Pemerintah Masih Kaji Perpanjangan Insentif PPh Final 0,5% untuk UMKM 

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan saat ini tengah menggodok regulasi terkait perpanjangan kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebesar 0,5% yang akan berlaku pada tahun 2025.

“Regulasi mengenai perpanjangan insentif PPh Final 0,5% masih dalam pembahasan internal Kementerian Keuangan,” ujar Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Selasa (18/3/2025).

Sementara menanti kejelasan regulasi tersebut kata Dwi, aturan yang berlaku saat ini berlandaskan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh). Berdasarkan aturan tersebut, Wajib Pajak dengan peredaran bruto hingga Rp 4,8 miliar per tahun dikenakan PPh Final sebesar 0,5%.

Lebih lanjut, Dwi Astuti menjelaskan bahwa menurut Pasal 60 ayat (2) PP 55 Tahun 2022, penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta per tahun tidak dikenai PPh.

Dengan demikian, sebelum kebijakan perpanjangan ini diterbitkan, Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang terdaftar sejak tahun 2018 masih bisa memanfaatkan fasilitas tarif PPh Final 0,5% pada tahun 2025.

Saat ini, terdapat sekitar 1,23 juta WP UMKM yang membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan menggunakan tarif normal.

Insentif PPh Final UMKM sebesar 0,5% hanya berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi atau badan di dalam negeri yang memiliki peredaran bruto usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak.

Hingga kini, payung hukum perpanjangan insentif PPh Final 0,5% untuk UMKM belum juga diterbitkan. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku UMKM terkait besaran tarif pajak yang harus mereka bayarkan di tahun 2025, mengingat insentif tersebut dijadwalkan berakhir pada Desember 2024. (alf)

 

Penggratisan PPN, BPHTB dan PBG Rumah Diperpanjang hingga Juni 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah mengumumkan kebijakan baru yang memberikan keringanan biaya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam transaksi kepemilikan rumah.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, menjelaskan bahwa kebijakan ini meliputi pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sebelumnya 5% menjadi 0%. Selain itu, retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dihapuskan, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah subsidi akan ditanggung pemerintah hingga Juni 2025.

“Kebijakan ini diminta oleh Presiden untuk segera disosialisasikan agar bisa dinikmati oleh masyarakat kecil,” ujar Maruarar setelah mendampingi Presiden Prabowo Subianto dalam acara buka puasa bersama di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/3/2025).

Selain memberikan keringanan biaya, pemerintah juga mempercepat proses perizinan pembangunan rumah subsidi. Jika sebelumnya pengurusan PBG membutuhkan waktu berhari-hari, kini di beberapa daerah proses tersebut menjadi jauh lebih singkat. Di Subang, misalnya, proses ini hanya memakan waktu kurang dari satu jam, sementara di Gianyar hanya memerlukan 14 menit dan di Badung 17 menit.

“Presiden Prabowo sangat pro-rakyat, kebijakan yang tadinya bayar menjadi gratis, yang tadinya lama menjadi cepat. Ini harus disosialisasikan dan dijalankan oleh semua kepala daerah di Indonesia,” kata Maruarar.

Untuk memastikan kebijakan ini berjalan dengan baik, pemerintah akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri agar kepala daerah segera menerbitkan peraturan kepala daerah (Perkada) sebagai payung hukum pelaksanaan kebijakan ini. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan akses kepemilikan rumah bagi MBR dan mempercepat realisasi program perumahan nasional. (alf)

 

Meski Libur Nasional DJP Umumkan Pelaporan SPT Pajak Tahun 2024 Tetap Bisa Dilakukan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau masyarakat agar melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan lebih awal, mengingat adanya hari libur nasional dan cuti bersama yang bertepatan dengan periode batas akhir pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) untuk tahun pajak 2024.

Batas waktu pelaporan SPT Tahunan WP OP adalah pada 31 Maret 2025, sementara bagi Wajib Pajak Badan, batas pelaporan adalah 30 April 2025.

Dengan potensi terganggunya aktivitas akibat libur nasional, DJP mengingatkan agar masyarakat tidak menunda kewajibannya hingga mendekati tenggat waktu.

Meski demikian, DJP menegaskan bahwa penyampaian SPT Tahunan tetap dapat dilakukan hingga batas waktu yang ditentukan melalui layanan elektronik pada laman DJP Online.

DJP menyoroti bahwa pembayaran pajak merupakan bentuk nyata partisipasi masyarakat dalam mendukung pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, melaksanakan kewajiban perpajakan secara tepat waktu menjadi kontribusi penting bagi kemajuan bangsa.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai perpajakan serta berbagai program dan layanan yang disediakan DJP, masyarakat dapat mengakses laman resmi www.pajak.go.id atau menghubungi Kring Pajak di 1500200. (alf)

 

DJP: Kinerja Coretax Meningkat, Latensi Akses Berkurang Drastis

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengklaim kinerja sistem Coretax mengalami peningkatan signifikan, yang ditandai dengan penurunan waktu tunggu atau latensi akses.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menyampaikan bahwa evaluasi dan pemantauan menunjukkan peningkatan kinerja sistem Coretax. “Khususnya pada proses login, registrasi, penerbitan faktur pajak, pelaporan SPT, dan pembuatan bukti potong. Hal ini terlihat dari penurunan yang signifikan pada latensi di area layanan Coretax DJP pada periode akhir Februari,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (19/3/2025).

Sebagai contoh, latensi login yang sebelumnya mencapai 4,1 detik kini turun menjadi hanya 0,012 detik atau 12 milidetik. Sementara itu, latensi registrasi yang sebelumnya 5,8 detik kini hanya 0,045 detik atau 45 milidetik.

Proses penerbitan faktur pajak yang sebelumnya memakan waktu hingga 10 detik kini turun menjadi 1,46 detik. Adapun latensi pelaporan SPT yang semula 29,28 detik kini hanya memakan waktu 3,93 detik.

Dikatakan Dwi, hingga 16 Maret 2025, DJP mencatat bahwa Coretax telah mengadministrasikan sebanyak 136,96 juta faktur pajak untuk masa pajak Januari, Februari, dan Maret 2025. Rinciannya, sebanyak 61,23 juta faktur pajak diterbitkan untuk masa pajak Januari, 64 juta faktur untuk Februari, dan 11,69 juta faktur untuk Maret.

Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025, Coretax sempat dilaporkan mengalami berbagai kendala teknis yang menyulitkan pengguna, termasuk pengusaha yang menghadapi kesulitan dalam mencetak faktur pajak.

Ditempat terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengakui bahwa implementasi Coretax sempat mengganggu aktivitas usaha mereka. “Sekarang sudah mulai perbaikan. Awal-awal memang sangat mengganggu sekali karena kami tidak bisa membuat faktur pajak dan sebagainya,” ujarnya baru-baru ini. (bl)

 

Menkeu Klaim Penerimaan Pajak di Maret 2025 Alami Perbaikan Signifikan

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan kinerja penerimaan pajak mengalami perbaikan per 17 Maret 2025. Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Selasa (19/3/2025) Sri Mulyani menyampaikan bahwa penerimaan pajak pada bulan Maret terus menunjukkan tren positif.

“Penerimaan bruto antara tanggal 1 sampai 17 Maret 2025 bahkan sudah menunjukkan pertumbuhan positif 6,6 persen,” ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyoroti bahwa capaian ini merupakan perkembangan signifikan dibandingkan catatan terakhir pada 28 Februari 2025, di mana penerimaan pajak bruto tercatat negatif 3,8 persen.

“Jadi, dalam kurun waktu 17 hari, terjadi turn around dari penerimaan bruto, yang sebelumnya negatif 3,8 persen pada akhir Februari menjadi positif 6,6 persen pada 17 Maret,” tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa posisi penerimaan negara pada Februari 2025 dipengaruhi oleh faktor restitusi yang cukup besar sehingga data belum stabil. Realisasi penerimaan pajak pada Januari hingga Februari 2025 tercatat sebesar Rp187,8 triliun. Angka ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp269,02 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menilai perlambatan ini merupakan hal yang normal. Ia menjelaskan bahwa secara tren historis, penerimaan pajak pada bulan Januari dan Februari cenderung menurun dibandingkan Desember tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan penerimaan pada Desember akibat aktivitas Natal dan Tahun Baru, yang kemudian menurun seiring dengan kembali normalnya transaksi pada awal tahun.

Anggito juga mengungkapkan dua faktor utama yang memicu perlambatan penerimaan pajak pada Januari dan Februari 2025. Pertama, penurunan harga sejumlah komoditas utama seperti batu bara (-11,8 persen), brent (-5,2 persen), dan nikel (-5,9 persen).

Kedua, dampak kebijakan administratif, di mana sistem tarif efektif rata-rata (TER) yang diterapkan sejak Januari 2024 menimbulkan lebih bayar senilai Rp16,5 triliun yang harus dikembalikan pada Januari dan Februari 2025.

Selain itu, relaksasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri (DN) turut berkontribusi pada perlambatan penerimaan pada periode tersebut. (alf)

 

Ribuan Dokter Spesialis Anak Protes Kebijakan Pemotongan PPh Bruto: Khawatir Berdampak ke Pelayanan Pasien JKN

IKPI, Jakarta: Lebih dari 5 ribu dokter spesialis anak mengajukan keberatan terhadap kebijakan pajak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 168 Tahun 2023. Peraturan ini mengatur tentang ketentuan umum, pemotongan pajak, dan penerima penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Seruan keberatan tersebut disampaikan melalui surat permohonan evaluasi kebijakan yang ditandatangani Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, pada Senin (17/2/2025). Dalam surat, tertulis bahwa aturan ini dinilai berdampak besar terhadap dokter yang melayani pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pasalnya, dalam regulasi tersebut, pajak penghasilan dokter dikenakan berdasarkan penghasilan bruto, sebelum dikurangi bagi hasil dengan rumah sakit dan biaya operasional. “Ini berarti dokter membayar pajak atas (pendapatan) yang tidak mereka terima,” ujar Piprim Basarah dalam surat tersebut, Rabu (19/2/2025).

IDAI juga menyoroti bahwa pemotongan pajak berdasarkan penghasilan bruto berpotensi menambah beban pajak bagi dokter yang mendapatkan honor dari berbagai sumber, seperti seminar, pelatihan, hingga jasa konsultasi lainnya. “Ini berpotensi membuat dokter harus membayar pajak tambahan 5% hingga 30% dari pendapatan riil yang mereka terima, pada akhirnya semakin memberatkan,” katanya.

Akibat kebijakan ini, IDAI khawatir minat dokter untuk melayani pasien JKN akan berkurang. Hal ini disebabkan sebagian besar dokter anak di rumah sakit melayani pasien JKN dengan tarif standar yang ditetapkan pemerintah. Jika pajak tetap dikenakan atas penghasilan bruto, bukan netto yang diterima, beban pajak dokter dikhawatirkan semakin tinggi.

Menurut Basarah, aturan PMK tersebut seolah menempatkan dokter seperti perusahaan, dengan pajak yang dikenakan atas omzet atau penghasilan bruto, bukan laba bersih yang diperoleh.

Sebagai bentuk protes, IDAI menyerukan penundaan pelaporan pajak tahun 2024 hingga muncul keputusan yang lebih adil dari Kementerian Keuangan.

“Kami mengajak Kementerian Keuangan untuk berdialog bersama perwakilan IDAI agar kebijakan ini dapat dikaji ulang dengan mempertimbangkan prinsip keadilan bagi dokter yang melayani masyarakat, khususnya pasien JKN,” tegas Basarah. (alf)

 

Mahasiswa hingga Pelaku UMKM Hadiri Workshop Pajak Kolaborasi IKPI Banjarmasin, Banjarbaru dan IBITEK

IKPI, Banjarmasin: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Banjarmasin dan Banjarbaru bekerja sama dengan IBITEK menyelenggarakan Workshop Pajak dengan tema “Bimbingan Teknis Pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi & Badan UMKM Tahun 2024 dan Persiapan Sistem Baru Perpajakan Coretax” di Kampus IBITEX, Banjarmasin, Selasa (18/3/2025).

Acara ini bertujuan memberikan pemahaman yang komprehensif kepada peserta terkait tata cara pengisian SPT Tahunan dan persiapan menghadapi sistem perpajakan baru yang akan diterapkan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Banjarmasin)

Sekretaris IKPI Cabang Banjarmasin Martha Leviana, yang juga menjadi pembawa acara dalam kegiatan tersebut membukanya dengan menyampaikan dua pantun untuk menyemangati peserta.

Pohon nangka tinggal sebatang
nangka unik berbuah tomat
saya ucapkan selamat datang
untuk para hadirin yang terhormat.

Badan kekar umurnya tua
bawa pedang bukanlah petani
apa kabar hadirin semua
semoga manfaat acara hari ini. Pesertapun memberikan tepuk tangan meriah, tanda dimulainya kegiatan tersebut.

Lebih lanjut, Martha menyampaikan bahwa workshop ini sangat penting untuk membantu wajib pajak memahami kewajibannya serta menghindari potensi kesalahan dalam pelaporan pajak.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Banjarmasin)

“Workshop ini kami selenggarakan sebagai langkah edukasi bagi para wajib pajak, baik individu maupun badan usaha. Pemahaman yang baik tentang SPT dan persiapan menghadapi Coretax sangat penting agar tidak terjadi kesalahan yang bisa berdampak pada sanksi administrasi perpajakan,” ujar Martha, Selasa (18/3/2025).

Diceritakannya, workshop ini dihadiri sekitar 70 peserta yang terdiri dari anggota IKPI Cabang Banjarmasin dan Banjarbaru (20 orang), serta dosen, mahasiswa, pelaku usaha UMKM, dan masyarakat umum (sekitar 45-50 orang).

Selain workshop terkait SPT dan Coretax, acara ini juga dilanjutkan dengan sesi seminar bertema “Upaya Hukum Putusan Banding/Gugatan” yang menghadirkan narasumber berpengalaman, yaitu Dr. Hariyasin, yang juga merupakan anggota Dewan Pembina IKPI.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Banjarmasin)

Menurut Martha, seminar ini memberikan wawasan mengenai langkah hukum yang dapat diambil wajib pajak jika menghadapi permasalahan terkait putusan pajak.
Sebagai pengingat, batas akhir pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2025, sedangkan untuk badan usaha adalah 30 April 2025.

Martha Leviana berharap kegiatan ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap kewajiban perpajakan serta memberikan solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi dalam proses pelaporan pajak. (bl)

Penerimaan Pajak Bruto Kaltim-Kaltara Capai Rp4,3 Triliun Hingga Februari 2025

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltim-Kaltara) melaporkan capaian penerimaan pajak bruto sebesar Rp4,3 triliun hingga 28 Februari 2025.

“Perolehan ini ditopang oleh beberapa jenis pajak, antara lain Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan pajak lainnya,” ujar Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Kaltim-Kaltara, Teddy Heriyanto, Senin (17/3/2025).

Capaian tersebut disampaikan dalam rapat koordinasi gabungan Asset Liability Committee (ALCo) Regional Kaltim-Kaltara yang melibatkan seluruh unit vertikal Kementerian Keuangan di wilayah tersebut.

Dari total penerimaan tersebut, kontribusi terbesar berasal dari penerimaan bruto PPh Non Migas yang mencapai Rp1,8 triliun. Angka ini mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 11,19 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024.

Sementara itu, penerimaan bruto dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tercatat sebesar Rp0,85 triliun, mengalami penurunan signifikan sebesar 74,91 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Penerimaan bruto dari PPN dan PPnBM mencapai Rp2,2 triliun, mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 5,25 persen. Di sisi lain, Pajak Lainnya mencatat pertumbuhan positif yang sangat signifikan sebesar 795,88 persen dengan capaian penerimaan sebesar Rp184 miliar.

Teddy menjelaskan bahwa meskipun terjadi penurunan pada beberapa sektor, pertumbuhan positif pada PPh Non Migas dan Pajak Lainnya menunjukkan potensi ekonomi yang beragam di wilayah Kaltim-Kaltara. “Kami terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui berbagai program dan inovasi,” katanya.

Seluruh unit vertikal di bawah Kementerian Keuangan berkolaborasi dalam koordinasi Kemenkeu Satu untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pemangku kepentingan dan menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Pertemuan rutin ini menjadi wadah bagi setiap unit vertikal untuk saling memberikan dukungan dalam mencapai target kinerja masing-masing.

“Kerja sama dan koordinasi antarunit sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan fiskal yang diambil dapat berjalan efektif dan efisien,” ujar Teddy.

Rapat koordinasi yang digelar secara daring tersebut membahas perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Provinsi Kaltim dan Kaltara pada Februari 2025. Pemaparan perkembangan APBN disampaikan oleh Kepala Balai Diklat Keuangan (BDK) Balikpapan, Warid Sudarwanto.

Hadir secara virtual dalam rapat tersebut Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kaltim, M. Syaibani; Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kaltara, Sakop; Kepala Kanwil DJP Kaltim-Kaltara, Heru Narwanta; dan Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kalimantan Bagian Timur, Kusuma Santi Wahyuningsih. (alf)

 

Pemerintah Pastikan Sasar Lebih dari 2.000 Wajib Pajak Badan untuk Optimalisasi Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan lebih dari 2.000 wajib pajak badan sebagai bagian dari strategi optimalisasi penerimaan negara pada tahun 2025. Strategi ini dilakukan melalui program kerja sama lintas eselon I di Kemenkeu yang dikenal sebagai joint program.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti, menegaskan bahwa keseluruhan wajib pajak yang disasar dalam program tersebut merupakan wajib pajak badan.

“Dapat kami sampaikan bahwa keseluruhan wajib pajak dalam joint program merupakan wajib pajak badan,” ujar Dwi, Senin (17/3/2025).

diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, menyatakan bahwa pengawasan terhadap lebih dari 2.000 wajib pajak tersebut akan dilakukan melalui berbagai langkah strategis, termasuk analisis data, pengawasan ketat, penagihan yang efektif, serta penggunaan intelijen pajak.

“Ada lebih dari 2.000 wajib pajak yang sudah kita identifikasi. Kita akan lakukan analisis, pengawasan, penagihan intelijen sehingga mudah-mudahan bisa mendapat tambahan penerimaan negara,” ujar Anggito dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Selain program tersebut, Kemenkeu juga menyiapkan tiga strategi tambahan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak pada 2025. Pertama, pemerintah akan memperluas pemajakan pada transaksi elektronik, baik domestik maupun internasional.

Kedua, Kemenkeu akan mengembangkan sistem administrasi berbasis digital untuk meminimalisir praktik penyelundupan dan mengurangi peredaran rokok dengan cukai palsu.

Terakhir, pemerintah berencana mengintensifkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA) serta PNBP kementerian/lembaga melalui layanan premium.

Dengan serangkaian strategi ini, Kemenkeu berharap dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan pada tahun 2025. (alf)

 

Update 16 Maret! 8,8 Juta Wajib Pajak Laporkan SPT Tahun 2024

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan bahwa hingga 16 Maret 2025 pukul 00.01 WIB, sebanyak 8,8 juta wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan mereka untuk tahun pajak 2024. Angka tersebut terdiri dari 8,57 juta SPT Tahunan orang pribadi dan 230 ribu SPT Tahunan badan.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, sebanyak 8,6 juta SPT dilaporkan secara online, sedangkan 200 ribu SPT lainnya dilaporkan secara manual. Pelaporan secara online dapat dilakukan melalui layanan DJP Online di laman https://djponline.pajak.go.id/.

DJP menegaskan bahwa pengisian SPT Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun pajak 2024 yang dilaporkan di awal 2025 masih menggunakan sistem lama melalui DJP Online. Wajib pajak bisa memanfaatkan fitur e-Form maupun e-Filling untuk pelaporan ini. Khusus pelaporan melalui e-Filling, wajib pajak dapat mengisi dan mengirim SPT tahunan dengan mudah dan efisien.

Bagi wajib pajak orang pribadi berstatus pegawai, terdapat dua jenis formulir yang harus dipilih sesuai dengan besaran penghasilan tahunan mereka. Formulir 1770 digunakan untuk wajib pajak dengan penghasilan di bawah Rp 60 juta per tahun, sedangkan formulir 1770 S diperuntukkan bagi yang berpenghasilan di atas Rp 60 juta per tahun.

Selain itu, DJP mengumumkan kebijakan penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran dan/atau pelaporan pajak. Penghapusan ini dilakukan sehubungan dengan implementasi sistem Coretax yang masih mengalami kendala. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 67/PJ/2025 yang ditandatangani oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo pada 27 Februari 2025.

“Penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Jika STP telah diterbitkan sebelum keputusan ini berlaku, maka akan dilakukan penghapusan sanksi administratif secara jabatan,” jelas DJP dalam keterangannya.

Dengan kebijakan ini, wajib pajak diharapkan dapat lebih mudah memenuhi kewajiban pajaknya tanpa khawatir terkena sanksi akibat keterlambatan yang disebabkan oleh gangguan sistem. (alf)

 

id_ID