/coretax.

“Sehubungan dengan hal tersebut, kami imbau kepada masyarakat untuk waspada terhadap adanya potensi penipuan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi pengiriman email blast dan WhatsApp blast tersebut,” kata DJP dalam laman resminya, dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (27/11/2024).

DJP mengungkapkan email blast dan WhatsApp blast yang dikirimkan oleh Direktorat Jenderal Pajak tidak melampirkan/menggunakan file APK dan tidak meminta mengunduh aplikasi apapun.

Selain itu, email atau pesan Whatsapp blast ini tidak meminta update atau pemadanan data Nomor Induk Kependudukan menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (pemadanan NIK-NPWP), atau update data apa pun terkait profil Wajib Pajak dan tidak meminta verifikasi informasi data sensitif berupa nama ibu kandung, tanggal lahir, nomor telepon, alamat, dan sebagainya.

DJP juga mengingatkan pihaknya tidak meminta transfer sejumlah uang untuk pembayaran Bea Meterai, pembayaran tunggakan pajak, atau pembayaran lainnya; dan/atau tidak meminta kode unik One Time Password (OTP).

“Dalam hal masyarakat diminta melaksanakan langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam poin nomor 3, diminta untuk tidak memenuhi permintaan tersebut,” tegas DJP.

Masyarakat wajib tahu bahwa update data profil Wajib Pajak hanya dapat dilakukan atas permintaan Wajib Pajak sendiri. Apabila memerlukan informasi lebih lanjut, masyarakat dapat menghubungi kantor pajak terdekat atau Kring Pajak 1500 200.

Masyarakat juga dapat mengadukan tindakan penipuan ke situs Kementerian Komunikasi dan Digital dengan laman https://aduannomor.id/ (untuk aduan terkait nomor telepon) dan https://aduankonten.id/ (untuk aduan terkait konten dan aplikasi).

Dihadapan Pengda dan Pengcab se-Bali Nusra Ketum Vaudy Tegaskan Manfaat Keberadaan IKPI Harus Dirasakan Banyak Pihak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, berharap pelantikan pengurus cabang IKPI khususnya di wilayah Pengda Bali Nusra bisa membawa angin segar bagi perkembangan profesi konsultan. Dengan demikian, manfaat dari keberadaan IKPI bisa dirasakan oleh banyak orang, baik pemerintah maupun wajib pajak di wilayah tersebut.

“Pelantikan ini bukan hanya sekedar seremonial, namun juga sebagai bentuk tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas dan integritas profesi konsultan pajak di Bali Nusra, yang memiliki potensi besar dalam dunia pajak,” kata Vaudy saat melantik Pengurus Pengda Bali Nusra, Pengurus Cabang Mataram, dan Pengurus Cabang Denpasar, baru-baru ini.

(Foto: Pengda Bali Nusra)

Vaudy juga mengingatkan bahwa IKPI memegang peran strategis dalam membantu dunia usaha dan individu memahami kewajiban perpajakan mereka. Oleh karena itu, pengurus yang baru dilantik diminta untuk selalu menjaga profesionalisme, integritas, dan komitmen dalam menjalankan tugasnya.

“Saya berharap, dengan terbentuknya pengurus baru ini, IKPI di bawah koordinasi Pengda Bali Nusra akan semakin berkembang dan mampu memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong kepatuhan pajak di wilayah ini,” kata Vaudy.

Dalam kesempatan itu. Para pengurus yang baru dilantik juga menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh IKPI pusat, serta mengajak seluruh anggotanya untuk lebih solid dan bersinergi.

(Foto: Pengda Bali Nusra)

Dalam sebuah acara yang penuh makna dan semangat kebersamaan, Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak dan Ahli Kepabeanan ini menyatakan bahwa acara pelantikan ini merupakan bagian dari upaya IKPI untuk memperkuat struktur organisasi di tingkat daerah dan cabang, guna mendukung pengembangan profesi konsultan pajak yang lebih profesional dan terorganisir di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah Bali dan NTB.

Menurutnya, IKPI sebagai organisasi yang memiliki peran penting dalam dunia perpajakan di Indonesia, bertujuan untuk terus mendorong para anggotanya agar semakin kompeten dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha.

Dalam acara ini, Vaudy Starworld juga didampingi oleh jajaran pengurus pusat IKPI dan anggota Dewan Kehormatan dan Pengawas IKPI yang juga berasal dari Bali, menyatakan bahwa Dewan Kehormatan IKPI memiliki peran penting dalam menjaga kode etik dan integritas profesi konsultan pajak.

(Foto: Pengda Bali.Nusra)

“Mereka memberikan arahan yang sangat berharga terkait dengan etika dan standar kerja yang harus dijaga oleh setiap anggota IKPI,” ujarnya.

Ia menegaskan, Dewan Kehormatan IKPI memiliki peran yang sangat vital dalam memastikan bahwa seluruh anggota IKPI menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab. Vaudy berharap agar para pengurus daerah dan cabang yang baru dilantik dapat bekerja sama dengan baik dan menjaga kehormatan profesi ini.

Dalam kesempatan itu, Vaudy juga berharap pelantikan pengurus baru ini dapat memperkuat keberadaan IKPI di wilayah Bali Nusra dan semakin memperluas jaringan organisasi ini di daerah-daerah lain di Indonesia.

Menurutnya, kehadiran IKPI di Bali dan NTB memberikan kesempatan bagi para konsultan pajak untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka, serta berkontribusi dalam pembangunan ekonomi dan kepatuhan perpajakan.

Seiring dengan pelantikan ini, IKPI juga mengingatkan seluruh anggotanya untuk tetap menjaga komitmen terhadap profesionalisme, mengutamakan pelayanan yang terbaik kepada klien, serta mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan kewajiban perpajakan. Dalam hal ini, sinergi antara pengurus, anggota, Pengawas, Dewan Kehormatan, dan Dewan Penasehat IKPI sangat diharapkan dapat memperkuat organisasi dan meningkatkan kualitas profesi konsultan pajak di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah Bali Nusra.

Pelantikan pengurus IKPI ini juga disambut antusias oleh sejumlah pejabat dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bali, beserta jajaran pejabat dari Kantor Pelayanan Pajak, serta para akademisi di wilayah tersebut. Mereka hadir langsung untuk menyaksikan prosesi ini dengan khidmat. (bl)

Sekadar informasi, hadir dari Pengurus Pusat IKPI pada pelantikan yakni:

1. Ketua Umum Vaudy Starworld

2. ⁠Wakil Ketua Umum Jetty

3. ⁠Wakil Sekretaris Umum Nova Tobing

4. ⁠Ketua Departemen Pengembangan Organisasi Nuryadin Rahman

5. ⁠Ketua Departemen Pendidikan Sundara Ichsan

6. ⁠Ketua Departemen Hubungan Masyarakat: Jemmi Sutiono

7. ⁠Ketua Departemen FGD Suwardi Hasan

IKPI Hadiri General Meeting  TKACTA di Korea Selatan

IKPI, Jakarta: Dalam rangka memperluas jaringan internasional dan memperkuat hubungan antar organisasi konsultan pajak, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengirimkan perwakilannya untuk menghadiri General Meeting ke-54 dari The Korea Association of Certified Tax Attorneys by Examination (TKACTA) di Seoul, Korea Selatan, pada 22 November 2024.

Dalam kesempatan itu, Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld menugaskan Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI, David Tjhai untuk menghadiri acara tersebut.

(Foto: Dok. Pribadi)

Diceritakan David, pada kesempatan ini,   TKACTA mengukuhkan Mr. Jang Bo-Won sebagai Presiden TKACTA periode 2024-2026, menggantikan Mr. Lee Seok Jeong yang akan purna tugas. General meeting ini juga dihadiri oleh Mr. Norimitsu Takahashi, Presiden Japan Federation of Young Certified Tax Accountants Associations (JFYCTAA), beserta sejumlah perwakilan lainnya.

“Selain mengikuti jalannya General Meeting, saya juga melakukan kunjungan kerja di beberapa lokasi. Di antaranya adalah kunjungan ke kantor pajak NTS Yeongdeungpo District Office yang terletak di dalam kota Seoul,” kata David, Selasa (26/11/2024).

(Foto: Dok. Pribadi)

Dalam kunjungan kerjanya selama tiga hari (21-23 November), David mengamati bahwa kantor pajak di Korea seperti halnya di Indonesia. Mereka sudah menerapkan sistem self-assessment dan penggunaan teknologi yang canggih. Pelayanan dan pelaporan pajak di Negeri Ginseng ini hampir sepenuhnya dilakukan secara online, sehingga kantor pajak terkesan sepi pengunjung.

Dalam kunjungan tersebut, David juga berkesempatan untuk mengunjungi salah satu kantor konsultan pajak terkemuka di Seoul, DahyunTax Consulting Firm yang dimiliki oleh Mr. Park Dongguk. Di sana, David bertukar informasi mengenai ruang lingkup pekerjaan kantor konsultan pajak di Korea.

Diungkapkan David, President Jang Bo-Won menyampaikan penghargaan atas kehadiran perwakilan IKPI dalam General Meeting ini. Ia menyatakan keinginan kuat untuk meningkatkan kerja sama dengan IKPI, terutama dalam bidang pertukaran pengetahuan seputar perpajakan Indonesia dan Korea.

(Foto: Dok. Pribadi)

“Kedua belah pihak juga sepakat untuk merumuskan MoU yang mencakup berbagai bentuk kerja sama, seperti pertukaran kunjungan antara perwakilan Korea dan Indonesia, serta penyelenggaraan seminar internasional yang diadakan secara bergiliran oleh masing-masing asosiasi,” katanya.

Menurutnya, kehadiran IKPI dalam acara ini menegaskan komitmen organisasi untuk terus mengembangkan hubungan internasional yang bermanfaat bagi perkembangan profesi konsultan pajak di Indonesia. (bl)

KIP Soroti Potensi Ketidakadilan pada Kebijakan Tax Amnesty

IKPI, Jakarta: Pemerintah berencana menjalankan Tax Amnesty Jilid III mulai tahun 2025 mendatang. Ini sejalan dengan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.

Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) RI Rospita Vici Paulyn menyoroti potensi ketidakadilan dalam sistem perpajakan Indonesia terkait kebijakan Tax Amnesty yang terus diperpanjang oleh pemerintah.

Menurutnya, kebijakan tersebut berisiko merugikan masyarakat yang taat membayar pajak, lantaran memberikan keringanan kepada pengemplang pajak yang tidak patuh.

“Persoalannya adalah masyarakat kita yang wajib atau yang taat membayar pajak kemudian dikalahkan dengan pengemplang pajak yang diberikan Tax Amnesty terus-menerus,” ujar Rospita Seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (25/11/2024).

Ia menambahkan bahwa kebijakan Tax Amnesty pertama kali diperkenalkan pada 2016 dan kembali diadakan pada 2022. Kini, pemerintah bersama DPR RI berencana untuk mengadakan kembali Tax Amnesty Jilid III.

Menurutnya, dengan adanya Tax Amnesty yang memberikan kemudahan pembayaran bagi pengemplang pajak, ada ketimpangan yang terjadi antara mereka yang sudah taat pajak dan mereka yang tidak patuh.

Sementara, masyarakat yang membayar pajak dengan nominal normal harus menanggung beban finansial.

“Kondisi ini akan membuat orang menjadi malas untuk membayar pajak karena ternyata pajak yang dibayarkan juga manfaatnya tidak jelas kepada publik,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, berdasarkan sumber Kontan di lingkungan DPR RI yang enggan disebutkan namanya, RUU ini tidak akan jauh berbeda dengan UU yang sudah ada.

Dengan begitu, Tax Amnesty Jilid III akan dijalankan dengan ketentuan yang tidak jauh berbeda dengan Tax Amnesty pada tahun 2016 dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias Tax Amnesty Jilid II pada tahun 2022 lalu.

Asal tahu saja, tax amnesty pertama dikeluarkan per 2016, kemudian ada tax amnesty ke-2 Januari sampai Juni 2022. Dan kini pemerintah sudah memutuskan bersama DPR RI akan mengadakan tax amnesty jilid III.

Artinya diberikan kemudahan atau pembayaran yang murah kepada para pengemplang pajak sementara masyarakat yang taat pajak kemudian harus membayar dengan nominal yang normal.

Kondisi ini akan membuat orang menjadi malas untuk membayar pajak karena ternyata pajak yang dibayarkan juga manfaatnya tidak jelas kepada publik.

Ia menyebut, pemberlakuan Tax Amnesty Jilid III ini memang sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak di 2025.

Hal ini juga sesuai dengan komitmen pemerintah yang akan mengejar para pengemplang pajak serta mengoptimalkan penerimaan pajak dari aktivitas underground economy.

Sayangnya ia tidak menjelaskan poin-poin apa saja yang akan tertuang dalam RUU Pengampunan Pajak. Hal ini dikarenakan draft RUU Pengampunan Pajak ada di Komisi XI DPR RI.

Empat Ketum Asosiasi Konsultan Pajak Konsolidasi Bahas Lahirnya UU KP

IKPI, Jakarta: Pada Kamis, 21 November 2024 siang, di Hotel Le Meridien, Jakarta, empat Ketua Umum (Ketum) dari asosiasi konsultan pajak, yaitu Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, Ketum  Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I) Suherman Saleh dan Ketum Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (PERKOPPI) Gilbert Rely, dan Ketum Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI) Susi Suryani, melakukan konsolidasi untuk membahas lahirnya Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) dan isu hangat perpajakan lainnya.

Salah satu hal yang menjadi fokus utama dalam pertemuan ini adalah rencana untuk mengadakan kegiatan bersama berupa Focus Group Discussion (FGD), yang membahas lebih mendalam mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak dan RUU Pengampunan Pajak.

“Untuk RUU Pengampunan Pajak, saat ini sedang hangat diperbincangkan di kalangan praktisi perpajakan dan pemerintah. Para ketua umum sepakat bahwa FGD ini akan menjadi sarana yang efektif untuk memperoleh masukan dari berbagai pihak terkait guna memperbaiki dan menyempurnakan RUU tersebut sebelum diterapkan,” kata Vaudy di Jakarta, Kamis (21/11/2024).

Selain itu lanjut Vaudy, pertemuan tersebut juga menghasilkan kesepakatan untuk bersama-sama mendorong lahirnya Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP). Dalam hal ini, para ketua umum sepakat bahwa keberadaan UU KP sangat penting untuk memberikan kepastian hukum serta meningkatkan profesionalisme para konsultan pajak di Indonesia.

Mereka menilai keberadaan UU ini diharapkan dapat memfasilitasi perkembangan profesi konsultan pajak, mengatur standar etika dan praktik kerja, serta memperkuat posisi konsultan pajak dalam membantu pemerintah dan wajib pajak.

Sekadar informasi, pertemuan ini diinisiasi oleh IKPI sebagai langkah konkret untuk memperkuat komunikasi dan koordinasi antara asosiasi profesi konsultan pajak serta para pemangku kepentingan terkait, termasuk pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya yang bergerak di sektor keuangan dan perpajakan.

Para Ketum asosiasi ini berharap kolaborasi ini dapat menjadikan sektor perpajakan Indonesia terus berkembang dengan lebih transparan, efisien, dan adil bagi semua pihak.

Lebih lanjut Vaudy mengungkapkan, dengan adanya kesepakatan ini diharapkan dapat tercipta sinergi yang kuat antara profesi konsultan pajak, pemerintah, serta asosiasi profesi keuangan lainnya, dalam mewujudkan sistem perpajakan yang lebih baik dan mendukung perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

“Untuk pembahasan lebih mendalam, keempat asosiasi Konsultan Pajak sepakat akan mengundang Sekjen Kementerian Keuangan Heru Pambudi; Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK), Sekretariat Jenderal, Kementerian Keuangan Erawati; dan para ketua umum asosiasi di sektor keuangan,” kata Vaudy. (bl)

Ekonom Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Tak Adil Bagi Masyarakat Kelas Menengah

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk tahun depan akan tetap dilaksanakan. Sri Mulyani menyebutkan, kenaikan pajak ini merupakan amanat langsung dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sebelumnya telah disusun oleh DPR bersama dengan pemerintah.

Kenaikan PPN dari semula 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 ini dinilai oleh banyak kalangan merugikan rakyat, khususnya kelas menengah ke bawah. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi saat ini masyarakat telah tertekan dari segala sisi. Kenaikan PPN hanya akan memperburuk keadaan.

“Kalau tarif (PPN) naik terlalu tinggi, imbasnya justru konsumsi menurun, mempengaruhi pemasukan pajak lainnya. Secara agregat rasio pajaknya turun, bukan naik,” kata Bhima seperti dikutip dari Tempo.co, Jumat (22/11/2024).

Bhima menilai, kenaikan PPN ini sangat tidak adil bagi masyarakat kelas menengah. Ia bahkan menyebutkan, masyarakat kelas menengah justru dihadapkan dengan 10 tambahan pungutan dan pajak baru di tahun 2025.

Kesepuluh pungutan tersebut yang pertama adalah kenaikan PPN 12 persen. Kemudian berakhirnya pajak UMKM 0,5 persen dan pemberlakuan asuransi kendaraan wajib (third party liabilities). Lalu, ada iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) serta wacana Dana Pensiun Wajib. Selain itu, juga akan ada wacana pemberlakuan harga tiket KRL yang disesuaikan dengan NIK.

Kemudian, penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang akan diganti Bantuan Langsung Tunai (BLT). Ada juga kemungkinan naiknya Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa serta iuran BPJS Kesehatan serta yang terakhir, penerapan cukai minuman berpemanis.

“Ditekan atas bawah dan kanan kiri. Berat jadi kelas menengah di republik ini,” ucap Bhima.

Di sisi lain , DPR malah merumuskan regulasi baru terkait pengampunan pajak atau tax amnesty. DPR baru saja memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Bila jadi diberlakukan, maka ini akan menjadi tax amnesty ketiga kalinya yang dilakukan oleh pemerintah.

Hal ini juga belum ditambah dengan wacana penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 22 persen ke 20 persen serta beragam bebas pajak (tax holiday) yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan-perusahaan.

“Kelas atas dapat banyak preferensi. Tarif PPh badan bakal turun jadi 20 persen, tax amnesty berkali-kali, sampai perusahaannya dapat tax holiday. Ini tidak fair,” ujarnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh ekonom Segara Institute, Piter Abdullah. Ia menyoroti kontrasnya perlakuan pemerintah terhadap kelompok masyarakat ekonomi atas, dengan kelompok masyarakat ekonomi menengah. Ia bahkan menyebut tax amnesty merupakan bukti pemerintah sudah kehabisan akal untuk menambah pendapatan negara.

“Kelompok menengah ini bantuan sosial? Nggak. Dibantu pajaknya? Nggak. Dibebani pajak? Iya. Jadi, di satu sisi memberikan (kelas atas) kelonggaran pajak, di sisi lainnya menambah beban pajak (kelas menengah),” ujar Piter ketika dihubungi pada Kamis, 21 November 2024.

DPR Sebut Pemerintah akan Kehilangan Potensi Penerimaan Rp50 Triliun jika PPN 12% Dibatalkan

IKPI, Jakarta: Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto belum berencana untuk mengubah kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 seperti yang tertera pada Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Wakil Ketua Komisi XI Dolfie AFP menjelaskan, apabila pemerintah mengubah kebijakan tersebut maka konsekuensinya akan terlihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). PPN 12% masuk dalam potensi penerimaan negara.

“Karena kalau itu diturunkan menjadi 11% aja misalnya, maka pemerintah kehilangan pendapatan Rp50 triliunan kira-kira,” jelasnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (21/11/2024).

Menurut Dolfie, hal ini sudah sempat dibahas ketika rapat dengan pemerintah mengenai RAPBN 2025. Komisi XI sudah mempertanyakan rencana implementasi PPN 12%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kala itu berpandangan, keputusan PPn harus menunggu pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden.

Berganti pemerintah, menurut Dolfie belum ada tanda-tanda perubahan aturan. Padahal tidak perlu ada perubahan UU.

“Undang-undang pajaknya enggak perlu dirubah. Karena di undang-undang itu sudah memberikan amanat ke pemerintah. Kalau mau turunin tarif boleh, tapi minta persetujuan DPR,” ujarnya.

Fauzi Amro, Wakil Ketua Komisi XI tidak menutup mata atas protes publik mengenai pemberlakuan PPN 12% pada 2025 mendatang. Apabila tetap diberlakukan pada 2025 maka diharapkan sektor yang berhubungan publik tetap tidak dikenakan.

“Cuma catatannya yang berhubungan dengan publik nggak boleh dinaikkan. Tadi saya sampaikan apa itu Kesehatan, pendidikan, sembako transportasi. Ini berhubungan dengan publik langsung dan masyarakat langsung,” ungkap Fauzi.

 

Ini Daftar Barang yang Dikenakan Pajak 12 Persen

IKPI, Jakarta: Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan dilakukan dengan dalih melaksanakan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam beleid itu, pemerintah dan DPR memang menetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.

Melansir situs Kementerian Keuangan, secara umum umum pengenaan PPN dikenakan atas objek berikut:

– Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Misalnya barang elektronik yang dibeli di pusat perbelanjaan.

-Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Misalnya: layanan streaming film dan musik.

– Ekspor BKP dan/atau JKP oleh PKP

– Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan. Misalnya, PPN atas bangunan.

– Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

Adapun Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN yang kini diubah dengan n UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pengaturan cakupan BKP bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN.

Kenaikan PPN akan membuat barang dan jasa yang biasa dikonsumsi publik sehari-hari menjadi semakin mahal. Barang-barang itu dikenakan pajak selama penjual berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Beberapa contoh barang yang terkena PPN antara lain pakaian, tas, sepatu, pulsa telekomunikasi, sabun, alat elektronik, barang otomotif, perkakas, hingga kosmetik.

Selain itu, jasa layanan streaming film dan musik yang biasa kita pakai seperti Netflix dan Spotify juga memungut PPN.

Ekonom Kritisi Revisi UU Pengampunan Pajak

IKPI, Jakarta: Kalangan ekonom mengkritisi langkah DPR yang mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty. Mereka berpendapat pengampunan pajak yang terlalu sering dilakukan hanya akan membuat orang kaya pengemplang pajak semakin banyak.

“Tax amnesty merupakan kebijakan blunder untuk menaikkan penerimaan pajak,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (20/11/2024).

Bhima menilai pengampunan pajak yang terlalu sering akan membuat kepatuhan orang kaya dan korporasi kakap turun. Para pengemplang itu, kata dia, akan berpikir pemerintah akan terus melakukan tax amnesty.

“Pengemplang pajak akan berasumsi setelah tax amnesty III akan ada lagi. Ini moral hazardnya besar sekali,” ujar dia.

Sebelumnya, DPR RI resmi menyetujui masuknya revisi UU Tax Amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Artinya, revisi ini akan dikebut untuk disahkan pada tahun depan. DPR bahkan sudah mengambil ancang-ancang untuk mendorong agar program itu bisa dilaksanakan di tahun 2025.

Apabila rencana itu berjalan, maka program pengampunan pajak tahun 2025 akan menjadi tax amnesty jilid III yang dilakukan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah telah melaksanakan tax amnesty pada 2016-2017 dan 2022.

Ekonom Universitas Diponegoro Wahyu Widodo berpendapat tax amnesty seharusnya dilaksanakan untuk meningkatkan kepatuhan melalui mekanisme pengampunan. Tapi, apabila dilakukan terus-menerus, akan menjadi preseden buruk bagi sistem pajak.

“Kalau pengampunan dilakukan secara berulang, berarti ada sistem yang salah dan tidak kredibel. Karena pembayar pajak yang ngemplang harusnya diadili secara hukum, bukan diampuni secara periodik,” ujar dia.

id_ID