Pengusaha Hiburan di Bekasi Bebas dari Pajak Daerah

IKPI, Jakarta: Pengusaha hiburan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat terbebas dari pajak daerah mengacu ketentuan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 terkait Penyelenggaraan Kepariwisataan yang tidak memberikan wewenang pemungutan pajak dari sejumlah jenis usaha dimaksud.

Kepala Bidang Pajak Daerah Lainnya pada Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi Jenal Aca menyatakan belum ada agenda pembahasan terkait penarikan pajak dari usaha hiburan, mengingat ketentuan peraturan daerah menyangkut penyelenggaraan kepariwisataan masih berlaku.

“Belum dibahas karena perda (peraturan daerah) ini belum dicabut. Kecuali perda tersebut dicabut, baru kemungkinan ada agenda pembahasan terkait penarikan pajak hiburan malam,” katanyaseperti dikutip dari AntaraNews.com, Jumat (26/1/2024).

Kondisi itu membuat kebijakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menetapkan tarif pajak barang dan jasa tertentu untuk jasa hiburan tidak berlaku di Kabupaten Bekasi.

Padahal dalam regulasi itu telah ditetapkan tarif pajak untuk jenis usaha hiburan seperti diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan mandi uap sebesar 40 hingga 75 persen. Artinya, potensi penambahan pendapatan asli daerah dari sektor ini relatif besar.

Jenal mengaku sejak Perda 3/2016 diberlakukan, beberapa jenis usaha hiburan seperti karaoke, bar, spa, dan panti pijat dilarang. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa usaha hiburan yang melanggar peraturan ini terus berkembang di Kabupaten Bekasi.

“Sejak perda tentang kepariwisataan diterbitkan, pemerintah daerah sudah tidak bisa menerima pajak daerah dari sektor itu,” kata dia lagi.

Sementara itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bekasi tetap aktif melakukan pengawasan, penindakan, dan pembinaan kepada pelaku usaha yang melanggar peraturan daerah dimaksud.

“Tahun ini kami tetap ada kegiatan untuk melakukan penertiban yang dilarang perda. Untuk jumlah anggaran saya kurang hafal,” kata Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi Surya Wijaya.

Kepala Seksi Penegak Perda pada Satpol PP Kabupaten Bekasi Windy Mauladi menekankan perlu kerja sama sejumlah perangkat daerah dalam penegakan peraturan daerah menyangkut tempat hiburan, mengingat dari segi teknis pihaknya hanya melakukan penindakan.

“Kalau setiap tahun melalui seksi saya ada Rp300 juta. Sementara untuk seksi lain dalam penegakan perda juga dianggarkan sebesar Rp400 juta. Namun untuk detailnya saya kurang mengetahui,” ujarnya lagi.

Dia berharap ada sinergi organisasi perangkat daerah terkait untuk melakukan penertiban tempat hiburan secara bersama-sama mengacu pada Surat Keputusan Bupati Bekasi.

“Ada dinas perizinan, pariwisata, perpajakan, dan kami penegak perda. Jadi sekali turun bisa komprehensif dan menghasilkan solusi yang jelas dalam penindakan perda dilarang jenis usaha,” kata dia pula. (bl)

Pemerintah Persilahkan Pengusaha Ajukan Judicial Review Kenaikan Pajak Hiburan ke MK

IKPI, Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan akan menghormati pengusaha yang akan mengajukan Judicial Review (JR) ke Makamah Konstitusi (MK) jika ingin pajak hiburan 40%-75% kembali seperti sebelumnya. Karena dengan cara tersebut kebijakan yang saat ini kemungkinan bisa dibatalkan atau kembali ke aturan lama.

Adapun aturan pajak yang baru berlaku dan diprotes pengusaha, tertuang dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

“Kalau wacana pelaku usaha menginginkan ada semacam penurunan atau kembali ke tarif lama skemanya ya memang JR. Karena Undang-undang sudah ada dan berlaku, kan UU 2022 di Januari, transisi 2 tahun, sehingga berlaku Januari 2024,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (25/1/2024).

Susi mengatakan pengajuan JR ke MK tersebut merupakan hak pengusaha jika ingin kebijakan tersebut kembali seperti sebelumnya. Pemerintah juga akan menghormati proses hukum dan menjalani jika sudah ada hasilnya.

“Kalau dari sisi pelaku usaha idealnya balik lagi ke yang lalu, skemanya harus JR ke MK. Pemeirntah menghormati dan hak pengusaha kalau hasil MK apapun akan mengikuti,” jelas dia.

Meski begitu, Susi menegaskan ada insetif yang bisa didapatkan pengusaha agar pajak hiburan itu turun atau bahkan di bawah 40%. Hal itu bisa diberikan oleh masing-masing pemerintah daerah seiring dengan Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengenai petunjuk kepala daerah untuk memberikan insentif pajak kepada para pelaku usaha hiburan.

“Ke customer berupa tadi menunjukan kembali ada skema kewenangan kepala daerah untuk memberikan pengurangan, penurunan, pembebasan pokok pajaknya, itu kan yang di sisi itu sudah kita dorong, udah ada SE Mendagri yang menegaskan kembali ada ruang insentif fiskal di kepala daerah,” terang dia.

Informasi mengenai pengusaha tengah mengajukan JR ke MK diungkapkan oleh Staf Ahli Menteri Parekraf Bidang Manajemen Krisis, Fajar Utomo. Ia menyebut para pengusaha spa telah mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut status bisnis spa di tanah air.

“Dari kawan-kawan spa, ada perspektif kenapa mereka dikategorikan hiburan. Sementara mereka menyampaikan di regulasi yang ada, mereka masuk industri terkait jasa kesehatan. Ini terkait health and wellness tourism yang sedang kita dorong,” jelasnya, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Terkait insentif yang bisa diberikan pemerintah daerah kepada pelaku usaha hiburan juga telah diterangkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Dalam pertemuannya dengan pengusaha industri jasa hiburan, Airlangga menjelaskan bahwa ada insentif pajak yang bisa diberikan pemerintah daerah untuk pelaku industri jasa hiburan.

“Dalam pasal 101 itu diberikan diskresi kepada kepala daerah untuk memberikan insentif, dengan insentif untuk investment dan mendorong pertumbuhan yang lain, itu dimungkinkan pajak itu di bawah 70% bahkan di bawah 40%,” jelasnya, ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).

Namun, dia menegaskan pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Besarannya yakni minimal 40% dan maksimal 75%.

“Untuk aturannya tetap di HKPD, bukan UU Nomor 28 Tahun 2009, itu sudah diganti ke UU HKPD,” kata Airlangga. (bl)

 

Pemko Makassar Beri Insentif Pajak Hiburan

IKPI, Jakarta: Wali Kota Makassar Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto menjadi sasaran protes asosiasi pengusaha hiburan di tengah kenaikan pajak hiburan dari 40% hingga 75% yang ditetapkan pemerintah pusat. Danny memahami keluhan itu dan akan memperjuangkan solusi terbaik.

Danny menerima protes dari asosiasi pengusaha hiburan tersebut dalam pertemuan yang digelar di Balai Kota Makassar, Rabu (24/1). Audiensi itu dihadiri unsur Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Usaha Hiburan Makassar (AUHM) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).

“Jadi memang 75% cukup besar dan saya kira tidak realistis. Tapi karena ini undang-undang kita kan harus mengikuti undang-undang,” ujar Danny seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (25/1/2024).

Kenaikan pajak hiburan itu diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. Danny menyebut, keluhan pengusaha hiburan terkait itu terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia.

Danny mengaku, pemerintah pusat sudah merencanakan pemberian insentif di balik kenaikan pajak hiburan itu. Mekanisme tersebut diatur dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Nomor: 900.1.13.1/403-SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu.

“Ada respons dari bapak presiden soal itu, sehingga ada surat dari Kemendagri yang kita akan follow up,” ucap Danny.

Danny menegaskan, Pemkot Makassar juga akan menempuh solusi pemberian keringanan fiskal terhadap pelaku usaha hiburan itu. Pihaknya sementara mengkaji aturan pelaksanaannya.

“Solusinya kan sudah ada surat edaran yang saya suruh telaah, surat dari Kemendagri, kita ikuti itu. Salah satunya dimungkinkan untuk diturunkan, tapi berapa penurunannya menurut undang-undang, nah ini kita masih bahas,” ungkapnya.

“Paling tidak adalah kebijakan fiskal, keringanan jadi anggaplah sebagai insentif begitu, jadi dalam bentuk insentif pajak. Begitu yang saya baca tadi sekilas (dari SE Mendagri), saya belum membaca lebih dalam,” tambah Danny.

Danny pun meminta para pelaku usaha hiburan bersabar sementara waktu sembari menjalankan regulasi yang ada. Pihaknya berkomitmen akan tetap memudahkan pengusaha menjalankan aktivitasnya di Makassar.

“Jadi kalau saya bilang harus ada dua jalur, jalur komplain dari pada seluruh dunia usaha yang berhubungan dengan pajak ini. Yang kedua adalah memberikan konsep apa sebenarnya yang paling ideal, jadi bukan hanya sekadar komplain saja,” urai Danny.

Apalagi lanjut Danny, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana meninjau ulang kenaikan pajak hiburan tersebut. Dia menyebut pemerintah memahami kondisi para pelaku usaha.

“Saya kira apa yang disampaikan teman-teman PHRI itu wajar sekali, karena itu memang jumlah yang tidak masuk akal dalam berpajak. Dan saya lihat jelas-jelas di berita, pak presiden akan mengevaluasi keputusan ini,” tambahnya.

Baca juga:
Pengusaha di Makassar Tolak Pajak Hiburan Naik 75%, Usaha Terancam Tutup
Danny juga akan meninjau Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar Nomor 1 Tahun 2024 terkait Pajak dan Retribusi Daerah yang disahkan DPRD Makassar. Regulasi itu terbit menindaklanjuti UU Nomor 1 Tahun 2022.

“Makanya saya sempat heran kenapa perdanya juga sampai 75%. Apakah kalau nanti diturunkan itu mengubah juga perdanya, katanya ada mekanisme koreksi,” ujar Danny.

Danny tidak menampik perda itu disoroti lantaran asosiasi pengusaha hiburan menganggap tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan regulasi itu. Namun Danny membantah hal tersebut.

“(Pengusaha hiburan) Dilibatkan. Tadi sudah dibilang, sudah pernah FGD (forum group discussion) berulang-ulang kali sebelum dilaksanakan. Jadi dilibatkan,” tegas Danny. (bl)

Kemenkeu Tegaskan Kenaikan Pajak Rokok Bukan Cari Keuntungan

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan tujuan dari pengenaan pajak rokok, termasuk pajak rokok elektrik adalah untuk mengendalikan konsumsi di masyarakat. Sehingga, ia memastikan pajak yang ditetapkan pemerintah bukan semata-mata untuk mencari tanbahan pendapatan.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati mengatakan, pajak menjadi salah satu instrumen fiskal yang digunakan pemerintah. Meski menjadi instrumen pengumpulan dana, dia menegaskan tujuannya bukan hanya mendulang pendapatan dari masyarakat.

“Pajak atau cukai apapun, sekali lagi bukan semata-mata menggali pendapatan sebanyak-banyaknya, tapi lebih kepada instrumen mengendalikan konsumsinya,” ujar Lydia seperti dikutip dari Liputan6.com, Kamis (25/1/2024).

Dia menegaskan, pengendalian ini diperlukan untuk menjaga konsumsi di masyarakat. Pasalnya, seperti pajak rokok, menjadi barang yang berdampak ketika dikonsumsi.

Misalnya, kata Lydia, adalah dampak dari kandungan zat-zat yang ada dalam rokok tersebut. Baik itu rokok konvensional, maupun rokok elektrik. Pajak sendiri masuk pada sisi pengendalian dari aspek keuangan.

“Kenapa perlu? karena yang dikonsumsi adalah sesuatu yang berdampak. Contohnya kalau rokok itu didalamnya ada tembakau, ketika diekstrak nikotinnya jadi zat yang adiktif, maka disitulah peran pajak dan cukai,” jelasnya.

“Cukai itu sama dengan pajak, cukai itu pajak tertentu yang dikenakan pada barang konsumsi tapi pajak tadi disampaikan adalah kewajiban. Sesuatu kewajiban jika rokok kena cukai maka otomatis nempel disitu. Jadi setiap ada cukai rokok itu harus dikenakan pajak rokoknya,” sambung Lydia. (bl)

Pj Gubernur DKI Instruksikan Bapenda Tampung Keluhan Pengusaha Hiburan

IKPI, Jakarta: Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan telah menginstruksikan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk menampung keluhan pengusaha hiburan terkait kebijakan kenaikan pajak.

“Kenaikan pajak yang 40 persen itu menyesuaikan kebijakan dari pemerintah pusat, terkait hal itu saya sudah minta Bapenda untuk menampung keluhan terkait kenaikan tersebut,” kata Heru seperti dikutip dari Antara News.com, Kamis (25/1/2024).

Heru membenarkan pelaku usaha hiburan di Jakarta sudah banyak yang menyampaikan keluhan terkait tarif pajak hiburan yang naik mulai dari 40 hingga 75 persen.

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI, kata Heru saat ini tengah membahas soal keluhan pelaku usaha hiburan di DKI Jakarta.

“Saya sudah dengar keluhan semua. Kami tentunya memberikan solusi yang terbaik. Ini sedang digodok Bapenda,” ucap Heru.

Sebelumnya, Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta menyebutkan kenaikan tarif sewa gedung pertunjukan, kesenian, ataupun museum di Jakarta merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

“Penyesuaian tarif retribusi terhadap gedung-gedung kesenian dan museum yang dikelola, dimaksudkan untuk meningkatkan layanan yang berkualitas kepada masyarakat,” kata Kepala Disbud DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana di Jakarta, Rabu (17/1/2024).

Adapun penyesuaian retribusi mengacu kepada aturan hukum antara lain, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Selain itu, berdasarkan Perda DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan penyesuaian retribusi atas beberapa objek retribusi yang sudah berlaku selama delapan tahun yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Retribusi Daerah.

Sementara itu, Kementerian Keuangan menyatakan tak semua tarif pajak barang jasa tertentu (PBJT) jasa kesenian dan hiburan atau pajak hiburan naik menjadi 40 persen hingga 75 persen.

“Ada 12 jenis pajak hiburan yang diatur. Poin 1-11 yang semula 35 persen, diturunkan pemerintah menjadi paling tinggi 10 persen. Kalau poin 12, pajaknya batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Jadi, jangan digeneralisasi,” kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Lydia Kurniawati Christyana saat briefing media di Jakarta, Selasa (16/1/2024).

Menurut Lydia, ketentuan tersebut bukan merupakan kebijakan baru. PBJT hiburan atau pajak hiburan sudah lama diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. (bl)

Pajak Tinggi Jadi Sebab Penjualan Mobil di Indonesia Mandek

IKPI, Jakarta: Pasar otomotif Indonesia mengalami fase one million trap atau terjebak di angka satu juta unit selama satu dekade terakhir. Pasar otomotif tidak berkembang di Indonesia tapi pemain baru justru berdatangan.

Pasar mobil Indonesia stagnan pada level penjualan sekitar satu jutaan per tahunnya, padahal rasio kepemilikan mobil masih sekitar 99 mobil per 1.000 penduduk. Penjualan mobil tertinggi di Indonesia terjadi pada tahun 2013 yang mencapai 1.229.811 unit kemudian terus merosot di tahun berikutnya namun tetap berada di level satu jutaan.

“Waktu itu kenapa kita growing tinggi? karena harga komoditi lagi bagus, GDP (gross domestic product) kita waktu itu naik, kemudian juga pemerintah memberikan subsidi bahan bakar, terus LCGC (low cost green car), jadi memang ada beberapa faktor, kemudian juga ada Low MPV model, terus ada subsidi bahan bakar, kemudian juga PPN (Pajak Pertambahan Nilai) belum setinggi saat ini,” ujar Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam seperti dikutip dari Detik Oto, Rabu (24/1/2024).

Insentif diperlukan untuk menumbuhkan pertumbuhan pasar, berkaca dari pemerintah yang melakukan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) saat Covid-19, kala itu penjualan sedang anjlok drastis, namun permintaan kembali tinggi setelah pemerintah memberikan pembebasan PPnBM.

Insentif diskon PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) kendaraan roda empat terbukti mampu memberikan stimulus bagi peningkatan industri-industri pendukungnya, terutama yang bergerak pada industri komponen otomotif. Melalui kebijakan tersebut, beberapa subsektor manufaktur mampu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional 2021 yang sebesar 3,69%.

“Kita bisa lihat begitu relaksasi (PPnBM) langsung jump, tapi secara politik memang tidak populer karena seolah-olah memberi insentif untuk orang kaya. Itu yang berat bagi pemerintah. Padahal secara industri menguntungkan, karena industri bisa tumbuh, pajak yang dibayarkan tidak berkurang,” kata Bob.

Bob mengatakan sudah berbicara dengan pemerintah terkait insentif pajak untuk menumbuhkan pasar otomotif yang stagnan di level satu jutaan. Masalahnya angka itu tidak beranjak naik sejak 10 tahun terakhir.

“Waktu pandemi kita sudah sampaikan, bukan hanya (insentif) pandemi, tapi untuk seterusnya. Kita sudah sampaikan, bahwa industri kita ini sekarang masuk ke ekonomi biaya tinggi, karena dipajakin terus, apalagi market-nya tidak growth. Ekonomi biaya tinggi bisa kita tekan, birokrasi lebih efisien, kita bisa mendatangkan investasi dan kita tumbuh di atas 5 persen,” ujar dia.

Selanjutnya untuk menghindari jebakan satu juta unit, maka selain fokus bagaimana meningkatkan pasar domestik Indonesia, juga tak kalah pentingnya fokus pada pasar luar negeri. Thailand masih juara untuk produksi mobilnya ketimbang Indonesia.

“Pajak kita ketinggian, kalau mau beli mobil sekian persen isinya pajak,” terang Bob.

Dengan pasar yang bertumbuh diharapkan bisa menggoda investor dari berbagai merek otomotif. Memang untuk saat ini, Indonesia kebanjiran pemain dari China, yang juga merakit mobil di dalam negeri. Tapi bagaimana dengan penyerapan pasarnya?

“Kita kan selalu ingin yang terbesar di Asia Tenggara, selalu kan. Jadi simple aja. Bandingkan dengan Thailand, juaranya di Asia Tenggara, bagaimana pajaknya. Jadi pajak mereka itu lebih rendah, jadi kurang dari separuh. Di sana tidak ada pajak daerah. Kemudian kita kan baru naikan PPN,” kata Bob.

“Kalau contohnya Thailand dengan pajak seperti itu, market-nya jadi berkembang. Kan bayar pajak juga ke pemerintah. Akhirnya pajak yang diterima pemerintah tidak turun bahkan industrinya bergerak, sehingga akan menciptakan tax lain kepada pemerintah,” kata Bob.

“Jadi jangan selalu solusinya menaikkan pajak. Menurunkan pajak juga jadi salah satu solusi untuk meningkatkan penerimaan negara. Jangan salah. Kita harus hati-hati sekali. Karena otomotif ini sudah satu juta tidak bertumbuh, jadi kalau ada yang masuk, ya berarti dia gantin yang lama. Padahal yang lama sudah ada infrastruktur, sudah ada investasi, dan lain sebagainya, jadi kita kayak jalan di tempat,” jelasnya lagi.

Mengutip paparan LPEM (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat) FEB UI pada GIIAS 2023 lalu, pendapatan per kapita orang Indoneisa naik tipis per tahun 3,65 persen, – masih berada dalam kelompok negara berpendapatan menengah-atas awal. Pendapat per kapita yang naik tipis tersebut disebabkan pertumbuhan ekonomi yang berkisar antara lima persen dalam kurun waktu periode 2015-2022. Ini menjadi salah satu penyebab penjualan mobil di Indonesia stagnan di level satu juta unit.

Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara masih mencari formula untuk melakukan terobosan supaya angka penjualan dalam negeri dan utilisasi pabrik otomotif di Indonesia bisa berkembang.

“Kita nggak gegabah dalam mencari solusinya, sekarang kita sedang mengkaji dengan LPEM UI, kenapa ini satu dekade masih satu juta, jadi banyak sisi yang kita lihat apakah mobilnya terlalu mahal, apakah kemudian perlu sisi lain lagi, misalnya pertumbuhan ekonomi, belum selesai studinya,” ujar Kukuh.

Terkait pajak yang tinggi, pengamat otomotif, Yannes Pasaribu juga mengamini hal tersebut.Beberapa instrumen pajak yang dikenakan mulai dari biaya bea impor komponen, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), biaya tanda pendaftaran, biaya uji tipe, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, STNK, dan sebagainya.

“Harga akhir sebuah mobil di Indonesia itu relatif mahal sebenarnya, karena di samping pajak-pajak yang dikenakan pada sebuah mobil, ada berbagai pungutan lainnya sejak mobil keluar dari pabrik hingga ke dealer. Hal inilah yang membuat harga OTR mobil semakin tinggi,” ujar akademisi dari ITB ini, beberapa waktu yang lalu. (bl)

 

DJP Ingatkan Wajib Pajak Waspadai Modus Penipuan Via Whatsapp

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengingatkan masyarakat agar berhati-hati terhadap modus penipuan mencatut nama DJP. Modus penipuan ini banyak terjadi selama musim lapor SPT Tahunan pajak.

Salah satu modus penipuan yang dilakukan yakni pelaku mengirimkan pesan melalui WhatsApp berisi surat peringatan dengan melampirkan file berformat Apk. Jika mendapati itu, jangan diklik!

“Pada rentang waktu pelaporan SPT Tahunan terdapat modus penipuan mengatasnamakan DJP dengan APK via WA. Mohon berhati-hati, #KawanPajak dapat melakukan konfirmasi ke Kantor Pajak terkait informasi resmi DJP,” tulis unggahan resmi DJP di X atau Twitter, Rabu (24/1/2024).

Seperti diketahui, musim lapor SPT Tahunan pajak 2023 sudah dimulai sejak 1 Januari 2024. Pelaporan dapat dilakukan sampai akhir Maret 2024 untuk wajib pajak pribadi dan akhir April 2024 untuk wajib pajak badan.

Dalam unggahannya, DJP melampirkan contoh pesan singkat WhatsApp yang berisi penipuan. Dalam pesan tersebut, pelaku mencantumkan nomor surat dengan judul ‘Surat Peringatan’ yang bersifat segera meminta penerima pesan membayar denda atas pajak penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) dan melaporkan SPT Tahunan untuk tahun pajak tertentu.

Di bawah deskripsi pesan, pelaku juga melampirkan file APK berjudul ‘Buka Lampiran Tagihan Pajak Pdf’. Judul format itu sengaja dibuat untuk mengelabui wajib pajak.

Wajib pajak diarahkan untuk mengunduh file tagihan melalui tautan khusus yang dikhawatirkan bakal mengarah pada modus kejahatan phising.

DJP meminta wajib pajak mewaspadai segala bentuk modus penipuan yang mengatasnamakan otoritas agar tidak mengalami kerugian material. Dalam kegiatan surat-menyurat secara elektronik, domain email resmi DJP hanya @pajak.go.id. (bl)

Ketum dan Pengurus Pusat IKPI Berbicang Santai dengan Direktur P2Humas DJP

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) didampingi Sekretaris Umum Jetty, dan Ketua Departemen Humas Henri PD Silalahi, berbincang santai dengan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Dwi Astuti di ruang kerjanya, Selasa (23/1/2024). Hal itu dilakukan usai membuka sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Pemotongan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemotongan Tarif atas PP tersebut.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Israel Transfer Dana Pembekuan Pajak Gaza ke Norwegia

IKPI, Jakarta: Israel melakukan pembekuan dana pajak Gaza dan berencana mengirimkannya ke pihak ketiga yakni Norwegia. Berdasarkan pernyataan yang dirilis Kantor Perdana Menteri Israel, dana pajak yang semestinya dikirimkan ke Otoritas Palestina (PA) justru akan ditahan di Norwegia dan telah disetujui oleh pejabat Israel.

“Dana yang dibekukan tidak akan ditransfer ke Otoritas Palestina, tetapi akan tetap berada di tangan negara ketiga,” kata sebuah pernyataan kantor perdana menteri Israel yang dilansir dari Aljazirah pada Selasa (23/1/2023).

Kemudian, menurut pernyataan yang dirilis, uang atau imbalannya tidak akan ditransfer dalam keadaan apa pun, kecuali dengan persetujuan Menteri Keuangan Israel, bahkan melalui pihak ketiga.

Sejalan dengan kesepakatan yang dicapai pada tahun 1990an, Israel memungut pajak atas nama Palestina dan melakukan transfer bulanan ke Otoritas Palestina sambil menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan. (bl)

Hotman Paris Sebut Kenaikan Pajak Hiburan Bisa Bikin Ekonomi Bali Kolaps

IKPI, Jakarta: Kenaikan tarif pajak hiburan atas diskotik, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa menuai protes di kalangan pengusaha hiburan. Melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan tertentu dipatok 40-75%.

Kenaikan tarif pajak disebut dapat mematikan industri hiburan. Pengusaha sekaligus pengacara kondang Hotman Paris Hutapea mengatakan tarif pajak sebesar 40-75% ini sebenarnya dibayarkan oleh pelanggan. Namun, apabila pelanggan tidak membayar berarti perusahaan yang menanggungnya.

Hotman menyimpulkan besaran tarif pajak 40-75% itu dibayarkan melalui pendapatan kotor. Padahal keuntungan perusahaan hanya 10%. Dengan begitu, sisa tarif pajak yang harus dibayarkan sebesar 30% ini berasal dari modal. Belum lagi tarif pajak lainnya sehingga kalau ditotal tarif pajaknya lebih dari 100%.

“Kalau pendapatan 40% dari pendapatan kotor harus bayar pajak, berarti 10% keuntungan udah harus dipakai pajak pemerintah. 30% dari mana? Ya dari modal. Jadi, kerugian kan? Belum lagi pajak badan 20% kalau pengusahanya perseorangan pajak progresif 35% pajak karyawan karena ada 2 juta lebih karyawan yang bekerja disini relatif pendidikannya rendah jadi pajaknya majikan yang nanggung. Jadi, majikan harus bayar lagi pajak, belum lagi pajak lain-lain, kalau dihitung-hitung hampir 100% pajak yang kita bayar,” kata Hotman seperti dikutip dari Detik Finance, Senin (22/1/2024).

Hotman menegaskan apabila memang tujuannya untuk membinasakan industri hiburan, lebih baik jangan melalui konstitusi. Namun, jangan mengizinkan tempat hiburan didirikan.

Sementara itu, penyanyi dangdut sekaligus pemilik tempat karaoke Inul Vizta menyampaikan hal yang serupa. Menurutnya, total pajak yang harus dibayarkan oleh pengusaha sepertinya dapat melebihi 100%. Dia bilang, dampaknya bukan hanya keberlangsungan pada usaha, tetapi juga pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan tempat karaokenya, seperti karyawan dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). LMKN sebagai Pengelola Royalti Atas Lagu dan Musik yang Dimuat Dalam Layanan Musik Digital.

“Hitung-hitungannya banyak sekali ya karena yang berkepentingan di dalam usaha saya banyak selain karyawan saya juga banyak dan tentunya biaya pajak yang kita keluarkan sama saja kayak kita bunuh diri. Karena di dalam pajak ini kenapa saya bilang bukan 40-75%, tapi 100% lebih harus keluar dari kita, yang harus kita bayarkan,” ujar Inul.

Tidak hanya itu, kenaikan tarif ini juga dapat berpengaruh pada perekonomian suatu daerah, misalnya Bali yang hampir sebagian besar perekonomiannya menumpu pada sektor pariwisata. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung I Gusti Agung Rai Suryawijaya menyebut aturan ini hanya akan membebani para pelaku usaha.

Sebab, kenaikan tarif pajak tersebut dapat mempengaruhi minat investor. Untuk itu, dia menolak tegas kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PJBT).

“Ini yang bahaya jadi mau buka dengan regulasi seperti ini akan memberatkan usaha. Ini yang mereka (investor) ragu-ragu, sangat susah narik investor yang datang kalau kita nggak konsisten dan melakukan (usaha menolak kenaikan pajak),” kata Rai.

Di sisi lain, dia juga mengkhawatirkan terkait wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang mengunjungi Bali. Sebab, dengan berkurangnya wisatawan yang datang, perekonomian Bali diperkirakan akan kolaps. Apalagi hampir sebagian besar perekonomian di Bali bergantung pada sektor pariwisata.

Dia bilang sektor pariwisata baru pulih setelah diterpa badai pandemi covid-19 lalu. Hal ini diperkuat dengan jumlah kunjungan wisatawan di Bali pada tahun 2023 melampaui target yang ditetapkan Pemerintah Bali yakni 5,2 juta wisatawan. Padahal targetnya sebanyak 4,5 juta.

“Kami khawatir kalau wisatawannya berkurang, tentu perekonomian Bali akan kolaps lagi karena 60% Bali sangat bergantung pada sektor pariwisata. Makanya lebih banyak wisatawan yang datang, pajak nggak usah diturunkan. Kan pendapatan daerah dari pajak hiburan akan bertambah,” jelasnya.

Dia meminta kepada pemerintah untuk jangan mematikan industri usaha, khususnya di Bali. Sebab, dari 4,3 juta penduduk Bali sebanyak 1,2 juta penduduk bekerja di sektor pariwisata dan subsektor pariwisata.

“Kami meminta kepada pemerintah walaupun sudah melakukan judicial review untuk melakukan evaluasi. Pemerintah daerah yang tahu persis keadaan daerahnya harus tegas berani harusnya mau dengan surat edaran (yang dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri) saja cukup mengembalikan ke aturan yang lama,” lanjutnya. (bl)

id_ID