Pemerintah Raup Rp1,11 Triliun Pajak Fintech dan Kripto

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berhasil mengumpulkan pajak dari bisnis fintech peer to peer (P2P) lending dan pajak kripto sebesar Rp 1,11 triliun sampai akhir tahun 2023.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti melaporkan, sejak diberlakukan Mei 2022, total penerimaan pajak pinjol ini telah mencapai Rp 647,52 miliar hingga akhir tahun 2023. Sementara, realisasi penerimaan khusus untuk tahun 2023 sebesar Rp 437,47 miliar.

Seperti yang diketahui, aturan pajak  fintech yang berbasis peer to peer (P2P) lending merupakan jenis pajak baru yang mulai berlaku sejak 1 Mei 2022.

Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)( atas Penyelenggara Teknologi Finansial (Fintech).

Sama seperti jasa lainnya, transaksi fintech merupakan objek jasa kena pajak yang dikenakan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atas bunga yang diperoleh pemberi pinjaman atau leader.

Nah, PPh Pasal 23 ini dikenakan pada subjek pajak atau wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga. Sedangkan PPh Pasal 26 dikenakan pada subjek pajak atau wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap dengan tarif 20% dari jumlah bruto atas bunga.

Sementara itu, Dwi melaporkan, pemerintah juga mengantongi pajak kripto dengan nilai mencapai Rp 467,27 miliar hingga akhir tahun 2023. Hanya saja, setoran khusus di tahun 2023 sedikit lebih rendah yakni hanya terkumpul Rp 127,66 miliar saja.

“Peningkatan maupun penurunan penerimaan pajak sejalan dengan dinamika kegiatan ekonomi pada kedua area tersebut,” ujar Dwi seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (21/1/2024).

Sama halnya dengan pajak fintech, pajak kripto juga mulai berlaku pada 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan dan dilaporkan pada Juni 2022. Aturan mengenai pajak kripto ini telah tertualng dalam PMK No.68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Asal tahu saja, kedua pajak baru ini merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Untuk itu, negara telah mengantongi penerimaan sebesar Rp 1,11 triliun dari kedua pos tersebut. (bl)

Kemenkeu Pastikan Tarif Efektif PPh 21 Tak Tambah Beban Pajak Baru

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan penghitungan pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 melalui implementasi tarif efektif rata-rata (TER) tidak akan menambah beban pajak baru bagi masyarakat.

Kebijakan yang berlaku mulai 1 Januari 2024 tersebut justru memberikan kemudahan yang tercermin dari kesederhanaan cara penghitungan pajak terutang dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Dwi Astuti menjelaskan kebijakan tersebut diatur melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi. PMK ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2023.

“Untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan pemotongan PPh 21 oleh pemberi kerja. PMK ini diterbitkan agar bisa mengakomodir penyesuaian tarif pemotongan menggunakan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) UU PPh,” ujar Dwi, dalam pernyataan resminya seperti dikutip dari CNBCIndonesia, Senin (22/1/2024).

Pasal 13 PMK 168 tahun 2023 secara khusus mengatur ketentuan mengenai penggunaan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) untuk memudahkan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21. Lebih lanjut, tarif efektif yang dimaksud terdiri atas tarif efektif bulanan dan tarif efektif harian.

Dalam skema penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 yang menggunakan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a dalam UU PPh, Dwi menuturkan penerapan tarif efektif bulanan misalnya pada pegawai tetap hanya digunakan dalam menghitung PPh Pasal 21 setiap masa pajak selain masa pajak terakhir. Sedangkan penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Dalam aturan ini, menurut Dwi, pemerintah mengatur penghitungan PPh 21 yang dipotong atas penghasilan bruto pegawai tetap menggunakan tarif bulanan kategori A, B, dan C. Kategori A diperuntukkan bagi orang pribadi dengan status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).

Kategori B diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2). Sementara, kategori C diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3).

“Untuk memudahkan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21, DJP juga menyiapkan dua instrumen untuk mengasistensi pemberi kerja,” paparnya.

Dua instrumen tersebut adalah alat bantu hitung PPh Pasal 21 (kalkulator pajak) yang dapat diakses melalui situs pajak.go.id mulai pertengahan Januari 2024 dan penerbitan buku pedoman penghitungan pemotongan PPh 21 yang dapat diakses melalui tautan berikut: pajak.go.id/id/sinopsis-ringkas-dan-unduh-buku-cermat-pemotongan-pph-pasal-2126. (bl)

Asosiasi Ojek Online Protes Rencana Pemerintah Naikan Pajak Sepeda Motor danBBM

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono mengaku keberatan dengan wacana pemerintah yang akan menaikkan pajak sepeda motor bensin.

Rencana itu disebut bisa menambah biaya pengeluaran kepemilikan sepeda motor konvensional.
Menurut Igun, motor non listrik sejauh ini masih menjadi alat transportasi yang optimal untuk mencari nafkah bagi mitra pengemudi ojek online.

“Sektor kami transportasi roda dua khususnya di ojek online kami enggak setuju kalau pajak sepeda motor itu dinaikkan,” kata Igun seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin (21/1/2024).

Ia menjelaskan kalau nantinya pajak motor naik, maka berpotensi berdampak pada jutaan pengemudi ojek online. Padahal ia berharap pemerintah memberikan insentif khusus kepada setiap pengemudi ojek online lewat pemotongan pajak kendaraan roda dua.

“Mungkin apabila pun harus dinaikkan, pemerintah harus memberikan potongan atau insentif kepada pengemudi ojol,” ujar Igun.

Sejauh ini pemerintah belum membeberkan komponen pajak roda dua yang diwacanakan akan naik itu. Kendati belum jelas jenis pajak apa yang akan dinaikkan, Igun menilai seharusnya pemerintah melibatkan mitra pengemudi ojek online sebelum memutuskan pajak motor berubah.

“Di beberapa provinsi di Indonesia, contoh Kaltim itu memberlakukan PPNBM dan PKB nol Rupiah, khusus pengemudi ojek online dan itu resmi dari gubernur dan dispenda,” tuturnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mewakili pemerintah mengungkapkan rencana untuk mendongkrak pajak kendaraan sepeda motor konvensional atau penenggak bensin.

Menurut Luhut, rencana ini dilakukan demi mengakselerasi ekosistem kendaraan listrik sebagai upaya menekan polusi udara.

“Kita juga tadi rapat, berfikir sedang menyiapkan menaikkan pajak untuk kendaraan sepeda motor non listrik,” kata Luhut dalam acara peresmian perusahaan mobil listrik Build Your Dream (BYD) disiarkan secara daring, Kamis (18/1).

Luhut belum merinci kapan ketentuan itu direalisasikan. Ia juga tak menjelaskan jenis pajak apa yang bakal naik.

Luhut hanya menjelaskan pajak sepeda motor yang tinggi nantinya bisa dialokasikan untuk subsidi transportasi publik seperti LRT maupun kereta api cepat.

“Sehingga (kenaikan pajak) itu bisa mensubsidi ongkos-ongkos LRT maupun kereta api cepat,” kata Luhut yang juga bertugas sebagai koordinator penanganan polusi DKI Jakarta.

Nantinya, kata Luhut, usulan itu bakal dibawa ke rapat terbatas bersama presiden sehingga diharapkan ada turunan regulasi terkait pajak sepeda motor non listrik. Namun ia tidak merinci kenaikan pajak yang dimaksud. (bl)

AISI: Kenaikan Pajak Sepeda Motor dan BBM Berpotensi Turunkan Daya Beli

IKPI, Jakarta: Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengingatkan kenaikan pajak untuk sepeda motor berbasis internal combustion engine (ICE) dan berbahan bakar minyak atau BBM, memiliki efek domino di Indonesia.

Ketua Bidang Komersial AISI Sigit Kumala mengatakan, kenaikan pajak untuk sepeda motor berpotensi membuat daya beli turun seiring kendaraan roda dua sangat masif digunakan oleh masyarakat untuk mencari nafkah.

Selain itu, dia juga mengatakan Badan Pendapatan Daerah atau Bapenda juga rutin untuk mendatangi AISI guna meminta proyeksi penjualan sepeda motor. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan tingkatan pajak di daerah.

“Jangan sampai karena kenaikan pajak di pusat terus itu ada peningkatan lagi di daerah,” ujarnya seperti dikutip dari Bisnis.com, Minggu (21/1/2024).

Potensi turunnya daya beli sepeda motor nantinya juga akan berdampak terhadap PMI Manufaktur yang juga merosot. Selain itu, Sertifikat Registrasi Uji Kendaraan atau SRUT juga menjadi sebuah persoalan sendiri.

Atas dasar tersebut, dia mengatakan kenaikan pajak untuk sepeda motor konvensional memiliki berbagai dampak turunan. Di satu sisi, dia juga mengatakan sejauh ini belum ada komunikasi dengan pemerintah terkait dengan rencana ini.

“Kalau sampai kenaikan tinggi dan konsumen tidak sanggup beli akan berbuntut pada setoran pajak ke negara yang turun,” katanya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menyuarakan rencana untuk mengerek pajak kendaraan konvensional atau internal combustion engine (ICE) berbahan bakar minyak (BBM).

Nantinya kenaikan pajak tersebut akan dialihkan sebagai subsidi transportasi umum seperti LRT, dan Kereta Cepat. Pemerintah juga sedang mencari formulasi titik ekuilibrium kebijakan dalam konteks mengurangi polusi udara.

“Tadi kita juga rapat, dan pemerintah tengah menyiapkan kebijakan menaikkan pajak untuk sepeda motor konvensional sehingga nanti itu bisa subsidi ongkos-ongkos seperti LRT atau kereta cepat,” tuturnya pada Kamis (18/1/2024) lalu.

Di sisi lain, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi menegaskan kenaikan pajak kendaraan bermotor tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Dia menjelaskan, pernyataan Luhut tersebut baru merupakan sebuah wacana.

Wacana untuk menaikkan pajak sepeda motor bensin disebut muncul dalam rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga beberapa waktu lalu. Rapat tersebut dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan polusi udara di wilayah Jabodetabek.

“Jadi itulah yang dimaksud oleh Pak Menko. Tidak ada rencana untuk menaikkan pajak terkait kendaraan bermotor dalam waktu dekat,” ujar Jodi dalam keterangan resminya, Sabtu (20/1/2024). (bl)

Lapor SPT Pajak 2024 Lebih Mudah, Ini Caranya!

IKPI, Jakarta: Mulai Januari hingga Maret 2024, wajib pajak orang pribadi harus melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak 2023. Kini, wajib pajak badan bisa melaporkan SPT secara online dengan mengakses layanan DJP Online pada website https://djponline.pajak.go.id/.

Dalam layanan ini, wajib pajak bisa menggunakan fitur e-Form maupun e-Filling. Adapun mekanisme pelaporan melalui e-SPT telah ditutup sejak Mei 2021.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pun akan segera merilis aplikasi baru berbasis web untuk mempermudah pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak sebagai pengganti e-SPT. Aplikasi itu rencananya akan rilis pada bulan ini.

“Aplikasi baru berbasis web pengganti e-SPT Masa PPh 21/26 akan diluncurkan pada bulan Januari 2024,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (19/1/2024).

Dwi mengungkapkan khusus untuk pelaporan SPT melalui layanan e-filling, wajib pajak dapat mengisi dan mengirim SPT tahunan dengan mudah dan efisien. Adapun, wajib pajak cukup mengisi formulir elektronik di layanan pajak online. Karena bersifat online, maka layanan pajak ini dapat diakses dimanapun dan kapanpun sehingga penyampaian SPT dapat dilakukan setiap saat selama 24 jam.

Ditjen Pajak mengingatkan bagi WP orang pribadi berstatus pegawai, ada dua jenis formulir yang harus dipilih berdasarkan besaran penghasilannya selama setahun, yakni formulir 1770 dan formulir 1770 S. WP dapat mengisi formulir tersebut melalui laman DJP Online.

Adapun perbedaan masing-masing formulir yakni formulir 1770 diperuntukkan untuk WP yang berpenghasilan di bawah Rp 60 juta, sedangkan untuk yang berpenghasilan di atas Rp 60 juta per tahun menggunakan formulir 1770 S.

Berikut ini, cara wajib pajak mengisi formulir secara online:

1. Wajib pajak masuk ke laman resmi DJP Online, www.pajak.go.id melalui handphone ataupun laptop.

2. Login dengan memasukkan nomor NIK/NPWP dan password serta kode keamanaan.

3. Jika sudah login, maka klik lapor dan pilih e-filing serta buat SPT.

4. Setelah itu akan ada opsi pengisian formulir SPT yang diberikan kepada anda baik 1770 dan 1770 S. Pilih yang sesuai dengan penghasilan anda per tahun.

5. Isi formulir berdasarkan tahun pajak dan status SPT dan klik langkah selanjutnya.

6. Di sini anda akan diarahkan untuk mengisi data langkah demi langkah yang terdiri dari 18 tahap. Mulai isi data terkait penghasilan final, harta yang dimiliki hingga akhir tahun pajak, hingga daftar utang yang dimiliki pada tahun pajak tersebut.

7. Jika Anda tidak memiliki utang pajak dan lainnya maka akan muncul status SPT anda, yakni nihil, kurang bayar, atau lebih bayar. Kemudian, lakukan isi SPT sesuai dengan status.

8. Jika telah selesai maka klik tombol setuju dan kode verifikasi akan dikirimkan ke alamat email atau nomor telepon terdaftar.

9. Masukkan kode verifikasi yang dikirimkan dan klik tombol kirim SPT.

10. Lalu, wajib pajak akan mendapatkan tanda terima elektronik SPT Tahunan yang dikirimkan ke email.

Sebelum itu, anda juga harus memastikan telah memiliki electronic filing identification number (EFIN). EFIN adalah 10 digit nomor identifikasi yang diterbitkan oleh DJP kepada wajib pajak dan bersifat sangat rahasia. EFIN berfungsi sebagai identitas wajib pajak pada saat melakukan transaksi elektronik dengan DJP untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

Jika wajib pajak belum memiliki EFIN, wajib pajak bisa mendapatkan EFIN juga bisa dilakukan secara online dengan mengirim permohonan pembuatan EFIN ke alamat email kantor pajak terdekat dengan tempat tinggal atau domisili. Berikut ini cara mendapatkan EFIN secara online.

1. Kirim e-mail ke alamat kantor pajak “kpp.xxx@pajak.go.id” (tanpa tanda kutip). Adapun alamat email kantor pajak selengkapnya dapat dilihat di https://www.pajak.go.id/unit-kerja.

2. Tulis “Permintaan EFIN” di bagian subjek e-mail. Kemudian di dalam badan email, cantumkan data pendukung, meliputi nama lengkap WP, NPWP, NIK, nomor HP, alamat e-mail aktif.

3. Lampirkan juga foto/scan KTP asli, foto/scan NPWP asli, selfie/swafoto memegang KTP dan NPWP asli dengan wajah terlihat jelas.

4. Apabila sudah lengkap semua, silahkan kirim Tunggu hingga nomor EFIN dikirimkan ke alamat e-mail WP yang telah tercantum tadi.

Simak Aturan Pajak Saham dan Cara Melaporkannya

IKPI, Jakarta: Menurut regulasi, transaksi saham dibebankan pajak. Lantas, berapa besarannya dan bagaimana cara melaporkannya?

Menurut informasi dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), tarif PPh Final yang diterapkan pada transaksi penjualan saham adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan, sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) huruf a PP 14/1997.

Hal ini berarti PPh final untuk penjualan saham dikenakan tanpa memperhatikan apakah transaksi tersebut menghasilkan keuntungan atau kerugian.

Adapun ketentuan teknis mengenai pemotongan PPh Final pada transaksi penjualan saham diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) KMK 282/1997. Aturan tersebut menyebutkan bahwa pemotongan PPh Final dilakukan oleh penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek saat pelunasan transaksi penjualan saham.

Selain itu, kewajiban perpajakan juga muncul jika seorang investor menerima dividen. Pajak yang dikenakan pada pendapatan dari dividen ini mengacu pada Pasal 17 Ayat (2) huruf C UU PPh, yaitu sebesar 10% dari penghasilan bruto.

Dalam konteks pelaporan pajak, pendapatan dari perdagangan saham tidak mengubah jenis Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang harus dilaporkan oleh investor. Hal ini diatur dalam Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-34/PJ/2010.

Potongan pajak atas transaksi saham biasanya telah termasuk dalam komisi broker atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Setelahnya, investor akan menerima laporan pembayaran pajak terkait yang dicantumkan dalam transaksi saham dari pihak broker.

Cara Lapor Pajak Saham

Meski pajak saham sudah terpotong dan bukan termasuk sebagai objek dari pajak penghasilan, tapi investasi saham termasuk sebagai harta yang wajib dilaporkan pada SPT pajak.

Untuk cara melaporkan pajak saham sendiri bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut.

  • Gunakan formulir SPT 1770-III
  • Isilah total penjualan saham di tahun berjalan pada kolom “Penjualan Saham di Bursa Efek”
  • Laporkan total dividen yang diterima di tahun berjalan pada kolom “Dividen”
  • Tuliskan jumlah kepemilikan saham yang dihitung dari nilai pasar pada formulir 1770-IV kolom “Harta pada Akhir Tahun”.

Penetapan Pajak Maksimal Bioskop Jaga Okupansi Pusat Perbelanjaan

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menilai penurunan tarif pajak sejumlah objek pajak hiburan seperti pajak bioskop menjadi maksimal 10 persen dapat menjaga okupansi pusat belanja yang saat ini mencapai 80 persen.

“Wahana permainan anak-anak, bioskop, dan sebagainya yang sebelumnya (pajak) masing-masing Pemerintah Daerah itu kan beda-beda setiap daerah, tapi kan sekarang dibatasi hanya boleh dikenakan bersama 10 persen,” kata Ketua Umum APPBI Alphonsus Widjaja seperti dikutip dari AntaraNews.com, Jumat (19/1/2024)

Alphonsus menuturkan bahwa memang benar peritel memiliki kekhawatiran mengenai pajak hiburan khusus yakni karaoke hingga spa yang naik menjadi 40 persen hingga 75 persen. Kenaikan pajak tersebut disebutnya tentu akan berdampak pada jumlah kunjungan ke tempat karaoke dan spa yang berada di pusat perbelanjaan.

“Ini pasti akan mengganggu meskipun pemerintah akan menunda dan sebagainya. Kalau ditanya ada gangguan? Pasti mengganggu karena banyak mal yang juga ada karaoke dan sebagainya, ada spa,” ucapnya.

Kendati demikian, lanjutnya, di satu sisi, sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), sebagian besar kategori objek pajak yang bersifat hiburan mengalami penurunan pajak dari yang semula maksimal 35 persen menjadi maksimal 10 persen.

Sehingga, ketika pajak objek hiburan yang masuk kategori khusus mengalami kenaikan dan berdampak pada okupansi kunjungan pusat perbelanjaan, bisa disubstitusi dengan kunjungan masyarakat kepada tempat hiburan lain yang pajaknya diturunkan.

“Jadi mudah-mudahan keseluruhan pusat perbelanjaan tidak terlalu terdampak karena ada penggantinya. Ada yang naik, di satu sisi ada penurunan, mudah-mudahan dengan yang kata penurunan ini mereka bisa lebih agresif untuk membuka usaha-usahanya begitu,” jelasnya.

Adapun objek hiburan atau Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang mengalami penurunan pajak menjadi maksimal 10 persen adalah tonton film, pergelaran kesenian, musik tari, dan atau busana, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran, pertunjukan sirkus, akrobat dan sulap.

Lalu, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan, olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.

Kemudian, rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang, serta panti pijat dan pijar refleksi. Sedangkan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/busa dinaikkan menjadi 40-75 persen. (bl)

Menko Luhut Wacanakan Kenaikan Pajak BBM

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan tiba-tiba melemparkan wacana perihal rencana menaikkan pajak kendaraan bermotor konvensional atau berbahan bakar minyak (BBM) atau bensin.

Alasan rencana kenaikan pajak kendaraan motor itu upaya peralihan dana subsidi ke transportasi publik.

“Tadi kita juga rapat, dan pemerintah tengah menyiapkan kebijakan menaikkan pajak untuk sepeda motor konvensional, sehingga nanti itu bisa subsidi ongkos-ongkos seperti LRT atau kereta cepat,” kata Luhut di video sambutan BYD, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (19/1/2024).

Pemerintah coba melihat ekuilibrium kebijakan dalam konteks mengurangi polusi udara. Berbagai hal dilakukan, misalnya dari penerapan ganjil genap hingga menaikkan pajak, sampai akhirnya menyiapkan infrastruktur agar masyarakat menitipkan mobilnya atau motornya.

“Nanti hari jumat kita dengarkan laporan sehingga nanti setelah itu minggu-minggu berikutnya katanya dibawa ke Ratas dan kita dengar hasil keputusan itu sendiri. Ini merupakan kebijakan penting, tidak hanya berbicara dan tidak hanya mengkritik saja karena tidak mudah melaksanakan ini,” kata Luhut

Ia menyebut dalam beberapa bulan terakhir pemerintah sudah menemukan akar masalahnya sehingga menjadi kesempatan yang bagus untuk membuat Jakarta menjadi bersih. “Mengurangi subsidi yang sampai Rp 10 triliun yang kemarin diberikan oleh menteri Budi Sadikin kepada kami, tinggal nanti kita cari nanti ruangannya bagaimana untuk membuat ekonomi tetap berjalan dengan baik seperti Covid yang lalu, kita membuat ekuilibriumnya sehingga ekonomi bisa jalan,” kata Luhut. (bl)

Produsen Minyak Goreng Minta Pemerintah Potong Pajak Perusahaan

IKPI, Jakarta: Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) mengusulkan agar pemerintah memangkas pajak perusahaan yang terdaftar dalam kebijakan minyak goreng satu harga, jika pemerintah enggan untuk menyelesaikan utang rafaksi atau selisih harga minyak goreng.

Direktur Eksekutif Gimni Sahat Sinaga menyampaikan, langkah tersebut dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah rafaksi minyak goreng yang kini telah memasuki tahun kedua. “Solusi terbaik saya kira adalah fakta itu ada, persoalan hukumnya yang tidak jelas. Maka alangkah baiknya Presiden [Jokowi] mengatakan, oke selesaikan dengan baik, sehingga meski tidak ada hukumnya, itu sebagai payung hukum,” kata Sahat seperti dikutip dari Bisnis.com, Kamis (18/1/2024).

Solusi lainnya, adalah dengan menempuh jalur hukum, mengingat tidak ada lagi dasar hukum untuk melakukan pembayaran rafaksi minyak goreng imbas dicabutnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Menurutnya, para produsen minyak goreng yang terdaftar dalam kebijakan minyak goreng satu harga harus bersatu dan mengajukan permasalahan ini ke Mahkamah Agung.

“Biar Mahkamah Agung yang putuskan dari segi aspek hukumnya. Udah harus melalui hukum itu karena persoalannya dihukum yang nggak jelas, nggak ada yang berani tanggung jawab,” ujarnya.

Polemik pelunasan utang rafaksi minyak goreng akan memasuki tahun kedua pada 19 Januari 2024. Masalah bermula dari terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.3/2022. Beleid ini mewajibkan peritel untuk menjual minyak goreng kemasan satu harga sebesar Rp14.000 per liter mulai 19 Januari 2022.

Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan (Mendag) yang menjabat kala itu, menyebut bahwa pembayaran selisih harga akan dibayar 17 hari kerja setelah peritel melengkapi dokumen pembayaran kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Regulasi ini kemudian dicabut dan digantikan dengan Permendag No.6/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng. Kendati dicabut, pasal 9 beleid itu secara tegas menyebut bahwa pelaku usaha yang terdaftar dan telah melaksanakan penyediaan minyak goreng, wajib dibayar setelah dilakukan verifikasi oleh surveyor.

“Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, segala perbuatan hukum yang dilaksanakan berdasarkan Permendag No.3/2022 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan perbuatan hukum tersebut berakhir,” bunyi pasal 11 beleid itu, dikutip Kamis (18/1/2024).

Kemudian, Kemendag yang kini di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan meminta pendapat dan pendampingan hukum ke Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran dinilai tak memiliki dasar hukum untuk melakukan pembayaran rafaksi minyak goreng. Namun, dalam pendapat hukumnya, Kejagung menyebut masih terdapat kewajiban hukum BPDPKS untuk menyelesaikan pembayaran dana pembiayaan.

Meski sudah menerima pendapat hukum dari Kejagung, Zulhas tak mau terburu-buru untuk membayar utang tersebut.  Dia kemudian meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meninjau ulang hasil verifikasi PT Sucofindo, surveyor resmi yang ditunjuk Kemendag, terkait klaim pembayaran selisih harga ke pelaku usaha.

Sebab, dalam paparan yang disampaikan Zulhas dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI awal Juni 2023, jumlah yang terverifikasi oleh PT Sucofindo sebesar Rp474,80 miliar atau 58,43% dari total nilai yang diajukan oleh 54 pelaku usaha sebesar Rp812,72 miliar.

Perbedaan hasil verifikasi ini terjadi lantaran mayoritas pelaku usaha tak melengkapi bukti penjualan sampai ke pengecer, biaya distribusi, dan ongkos angkut yang tidak dapat diyakini, dan penyaluran maupun rafaksi melebihi 31 Januari 2022.

Namun, BPKP tak menyanggupi permintaan tersebut lantaran hasil verifikasi PT Sucofindo sudah sesuai dengan kaidah-kaidah sehingga tidak perlu diaudit ulang.  Kemudian, sesuai arahan dari Kemenko Polhukam, Kemendag berencana untuk menggelar pertemuan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) untuk membahas masalah tersebut.

Sayangnya, hingga memasuki tahun kedua, kedua kementerian tak kunjung menggelar pertemuan yang dimaksud. Bisnis bahkan sudah mencoba mengonfirmasi ihwal kelanjutan rafaksi minyak goreng ke Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Dida Garendra, tapi tidak mendapat respons hingga saat ini. (bl)

Menko Luhut Minta Kenaikan Pajak Hiburan Ditunda

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan meminta kenaikan pajak barang jasa tertentu atau pajak hiburan bisa ditunda dan dievaluasi agar tidak merugikan masyarakat dan pelaku usaha kecil.

“Jadi kita mau tunda saja dulu pelaksanaannya karena itu dari Komisi XI kan sebenarnya, bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi gitu. Sehingga kemarin kita putuskan ditunda, kita evaluasi,” katanya dalam unggahan video di akun Instagram pribadinya dikutip dari Antara, Kamis (18/1/2024).

Luhut menyebutkan bahwa dia mendengar polemik terkait pajak hiburan saat dirinya tengah melakukan kunjungan kerja ke Bali beberapa waktu lalu. Ia pun langsung mengumpulkan pemangku kepentingan terkait, termasuk Gubernur Bali dan jajarannya.

Luhut menambahkan, uji materi atau judicial review yang diajukan sejumlah pihak juga nantinya akan jadi bahan pertimbangan pemerintah dalam penerapan pajak hiburan.  “Ada judicial review ke Mahkamah Konstitusi, saya pikir itu harus kita pertimbangkan karena keberpihakan kita ke rakyat kecil karena itu banyak menyangkut pada pedagang-pedagang kecil juga,” imbuhnya.

Luhut pun menegaskan bahwa dirinya sangat mendukung pengembangan pariwisata di daerah. Oleh karena itu, ia tak ingin kenaikan pajak membebani pelaku usaha, terlebih mereka yang terlibat dan merasakan dampaknya.

“Jadi hiburan itu jangan hanya dilihat diskotek. Bukan, ini banyak, sekali lagi impact (dampak) pada yang lain, orang yang menyiapkan makanan, jualan dan yang lain sebagainya. Saya kira, saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ,” ujar Luhut.

Dalam UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), pajak hiburan terhadap 11 jenis pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen. Ke-11 jenis pajak itu, berdasarkan Pasal 55 UU 1/2022, di antaranya tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu.

Misalnya saja pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran, serta pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap. Kemudian, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan, olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan, serta perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.

Lalu, rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; serta panti pijat dan pijat refleksi.

Adapun untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, pemerintah memperbarui kebijakan dengan menetapkan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Hal itu mempertimbangkan jenis hiburan tersebut hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu sehingga pemerintah menetapkan batas bawah guna mencegah perlombaan penetapan tarif pajak rendah demi meningkatkan omzet usaha. (bl)

id_ID