IKPI Gandeng Universitas Trisakti, Buka Jalan Anggota Raih Gelar Profesi Akuntan

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, mendorong seluruh anggotanya memanfaatkan peluang emas yang baru saja dibuka melalui kerja sama IKPI dengan Universitas Trisakti. Program ini memungkinkan anggota IKPI menempuh Pendidikan Profesi Akuntan (PPAk) dengan kemudahan khusus dan fleksibilitas tinggi, termasuk pilihan kuliah secara online.

“Kesempatan ini bukan sekadar studi, tetapi investasi jangka panjang untuk memperkaya kompetensi dan memperluas karier,” ujar Vaudy, Senin (11/8/2025).

Ia menegaskan, lulusan PPAk akan lebih siap menghadapi tantangan profesi akuntan, sekaligus memperkuat posisi di industri jasa keuangan dan perpajakan.

Sementara itu, Ketua Departemen Pengembangan Perofesional Berkelanjutan (PPL), IKPI, Benny Wibowo, menyatakan anggota IKPI yang mendaftar akan mendapatkan berbagai keunggulan, antara lain:

• Waiver maksimal untuk ujian CDA (9 mata uji) dan CA (4 dari 7 mata uji).

• Konversi mata kuliah ke jenjang S2 Akuntansi Universitas Trisakti.

• Peluang menjadi Akuntan Beregister Negara dari Kementerian Keuangan RI setelah meraih gelar profesi CPA/CA/CPMA.

• Gelar akademik Ak yang diakui secara nasional dan internasional.

Ia menjelaskan bahwa program PPAk Universitas Trisakti sendiri sudah terakreditasi Unggul oleh LAMEMBA, tersertifikasi ISO 9001:2015, serta menawarkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri, mulai dari Auditing dan Atestasi, Manajemen Perpajakan, Akuntansi Forensik, hingga Manajemen Risiko.

Adapun biaya kuliah bagi alumni Trisakti ditetapkan sebesar Rp22 juta, sedangkan peserta umum Rp27 juta, dengan opsi pembayaran dapat diangsur sebanyak empat kali.

“Menariknya Trisakti memberikan harga spesial untuk anggota IKPI, yakni Rp22 juta,” kata Benny.

Pendaftaran dibuka untuk lulusan S1 Akuntansi, dengan lokasi kampus di Grogol, Mega Kuningan, dan Cempaka Putih.

Benny optimistis, kerja sama ini akan memperkuat peran IKPI dalam mencetak konsultan pajak yang tidak hanya mahir di bidang perpajakan, tetapi juga memiliki fondasi akuntansi yang kokoh.

“Dengan kualifikasi profesi yang mumpuni, anggota IKPI dapat memberikan layanan lebih berkualitas kepada klien, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik,” ujarnya.

Lebih lanjut Vaudy mengungkapkan, untuk memfasilitasi anggota di dunia pendidikan, Pengurus Pusat IKPI juga telah bekerja sama dengan beberapa kampus ternama sperti dengan Univesitas Indonesia (Fakultas Ilmu Administrasi), Universita Pelita Harapan (Fakultas Hukum) dan sebentar lagi kerja sama akan dilakukan dengan Universitas Gadjah Mada (Fakultas Ekonomi dan Bisnis)

“Silakan anggota meng-upgrade atau menambah gelar di bidang peminatan ke ilmuan masing-masing,” kata Vaudy.

Sekadar informasi, untuk kelas Profesi Akuntan di Universitas Trisakti akan dimulai pada wal September 2025. (bl)

Begini Cara Aktifkan Kembali Wajib Pajak Nonaktif Menurut PER-7/PJ/2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi mengatur ulang tata cara pengaktifan kembali wajib pajak nonaktif melalui Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-7/PJ/2025. Aturan ini memberikan dua jalur pengaktifan: berdasarkan permohonan wajib pajak atau secara jabatan oleh DJP.

Kepala KPP dapat memproses pengaktifan kembali apabila wajib pajak ingin kembali melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Permohonan bisa diajukan secara elektronik lewat portal Coretax, aplikasi terintegrasi PJAP, maupun contact center. Bagi yang terkendala akses digital, pengajuan dapat dilakukan langsung ke KPP atau melalui pos, ekspedisi, dan jasa kurir resmi.

Di layanan Coretax, wajib pajak cukup masuk ke menu Portal Saya → Perubahan Status → Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Nonaktif, mengisi formulir, memilih alasan, lalu menyetujui pernyataan kesediaan memenuhi ketentuan perpajakan. Format formulir resmi tercantum di Lampiran huruf G PER-7/PJ/2025.

Setelah permohonan diterima, DJP akan memberikan bukti penerimaan elektronik atau fisik, sebelum kepala KPP menerbitkan surat pengaktifan kembali.

Selain melalui permohonan, DJP juga dapat mengaktifkan kembali wajib pajak secara jabatan apabila ditemukan data bahwa mereka sudah kembali aktif berusaha, membayar pajak, menyampaikan SPT, atau menggunakan layanan perpajakan yang memerlukan status aktif.

Aturan baru ini diharapkan mempermudah proses reaktivasi dan memastikan wajib pajak yang kembali produktif bisa langsung melaksanakan kewajiban pajaknya tanpa hambatan administratif. (alf)

 

 

 

 

Protes Kenaikan PBB, Warga Jombang Bayar Pakai Satu Galon Uang Koin

IKPI, Jakarta: Aksi protes terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dilakukan dengan cara tak biasa oleh seorang warga Desa Pulolor, Kecamatan Jombang. Fattah Rochim, Senin (11/8/2025), datang ke kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) sambil menenteng satu galon penuh uang koin untuk membayar pajak rumahnya.

Fattah mengaku kesal karena PBB-P2 rumahnya melonjak tajam dari Rp400 ribu per tahun menjadi Rp1,3 juta sejak 2024. Uang koin itu diambil dari celengan anaknya yang sudah dikumpulkan sejak duduk di bangku SMP.

“Saya terpaksa bayar pakai koin ini karena tidak ada uang lagi. Kenaikan pajak ini terlalu memberatkan,” ujarnya dalam sebuah video yang kini ramai di media sosial.

Dalam video tersebut, Fattah terlihat berdebat dengan Kepala Bapenda Jombang, Hartono. Ia menilai kenaikan pajak yang terlalu besar sangat tidak wajar, apalagi di tengah kondisi ekonomi warga yang belum pulih.

Fattah merupakan bagian dari Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) yang menuntut revisi Peraturan Bupati (Perbup) Jombang Nomor 51 Tahun 2024. Regulasi itu dinilai sebagai penyebab melonjaknya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan PBB-P2, bahkan hingga menyasar musala dan tanah wakaf yang seharusnya bebas pajak.

Kepala Bapenda Jombang Hartono tidak menampik adanya kenaikan signifikan. Menurutnya, lonjakan hingga 1.000 persen terjadi karena data NJOP lama tidak pernah diperbarui. “Tidak semua naik, ada juga yang turun. Kenaikan besar terjadi di wilayah yang selama ini NJOP-nya jauh di bawah harga pasar,” katanya.

Gelombang protes warga diperkirakan masih akan berlanjut, mengingat kebijakan ini memicu keresahan di banyak desa dan kecamatan di Jombang. (alf)

 

 

 

 

 

Celios Desak Pemerintah Pungut Pajak Kekayaan, Potensi Rp81 Triliun per Tahun

IKPI, Jakarta: Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, untuk mulai memungut pajak kekayaan dari segelintir orang superkaya di Indonesia. Berdasarkan kajian Celios, kebijakan ini berpotensi menambah pundi-pundi negara hingga Rp81,56 triliun setiap tahunnya.

Hitungan Celios berangkat dari estimasi kekayaan terendah 50 orang terkaya di Indonesia, yakni Rp15 triliun per orang, dengan rata-rata kekayaan mencapai Rp159 triliun. Dengan tarif pajak kekayaan yang diasumsikan hanya 2 persen, penerimaan negara sudah bisa menembus puluhan triliun rupiah.

“Memajaki hanya 2 persen aset dari 50 orang superkaya saja sudah menghasilkan lebih dari Rp81 triliun. Padahal, data terakhir mencatat ada hampir 2.000 orang superkaya di Indonesia. Artinya, potensi riilnya jauh lebih besar,” ujar Media saat peluncuran riset “Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang”, Selasa (12/8/2025).

Pajak kekayaan, jelasnya, merupakan instrumen progresif yang dikenakan atas total kekayaan bersih individu, termasuk tanah, properti, saham, kendaraan, karya seni, dan simpanan rekening. Tujuannya bukan memajaki produktivitas, tetapi mengendalikan konsentrasi kekayaan yang berlebihan, sekaligus memperbaiki ketimpangan distribusi ekonomi.

Celios menegaskan, ide ini selaras dengan pemikiran ekonom dunia seperti Thomas Piketty, Emmanuel Saez, dan Gabriel Zucman yang merekomendasikan pajak kekayaan progresif dan transparan di tengah melonjaknya konsentrasi aset secara global.

Namun, Indonesia hingga kini belum memiliki skema pajak kekayaan yang komprehensif. Pajak atas aset memang ada, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), hingga PPh final dividen. Tetapi, seluruh aset bersih individu belum menjadi objek pajak secara menyeluruh.

Keterbatasan kapasitas administrasi perpajakan dan resistensi dari elite ekonomi disebut sebagai tantangan utama. Media menilai, integrasi data aset nasional menjadi prasyarat penting, meliputi sistem informasi properti (SIP), Samsat, Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), hingga fasilitas AKSes di pasar modal. Penguatan audit dan sanksi tegas juga perlu dilakukan agar kebijakan tidak mandek.

“Pajak kekayaan akan membuat sistem perpajakan lebih adil dan mengurangi beban pajak masyarakat umum, yang selama ini terlalu mengandalkan pajak regresif seperti PPN,” tambahnya.

Selain pajak kekayaan, Celios juga mendorong pemerintah mencari sumber penerimaan berkeadilan lainnya, termasuk pajak karbon, pajak produksi batu bara, hingga skema debt swap untuk mendukung transisi energi bersih dan pelestarian keanekaragaman hayati. (alf)

 

 

 

PMK 118/2024: Wajib Pajak Bisa Ajukan Penghapusan Sanksi, Begini Aturan Mainnya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan ruang bagi wajib pajak untuk mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2024. Namun, ada syarat penting yang tak boleh dilewatkan yakni pokok pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi harus sudah lunas.

PMK 118/2024 membawa perubahan signifikan dibandingkan aturan sebelumnya, PMK 8/PMK.03/2013. Bila dulu besaran keringanan sanksi dihitung berdasarkan jumlah bulan pengenaan sanksi, kini batas keringanan dihitung dari jumlah sanksi administratif yang masih tersisa setelah pembayaran dilakukan.

Artinya, semakin besar pembayaran sebelum atau saat permohonan diajukan, semakin kecil sanksi yang bisa dihapuskan.

Proporsional dan Tepat Waktu

Ketentuan Pasal 23 PMK 118/2024 mengatur mekanisme yang perlu dicermati wajib pajak. Pembayaran sebelum permohonan akan dihitung secara proporsional antara pokok pajak dan sanksi. Sebaliknya, pembayaran di bulan yang sama dengan pengajuan permohonan akan langsung diprioritaskan untuk melunasi pokok pajak terlebih dahulu.

DJP menekankan, strategi pembayaran sangat menentukan hasil akhir keringanan sanksi. Wajib pajak yang tidak menghitung secara cermat berisiko kehilangan peluang penghapusan sanksi dalam jumlah maksimal.

Contoh Kasus

Misalnya, sebuah perusahaan menerima SKPKB sebesar Rp140 juta, terdiri dari pokok pajak Rp100 juta dan sanksi Rp40 juta.

• 31 Januari 2025: Bayar Rp50 juta → proporsional, Rp35,71 juta ke pokok pajak dan Rp14,29 juta ke sanksi.

• 1 Februari 2025: Bayar Rp70 juta → di bulan pengajuan, seluruhnya diarahkan untuk melunasi pokok pajak terlebih dahulu.

Hasil akhirnya, sanksi yang masih bisa dihapuskan tinggal Rp20 juta dari total awal Rp40 juta.

Dengan skema baru ini, wajib pajak perlu memastikan strategi pembayaran yang tepat sebelum mengajukan permohonan. DJP mengingatkan, kelalaian menghitung alokasi pembayaran dapat membuat potensi keringanan sanksi menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. (alf)

 

 

Penerimaan Pajak Pariwisata Bali Tembus Rp1,24 Triliun Semester I-2025, Naik 21,65%

IKPI, Jakarta: Sektor pariwisata kembali menunjukkan tajinya sebagai penyumbang utama penerimaan pajak di Pulau Dewata. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bali mencatat, hingga paruh pertama 2025, penerimaan pajak pariwisata telah menembus Rp1,24 triliun. Angka ini melonjak 21,65 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp1,02 triliun.

Lonjakan ini sejalan dengan pulihnya kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik, terutama ke destinasi populer seperti Daya Tarik Wisata (DTW) Ulun Danu Beratan di Tabanan. Ramainya turis yang menikmati panorama dan keindahan taman bunga di sekitar pura tersebut menjadi gambaran nyata bangkitnya industri pariwisata Bali.

Pajak pariwisata mencakup berbagai pungutan yang berasal dari hotel, restoran, hiburan, hingga jasa penunjang lainnya. Kenaikan signifikan ini diyakini sebagai hasil sinergi pelaku usaha pariwisata dengan pemerintah daerah dalam menggenjot kualitas layanan dan promosi destinasi.

DJP Bali optimistis tren positif ini akan terus berlanjut hingga akhir tahun, apalagi Bali masih menjadi magnet utama bagi wisatawan dunia. Dengan kontribusi yang terus meningkat, sektor pariwisata diharapkan mampu menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi Bali secara berkelanjutan. (alf)

 

 

Pemprov DKI Berlakukan Diskon Pajak BBM, Ringankan Beban Masyarakat dan Sektor Strategis

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi mengeluarkan kebijakan pengurangan Pajak atas Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 542 Tahun 2025. Regulasi yang ditandatangani Gubernur Pramono Anung itu berlaku sejak 22 Juli 2025.

Kebijakan fiskal ini ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat, menekan inflasi, sekaligus mendukung keberlangsungan operasional sektor pertahanan dan keamanan nasional.

“Pemprov DKI mempertimbangkan kondisi ekonomi warga serta kebutuhan sektor strategis negara. Pengurangan pajak ini diharapkan dapat menjaga stabilitas perekonomian ibu kota,” tulis keterangan resmi Pemprov DKI, Minggu (17/8/2025).

Tiga Skema Pengurangan Pajak

Dalam Kepgub tersebut, ditetapkan tiga tingkatan pengurangan PBBKB, yaitu:

  • Diskon 50% bagi pengguna kendaraan bermotor pribadi.
  • Diskon 50% untuk kendaraan bermotor umum.
  • Diskon hingga 80% bagi kendaraan operasional pertahanan dan keamanan, meliputi kendaraan tempur, patroli laut dan udara, ambulans, kapal rumah sakit, alat berat pertahanan, hingga kendaraan penunjang strategis lainnya.

Tetap Wajib Lapor Pajak

Meski ada keringanan tarif, Pemprov DKI menegaskan bahwa kewajiban pelaporan dan penyetoran pajak daerah tidak dihapuskan. Insentif ini hanya meringankan beban fiskal, tanpa mengurangi aspek akuntabilitas.

“Relaksasi ini bentuk dukungan fiskal, tetapi kepatuhan administrasi tetap harus dijalankan,” tegas Pemprov.

Kebijakan ini berlandaskan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta sejumlah regulasi perpajakan daerah lainnya.

Selain meringankan masyarakat, langkah ini juga menjadi sinyal kuat komitmen Pemprov DKI dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pajak, sekalipun di tengah tekanan ekonomi.

Masyarakat dapat mengakses detail prosedur, syarat, hingga tata cara pelaporan PBBKB melalui laman resmi pajakonline.jakarta.go.id, termasuk panduan pembuatan kode bayar dan registrasi objek pajak baru. (alf)

Manfaatkan Segera! Pemutihan Pajak Kendaraan DKI Jakarta Berakhir 31 Agustus 2025, Ini Syarat & Caranya

IKPI, Jakarta: Waktu terus berjalan, dan program pemutihan pajak kendaraan bermotor di Provinsi DKI Jakarta segera memasuki batas akhir. Pemprov DKI menegaskan, kebijakan penghapusan sanksi administrasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) ini hanya berlaku hingga 31 Agustus 2025.

Program yang digelar sejak 14 Juni lalu ini merupakan rangkaian perayaan HUT ke-498 Kota Jakarta sekaligus menyambut Hari Kemerdekaan RI. Pemprov berharap, kesempatan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menuntaskan tunggakan pajak tanpa terbebani denda.

“Ini adalah momentum yang tepat. Kami ingin mendorong warga melunasi kewajibannya dengan lebih ringan dan menjadi kado istimewa untuk Jakarta,” ujar perwakilan Pemprov DKI.

Apa yang Dihapus?

Dalam periode ini, Pemprov menghapus seluruh sanksi keterlambatan pembayaran PKB dan BBNKB. Artinya, pemilik kendaraan yang menunggak hanya perlu membayar pokok pajaknya saja.

Di Mana Bisa Mengurus?

Untuk perpanjangan pajak tahunan, layanan tersedia di:

SAMSAT Induk

SAMSAT Keliling

Gerai SAMSAT

SAMSAT Outlet

Sementara untuk balik nama dan pajak 5 tahunan (ganti plat), wajib membawa kendaraan untuk cek fisik dan melengkapi kwitansi pembelian. Layanan ini hanya dapat dilakukan di SAMSAT Induk.

Syarat Dokumen

KTP, BPKB, dan STNK asli beserta fotokopi

Kendaraan untuk keperluan cek fisik (khusus balik nama & pajak 5 tahunan)

Gunakan Aplikasi SIGNAL untuk Lebih Praktis

Masyarakat juga bisa memanfaatkan aplikasi SIGNAL (Samsat Digital Nasional) untuk mengurus secara online:

1. Unduh di Play Store atau App Store

2. Registrasi menggunakan NIK, nama lengkap, email, dan nomor ponsel

3. Verifikasi e-KTP dan wajah

4. Terima kode OTP via SMS

5. Lihat rincian tagihan dan SWDKLL

6. Pilih metode pembayaran melalui Pospay atau Kantor Pos

Catat Tanggalnya!

Batas waktu program ini tinggal beberapa minggu lagi. Setelah 31 Agustus 2025, keterlambatan akan kembali dikenakan denda sesuai aturan.

Bagi warga Jakarta yang masih menunggak pajak kendaraan, inilah kesempatan untuk menghemat biaya dan sekaligus membantu peningkatan pendapatan daerah. (alf)

 

 

 

 

CORE: Tarif Perdagangan 19% ala Trump Bakal Gerus Ekspor Indonesia hingga US$ 9,23 Miliar

IKPI, Jakarta: Kebijakan tarif perdagangan resiprokal sebesar 19% yang resmi diberlakukan pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Indonesia sejak 7 Agustus 2025 diprediksi akan menjadi pukulan berat bagi perekonomian nasional.

Lembaga riset ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia dalam laporan terbarunya berjudul “Biaya Mahal Negosiasi Tarif” menilai, meski tarif tersebut telah turun dari level awal 32%, dampak negatifnya terhadap Indonesia tetap signifikan. “Detail kesepakatan yang diumumkan Gedung Putih justru menunjukkan biaya negosiasi yang sangat mahal bagi Indonesia,” tulis tim ekonom CORE, Senin (11/8/2025).

Menurut kajian tersebut, setidaknya ada tiga kerugian besar yang akan dihadapi Indonesia:

1. Penyusutan nilai ekspor ke AS hingga US$ 9,23 miliar akibat kenaikan bea masuk.

2. Kewajiban menghapus 99% tarif untuk produk asal AS yang masuk ke pasar Indonesia serta pelonggaran hambatan non-tarif, yang berpotensi melemahkan industri manufaktur dalam negeri.

3. Ketimpangan komitmen dagang yang dapat merugikan pelaku industri lokal dalam jangka panjang.

CORE memperkirakan, penerapan tarif ini akan memangkas kesejahteraan nasional sebesar US$ 3,16 miliar, terutama karena penurunan konsumsi ekspor Indonesia di pasar AS yang berimbas langsung pada surplus produsen, khususnya di sektor-sektor unggulan.

Kajian CORE menjelaskan, tarif resiprokal merupakan pungutan tambahan di luar bea masuk, seperti pajak dan biaya lain, yang dikenakan lebih tinggi pada barang dari negara tertentu. Misalnya, produk alas kaki (HS: 64) asal Indonesia yang sudah terkena bea masuk 12% kini ditambah tarif resiprokal 19%, sehingga totalnya melonjak menjadi 31%.

Meski tarif tersebut setara dengan yang dikenakan pada Filipina dan Malaysia, potensi beban ekstra mengintai. Sebagai anggota penuh BRICS, Indonesia berisiko terkena tambahan tarif 10%. Jika itu terjadi, tarif alas kaki Indonesia akan membengkak hingga 41%, sementara produk elektronik bisa mencapai 29% — jauh di atas Vietnam (21%), Malaysia (20%), dan Filipina (19%).

Kendati tanpa tambahan tarif BRICS sekalipun, CORE menilai daya saing ekspor Indonesia sudah kalah di hadapan Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Penyebabnya: biaya logistik domestik yang tinggi, mencapai 23,5% dari PDB, dibanding Vietnam (16,8%), Filipina (13%), dan Malaysia (13%).

Data Logistics Performance Index (LPI) menunjukkan skor Indonesia hanya 3,0, tertinggal dari Malaysia (3,6), Vietnam (3,3), dan Filipina (3,3). Skor International Shipments (ISS) Indonesia pun rendah di angka 3,0, di bawah Malaysia (3,7), Vietnam (3,3), dan Filipina (3,1). Semakin rendah skor ini, semakin mahal ongkos kirim barang ke pasar internasional.

Efek Domino di AS

CORE juga memprediksi tarif resiprokal ini akan memicu inflasi sekitar 7% di AS. Lonjakan harga tersebut akan menekan daya beli konsumen Negeri Paman Sam, sehingga permintaan terhadap produk-produk sekunder seperti garmen, pakaian, dan alas kaki yang menjadi komoditas ekspor utama Indonesia akan ikut melemah.

“Dampak dari sisi permintaan akan memperparah penurunan kinerja ekspor Indonesia. Ini bukan hanya soal tarif, tapi juga soal daya serap pasar yang menurun,” tulis tim ekonom CORE dalam laporan tersebut. (alf)

 

 

 

 

Menkum Tegaskan Royalti Bukan Pajak Harus ada Laporan Terbuka ke Publik

IKPI, Jakarta: Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa royalti tidak termasuk kategori pajak, sehingga negara tidak menerima langsung dana dari pungutan tersebut. Menurutnya, seluruh hasil pungutan diserahkan sepenuhnya kepada para pemilik hak cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), bukan dikelola pemerintah.

“Royalti sepenuhnya untuk yang berhak, pemerintah hanya mengawasi. Penyalurannya dilakukan LMK atau LMKN, bukan kementerian. Karena itu, kami ingin ada laporan yang terbuka ke publik,” ujar Supratman di Jakarta, Sabtu (9/8/2025).

Ia mengungkapkan, jumlah royalti yang berhasil dikumpulkan di Indonesia masih jauh di bawah negara tetangga Malaysia, padahal jumlah penduduk Indonesia berkali-kali lipat lebih besar. Data yang ia terima menunjukkan, total pungutan royalti dari berbagai sumber di Indonesia baru sekitar Rp270 miliar per tahun. Sementara itu, Malaysia mampu mengumpulkan antara Rp600–700 miliar per tahun.

“Malaysia penduduknya jauh lebih sedikit, tapi perolehan royaltinya dua kali lipat lebih besar dari kita. Ini menandakan potensi yang belum tergarap,” katanya.

Pernyataan ini disampaikan usai menyaksikan penandatanganan kesepakatan damai antara LMK Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi) dan PT Mitra Bali Sukses (MBS), pemegang lisensi merek Mie Gacoan. Kesepakatan tersebut mengakhiri sengketa hak cipta yang sempat berujung pada penetapan tersangka terhadap Direktur PT MBS. Perusahaan itu kini telah melunasi kewajiban royalti kepada LMK Selmi.

Bagi Supratman, penyelesaian damai tersebut menjadi contoh positif bagi dunia industri kreatif. “Ini bukan sekadar soal nominal yang dibayarkan, tapi menunjukkan penghormatan terhadap karya cipta. Semoga jadi teladan bagi pelaku usaha lain,” ujarnya.

Ia memastikan Kementerian Hukum akan mengeluarkan aturan baru terkait tata cara pemungutan royalti, termasuk transparansi laporan dan penyesuaian tarif. “Kami sedang menyiapkan peraturan menteri yang baru untuk memastikan semuanya jelas dan akuntabel,” ujarnya. (alf)

 

id_ID